26 C
Sidoarjo
Friday, November 22, 2024
spot_img

Judi Online, Bisakah Dijerat Pidana Mati?

Oleh :
Lia Istifhama
Anggota DPD RI Terpilih 2024-2029

Perang melawan judi online kian gencar dilakukan banyak pihak, terutama pemerintah. Terlebih pasca diretasnya beberapa web pemerintah yang kemudian menjadi ajang promosi judi online. Sebut saja portal Pemkot Malang yang beralih menjadi https://geoportal.malangkota.go.id/slotthailand/ dengan menyajikan flyer promosi permainan slot daring atau slot gacor tanpa lagi ada isi berita atau informasi terkait Pemkot Malang.

Diantara tindakan masif yang dilakukan pemerintah untuk menekan maraknya penyakit judi online (judol) adalah penangkapan pemain judi di berbagai tempat, diantaranya oleh Polres Metro Jakarta Barat yang 11 Juli kemarin menangkap 29 pemain judi berikut selebgram yang mempromosikan judol.

Selain itu, kepolisian juga mengungkap sindikat judi online internasional yang beroperasi di apartemen kawasan Grogol Petamburan, Jakarta Barat.

Canggihnya pelaku judol ‘menguasai digital’ bukanlah isapan jempol. Terbukti, bukan hanya mampu meretas setidaknya 855 situs pemerintah hingga pendidikan untuk memasarkan situs mereka, tapi juga leluasa berselancar di dunia maya dengan cara memanfaatkan search engine optimization (SEO) sehingga tampilan website yang berhasil diretas tersebut muncul di halaman pertama mesin pencari Google.

Bukan hanya penegakan hukum pada sindikat judol, berbagai instansi pemerintah pun turut bertindak tegas pada Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ‘keranjingan’ main slot judol. Di Sleman misalnya, ASN yang bermain judol dikenakan sanksi etik atau administrasi.

Bukan tanpa alasan, judol memang sangat mereasahkan. Bahkan bukan rahasia umum, praktek judol ‘ampuh’ menguras pendapatan masyarakat dan menjadi salah satu indikator potensi resesi ekonomi. Betapa tidak? Perputaran uang judol mencapai harga sangat fantastis. Di Jakarta Barat saja misalnya, perputaran uang judol jaringan Kamboja di Jakbar disebut mencapai Rp200 M.

Tak terelakkan, efek domino judi online merembet ke banyak aspek. Bahkan tak dipungkiri, hubungan rumah tangga suami istri. Sebut saja kasus istri di Mojokerto membakar suami akibat ulah suami menghabiskan gaji ke-13 utnuk bermain slot.

Berita Terkait :  Berantas Praktik Impor Ilegal Demi UMKM

Habit atau kebiasaan suami bermain judi slot pun terang-terangan disebut sebagai alasan perceraian. Di Gresik misalnya, Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Gresik mencatat bahwa hingga 5 Juli 2024, terdapat 842 pasangan suami istri memilih untuk mengakhiri hubungan rumah tangga mereka. Dengan rincian 373 karena faktor ekonomi, 273 faktor perselisihan dan pertengkaran terus menerus, 120 KDRT hingga 76 Perkara lain. Mirisnya dari 373 faktor ekonomi sebagai isi gugatan cerai, 80 persen diantaranya akibat faktor judi online.

Dengan begitu, realita tersebut menguatkan apa yang menjadi pesan moral Presiden Jokowi.

“Judi mempertaruhkan masa depan individu maupun keluarga. Sudah banyak terjadi karena judi harta benda habis terjual, karena judi suami istri bercerai, karena judi (orang) melakukan kejahatan, melakukan kekerasan, bahkan tidak sedikit yang menimbulkan korban jiwa, Judi itu bukan hanya mempertaruhkan uang, bukan hanya sekedar game atau iseng-iseng berhadiah. Tapi judi itu mempertaruhkan masa depan, baik masa depan diri sendiri, masa depan keluarga dan masa depan anak-anak kita,” Pesan Jokowi dalam keterangan video yang diunggah youtube Sekretariat Presiden.

Efek destruktif yang ditimbulkan judi online memang harus diakui sangat luar biasa, tingginya angka perceraian, meningkatnya perilaku kejahatan dan kekerasan serta bertambahnya jumlah kemiskinan adalah rentetan residu atau masalah yang meresahkan masyarakat akibat judi online.

