32 C
Sidoarjo
Friday, November 22, 2024
spot_img

Cinta dalam Gempuran Medsos

Oleh :
Femas Anggit Wahyu Nugroho
Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muria Kudus, Jawa Tengah

Membicarakan mengenai cinta, kiranya apa yang kita ketahui tentangnya? Dapatkah kita mendefinisikan cinta secara jelas melalui kata-kata? Tentu, beragam penafsiran akan bermunculan tentangnya. Cinta menjadi sesuatu yang begitu abstrak bagi kita, bahkan beragam kata dan bahasa tak akan cukup digunakan untuk mengejanya.

Cinta tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Dari sejak zaman dulu hingga sekarang cinta selalu mengambil peran dalam kehidupan manusia. Hal itu dapat kita ketahui dari beragam kisah tentang cinta, baik yang berakhir bahagia maupun duka lara.

Mulai dari kisah termasyhur dan paling awal adalah kisah cinta antara Adam dan Hawa. Diceritakan bahwa Adam merasa kesepian di surga, lantas Tuhan menciptakan Hawa sebagai pendampingnya. Karena melanggar perintah Tuhan, lantas keduanya diturunkan ke bumi di dua tempat berbeda yang begitu jauh jaraknya. Beratus-ratus tahun keduanya saling mencari dan pada akhirnya mereka bertemu kembali. Jika bukan karena peranan cinta, lantas apa yang membuat mereka memiliki daya untuk saling mencari yangbegitu kuatnya?

Kisah lain adalah kisah cinta antara Zainuddin dan Hayati. Keduanya saling mencintai namun terhambat oleh adat yang menyebabkan cinta mereka tak berakhir bahagia. Mereka tak pernah bisa hidup bersama. Meskipun demikian, rasa cinta tetap mengendap dan semakin pekat di dasar hati masing-masing hingga ajal menjemput. Sebuah kisah cinta yang mengajarkan bahwa cinta tak selalu identik dengan memiliki, pernikahan, dan persatuan.

Kisah cinta yang begitu akrab bagi kita adalah kisah cinta antara Bapak B.J. Habibie dan Ibu Ainun. Cinta sehidup semati yang ketika kita menonton filmnya, seluruh air mata tumpah ruah tak terbendung. Mengajarkan sebuah arti kesetiaan dalam seluruh detik nafas kehidupan satu sama lain.

Berita Terkait :  Tantangan 100 Hari Kabinet Baru

Masih banyak kisah cintayang lain, baik yang berasal dari kisah nyata maupun karangan dalam bentuk novel dan cerpen. Seluruhnya memberi gambaran cinta dengan segala kompleksitasnya.Kompleksitas itutak ada habis-habisnya bahkan sampai sekarang dan mungkin di masa mendatang.

Permasalahan cinta di masa kini semakin kompleks seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Pengaruh media sosial terutama, menimbulkan godaan yang begitu kuat terhadap masalah cinta. Beragam tren romantisme pasangan dapat dengan mudah kita lihat. Secara tidak sadar, hal itu turut memberi pengaruh alam bawah sadar kita dan mengonstruksi sebuah standar (ekspektasi)mengenai pasangan kita atau orang yang kita cintai.

Kesetiaan semakin tergoyahkan dan dipertanyakan.Hal ini karena adanya kemudahan untuk berkenalan dengan lawan jenis sebagai akibat dari batas ruang dan waktu yang kian terkikis.Laki-laki dapat dengan mudah melihat perempuan seksi dan cantikbegitu juga sebaliknya, perempuan dapat dengan mudah melihat laki-laki tampan dan kaya dan sebagainya.

Berita-berita perceraian dan kekerasan antar pasangan yang turut beredar semakin menambah getir jiwa dan bertanya-tanya, masih dapatkah kita percaya akan adanya cinta sebagaimana kisah-kisah yang pernah kita dengar dan mewujudkannya? Cinta yang memberikan sebuah daya hidup atau kekuatan, bukan kegetiran dan kecemasan.

Masalah cinta di masa kini tampaknya semakin mengerucut pada sebuah tegangan antara ekspektasi dan autentisitas (keunikan) individu. Masing-masing memiliki idealitas tersendiri mengenai bagaimana pasangan mereka seharusnya. Sementara di sisi lain, sebagai manusia masing-masing dari mereka tetaplah individu yang unik dan memiliki kebebasan.

