Seminar Nasional Hari Konstitusi bertajuk “Quo Vadis MPR RI” di gedung Senayan-Jakarta, hari Minggu (18/8/2024).
Jakarta, Bhirawa.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, mengatakan UUD 45 dalam perjalanan nya, implementasi konstitusi dalam praktek penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, mulai mengalami deviasi. Tidak lagi dilaksanakan secara murni dan konsekuen
“Konstitusi ditafsirkan menurut selera dan bukan lagi merujuk pada tujuan awal (original intent) dan etikad/niat baik (good intent) dari rumusan naskah UUD 45. Hingga akhirnya, hantaman krisis moneter menjadi pintu masuk bagi amandemen terhadap konstitusi,” papar Bambang Soesatyo sebagai pembicara utama dalam Seminar Nasional Hari Konstitusi bertajuk “Quo Vadis MPR RI” di gedung Senayan-Jakarta, hari Minggu (18/8/2024).
Disebutkan, amandemen terhadap konstitusi merupakan bagian dari jawaban atas arus deras reformasi yang menuntut pembenahan dan penataan kembali sistem ketatanegaraan. Salah satunya UUD 45, agar t8dak ditafsirkan, diterjemahkan dan diimplementasikan secara sep8hak dan sewenang wenang.
“Setelah 26 tahun reformasi menghantarkan euforia demokrasi. Kini mulai muncul wacana untuk mengkaji kembali opsi amandemen terhadap UUD 45. Untuk mengoreksi kembali hasil amandemen konstitusi yang telah dilakukan selama periode 1999 hingga 2002,” lanjut Bambang Soesatyo.
Terkait wacana amandemen tersebut, MPR telah menangkap beberapa aspirasi. Antara lain: 1) Amademen terbatas (terkait kewenangan MPR membentuk PPHN). 2) Penyempurnaan/pengkajian menyeluruh terhadap UUD 45 hasil.amandemen sebelumnya. 3) Kembali ke UUD 45 sesuai Dekritn Presiden 5 Juli 1959. 4) Kembali ke UUD 45 yang asli, kemudian disempurnakan melalui adendum. 5) Tidak diperlukan adanya amandemen konstitusi UUD 45, yang saat ini berlaku masih relevan.
Dikatakan, urgensi untuk meninjau kembali konstitusi, juga berangkat dari kekhawatiran bahwa masih ada banyak celah yang ditinggalkan UUD 45 yang berlaku saat ini. Juga masih ada beberapa perdebatan mengenai perdoalan kewenangan lembaga negara. Misalnya, setelah perubahan UUD, apakah MPR masih memiliki kewenangan untuk melahirkan Ketetetapan Ketetapan yang bersifat pengaturan ?
“Berbagai kondisi tersebut, perlu dipikirkan dan diskusikan bersama. Untuk menjaga keselamatanbdan keutuhan kita sebagai bangsa dan negara. Idealnya UUD 45 harus dapat memberikan jalan keluar secara konstitusional unt7k mengatasi kebuntuan ketatanegaraan,” pungkas Bambang Soesatyo. (Ira hel).