Bahkan bukan hanya yang terlihat dalam data perceraian yang dirilis Pengadilan Agama (PA) Gresik, tapi dari beberapa Kabupaten Kota lainnya, seperti di Kabupaten Bojonegoro yang mana gugatan perceraian mencapai 971 dan Kabupaten Tulungagung yang mencapai 158 kasus gugatan cerai, kecanduan judi online yang dialami para suami disinyalir menjadi faktor cukup dominan.
3
Dari potret realita tersebut, tak dapat dibantahkan bahwa kecanduan judi online memang ‘ampuh’ membawa dampak negatif terhadap kehidupan rumah tangga terutama hancurnya perekonomian keluarga, yang mana anggaran yang seharusnya diperuntukkan untuk kebutuhan keluarga harus teralihkan untuk kebutuhan judi online.

Berita Terkait :  Tzu Chi, Diplomasi Publik Taiwan di Indonesia

Pantas saja, judol atau judi online memberikan tekanan kepada suami saat kehilangan uang hasil pendapatannya bekerja akibat passionnya bermain slot sehingga memicu kekerasan dalam rumah tangga. Sedangkan dari sisi istri, keterbatasan ekonomi menimbulkan dampak negatif, terutama dalam aspek psikologis, dan tekanan stress semakin tinggi jika sikap suami yang tidak kooperatif ataupun terbuka terkait pendapatan. Terlebih jika suami memiliki sikap defensif menolak menghentikan passion ‘main slot’.

Mau tidak mau, judi online memang merupakan masalah serius yang dapat merusak rumah tangga dan membawa dampak negatif bagi kehidupan keluarga. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk bekerja sama dalam mencegah judi online dan membantu para korban kecanduan judi online.

Pemerintah sendiri, telah menunjukkan iktikad dan komitmen kuat untuk memerangi dan memberantas perjudian online. Sebagai contoh, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), sejak 17 Juli 2023 hingga 21 Mei 2024 tercatat 1.904.246 konten judi online berhasil dihapus (take down), serta sebanyak 5.364 rekening dan 555 dompet elektronik yang terafiliasi dengan judi online sudah diajukan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) untuk diblokir.

Kemenkominfo juga terus melakukan koordinasi dengan berbagai platform digital seperti Google dan Meta, setelah mencatat perubahan kata kunci sebanyak 20.241 kali di Google dan 2.637 kata kunci baru di Meta. Kemenkominfo pun mencatat ada 14.823 konten sisipan terindikasi judi online di situs lembaga pendidikan serta 17.001 konten sisipan serupa di situs-situs pemerintahan.

Upaya pemerintah memang sangat patut diapresiasi. Namun tanpa didukung dengan pembentukan mental melawan judi online, maka sumber masalah atau core dari permasalahan judi online, tidak dapat direduksi. Sedangkan, masalah psikososial-lah yang menjadi alasan kuat mengapa judi online sangat digemari masyarakat.

Berita Terkait :  Menghancurkan Stereotip Gender dan Patriarki

Problem solving yang diambil pun harus tepat sesuai jenis masalah yang terjadi. Dengan kaya lain, upaya solutif melalui psikososial yang harus diaplikasikan. Diantaranya adalah tindakan edukasi dan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya judi online, sekaligus memberikan advokasi ataupun rehabilitasi mental psikososial bagi para korban kecanduan judi online, yaitu suami maupun istri.

Kemudian, menguatkan pemahaman pentingnya mental pekerja keras secara aktif, bukan mengandalkan kamuflase pasif income namun justru bermuara pada mental kemiskinan kultural, yaitu berharap ada tambahan pendapatan dengan menitipkan uang dalam sebuah permainan slot yang akibatnya justru uang pribadi yang semakin hilang tak berbekas.

Sedangkan upaya penegakan hukum yang dilakukan Pemerintah, seperti penjeratan Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2024 terkait ITE dan atau Pasal 303 KUHP tentang perjudian dengan ancaman 10 tahun penjara, mungkin perlu diperkuat dengan ancaman pidana mati.

Salah satu poin yang mengkaitkan maraknya judol dengan ancaman pidana mati bisa direlevansikan dengan Pasal 9 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang kejahatan terhadap kemanusiaan.

Dalam arti, judol telah menjadi serangan secara meluas atau sistematik yang secara langsung merugikan penduduk sipil. Banyak peristiwa penganiayaan, bunuh diri maupun pembunuhan akibat terhimpitnya ekonomi karena masyarakat menjadi korban kamuflase passive income berkedok judol.

Jika pasal kejahatan terhadap kemanusiaan dapat diterapkan sebagai ancaman pidana terhadap kejahatan judol, maka sangat mungkin diterapkannya Pasal 37, yaitu ancaman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 25 (dua puluh lima) tahun dan paling singkat 10 (sepuluh) tahun.

Akhir kata, jika memang judol disepakati sangat meresahkan negara ini dan biang resesi global yang secara langsung menjadikan masyarakat sipil sebagai korban, mungkinkan Pidana mati diterapkan pada pelaku?

———— *** —————-

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img