Berita Terkait :  Mewaspadai Anarsisme Seks di Kalangan Remaja

Di balik cinta sebagai relasi yang agung antar manusia itu ternyata tersembunyi konflik. Sebagaimana menurut filsuf Jean-Paul Sartre (dalam buku Pengantar Filsafat karya Bertens dkk., 2017)bahwa relasi antar manusia pada dasarnya adalah sebuah konflik. Terjadi pertarungan untuk mengobjekkan satu sama lain. Terdapat tegangan antaraekspektasi orang lain dan keinginan untuk mempertahankan keunikan sebagai individu.

Konflik saling mengobjekkan yang terjadi antara dua insan itu sangat mungkin didamaikan dengan kehadiran pihak ketiga. Kehadiran pihak ketiga dapat menjadi pengalih sasaran upaya mengobjekkan. Kehadiran pihak ketiga membuat ekspektasi dan keunikan individu dapat dikompromikan.

Dalam konteks cinta, maka pihak ketiga tersebut termanifestasikan ke dalam bentuk sebuah arah yang jelas atau tujuan bersama yang hendak dicapai. Kedua pihak yang terlibat cinta dapat mengompromikan tegangan ekspektasi dan keunikan individu untuk dialihkan kepada tujuan yang hendak dicapai. Kehadiran tujuan atau visi bersama dalam menjalin cinta menjadi sangat penting sebab tanpanya jalinan cinta hanya akan terasa hambar, kosong, dan tidak bermakna.

Menghadirkan visi bersama dalam cinta memerlukan kedewasaan yang melibatkan tindakan komunikatif dan upaya pemahaman satu sama lain tiada henti. Cinta menjadi sebuah seni untuk mengompromikan keunikan masing-masing individu demi visi bersama. Hal ini sebagaimana menurut filsuf Erich Fromm dalam bukunya The Art of Loving (terjemahan GPU, 2020) bahwa di dalam cinta terdapat paradoks dua insan menjadi satu, tetapi tetap dua.

Paradoks cinta tersebut sekaligus menyatakan bahwa hubungan antar dua insan manusia yang dikata begitu indahnya itu dalam arti tertentu ironis bahkan tragis. Dalam cinta, jalinan yang dibentuk bertujuan untuk memberdayakan satu sama lain dengan tetap menghargai autentisitas masing-masing. Dalam hal ini, cinta yang begitu mendalam dan memberdayakan sekaligus berarti yang dapat membuat individu berdiri sendiri di atas kakinya, tidak terlalu bergantung pada pasangannya. Sebab, jika salah satu terlalu bergantung pada pasangannya maka autentisitasnya dikorbankan dan terjadilah dominasi atau penguasaan antara satu di atas yang lain.

Berita Terkait :  TNI "Angkatan Siber"

Ironi cinta itu dalam artian mudahnya, ia memberdayakan individu ke arah yang lebih baik sekaligus menyiapkan dirinya untuk bisa hidup dalam kesendirian, kesepian, dan kesunyian. Sebagaimana tiang-tiang rumah, bila jaraknya terlampau lebarmaka ia tidak kokoh menopang, begitu pula jika jaraknya terlampau dekat. Sebab cinta sama sekali lain dengan pernikahan. Cinta memang pada dasarnya adalah saling memberi, namun bukan berarti harus saling memiliki. Maka, teramat berbahagialah mereka yang saling mencintai dan bisa menikah.

Lebih lanjut, untuk mewujudkan cinta yang memberdayakan Erich Fromm menyatakan dibutuhkannya unsur-unsur dasar seperti perhatian, tanggung jawab, rasa hormat, dan pengetahuan.Unsur-unsur dasar ini membuat cinta tidak hanya menjadi semacam rasa yang pekat tetapi juga menjadi daya hidup untuk saling menguatkan, saling produktif, dan membuat kemajuan ke arah yang lebih baik.

Mewujudkan cinta yang memberdayakan menjadi suatu proses perjalanan tiada henti yang melibatkan seni berkompromi dan memahami satu sama lain. Masing-masing harus membunuh egonya sehingga dalam artian tertentu cinta adalah kematian bersama.

Dengan demikian di masa kini, seiring dengan kehidupan yang selalu dinamis cinta menjadi semakin abstrakuntuk didefinisikan. Cinta juga menjadi semakin kompleks. Beragam kata dan bahasa semakin tak cukup digunakan untuk mengejanya.

———– *** ————-

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img