28 C
Sidoarjo
Sunday, October 6, 2024
spot_img

Kesejahteran Petani Jawa Timur


Oleh :
Prof Sutawi
Guru Besar Agribisnis Universitas Muhammadiyah Malang

Provinsi Jawa Timur merupakan gudang pangan nasional, terutama komoditas pertanian dan peternakan.Pada subsektor tanaman pangan, Jawa Timur menyumbang 17,86% produksi padi, 29,97% produksi jagung, 28,03% produksi kedelai, dan 19,02 produksi ubi jalar nasional. Pada subsektor perkebunan, Jawa Timur menyumbang 49,63% produksi tebu nasional. Pada subsektor hortikultura, Jawa Timur menyumbang 41,88% produksi cabai rawit dan 24,13% produksi bawang merah nasional. Pada subsektor peternakan, Jawa Timur menyumbang 22,25% produksi daging sapi, 15,58% produksi daging ayam ras, 14,67% daging ayam buras, 23,61% produksi telur ayam, dan 54,90% produksi susu sapi nasional.

Keberhasilan pembangunan pertanian tidak hanya diukur darimelimpahnya volume produksi dan murahnya harga komoditas pertanian, tetapi juga kesejahteraan petani. Sensus Pertanian 2023 (ST2023) mencatat Rumah Tangga Usaha Pertanian (RUTP) paling banyak terdapat di Provinsi Jawa Timur dengan jumlah 5,531 juta (19,46%) dari 28,419 juta RUTP di Indonesia, terdiri RUTP tanaman pangan 3,263 juta, hortikultura 2,050 juta, perkebunan 1,193 juta, peternakan 3,385 juta, perikanan 210.829, dan kehutanan 824.833, serta jasa pertanian 69.286. Jika setiap RUTP terdiri 4 orang, maka sebanyak 22,124 juta (53,13%) dari 41,64 juta penduduk Jawa Timur menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Dengan demikian, kesejahteraan petani harus mendapat perhatian serius bagi pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Kesejahteraan petani dapat dilihat antara lain dengan indikator Nilai Tukar Petani, Nilai Tambah Pertanian per Tenaga Kerja, dan kemiskinan petani.Pertama, Nilai Tukar Pertani (NTP). NTP merupakan perbandingan antara indeks yang diterima petani (IT) dengan indeks yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan dalam persentase. NTP dapat menggambarkan tingkat daya beli petani untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga dan usaha taninya. NTP dapat digunakan sebagai salah satu proxy untuk melihat tingkat kesejahteraan petani secara cepat atau jangka pendek, dengan asumsi kesamaan kuantitas produksi antar waktu. NTP juga dapat digunakan untuk mengukur kemampuan tukar (term of trade) produk yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam berproduksi dan konsumsi rumah tangga. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan atau daya beli petani.

Berita Terkait :  Investasi dan Penyerapan Tenaga Kerja

NTP lebih besar dari 100 berarti petani mengalami surplus. Harga produksinya naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya; dengan demikian tingkat kesejahteraan petani lebih baik dibanding tingkat kesejahteraan petani sebelumnya. Tingkat kesejahteraan petani Jawa Timur selama tiga tahun terakhir mengalami peningkatan, namun masih lebih rendah dibandingkan rata-rata tingkat kesejahteraan petani Indonesia. NTP petani Jawa Timur tahun 2021 sebesar 100,02 lebih rendah dibanding nasional 104,64, NTP tahun 2022 sebesar 102,49 lebih rendah dibanding nasional 107,33, dan NTP sampai Oktober 2023 sebesar 108,26 lebih rendah dibanding nasional 111,49.

Kedua, Nilai Tambah Pertanian per Tenaga Kerja (NTP/TK). NTP/TK memberikan gambaran tentang produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian.Semakin besar pendapatan atau penghasilan tenaga kerja per petani maka semakin besar tingkat kesejahteraan petani. Kementan (2023) mencatat NTP/TK di sektor pertanian Jawa Timur sebesar Rp42.375 juta, lebih rendah dibanding NTP/TK nasional sebesar Rp60,700 juta. NTP/TK petani tersebut hanya sebesar 59,58% dibanding rata-rata pendapatan per kapita penduduk Jawa Timur tahun 2023 sebesar Rp71,121 juta. Rendahnya NTP/TK petani ini disebabkan petani pada umumnya menjual komoditas mentah tanpa diolah yang harganya murah dan sebagai dampak kebijakan pangan murah oleh pemerintah.

Ketiga, kemiskinan petani.Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan bersifat multidimensional sehingga menjadi prioritas pembangunan. Program-program pembangunan selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.BPS (2023) mencatat Garis Kemiskinan pada Maret 2023 sebesar Rp550.458/kapita/bulan.

Berita Terkait :  Dorong Upaya Perlindungan Produk UMKM Domestik

Kementan (2023) mencatat terdapat 25,898 juta (9,36%) dari total 276,786 juta penduduk Indonesia tergolong penduduk miskin, di mana sebanyak 10,339 juta (39,92%) di antaranya adalah anggota rumah tangga petani. Jika jumlah petani miskin dirinci berdasarkan subsektor diketahui bahwa 6,038 juta (58,40%) adalah petani tanaman pangan, 1,084 juta (10,49%) petani hortikultura, 2,118 juta (20,49%) pekebun, dan 1,098 juta (10,62%) peternak. Di Jawa Timur, dengan garis kemiskinan tahun 2023 sebesar Rp507.286 per kapita per bulan terdapat penduduk miskin sebanyak 4,188 juta (10,35%). BPS Jawa Timur (2023) mencatat 45% masyarakat miskin di Jawa Timur adalah petani.

Besarnya angka kemiskinan yang diderita oleh keluarga petani tanaman pangan berkaitan dengan penghasilan usahatani yang sangat kecil. Survei Ongkos Usahatani Tanaman Padi dan Palawija yan dilakukan BPS tahun 2017 (SOUT-2017) mencatat penghasilan petani padi hanya Rp 1,238 juta/bulan, jagung 1,047 juta/bulan, kacang tanah Rp 1,052 juta/bulan, ubi kayu Rp 869 ribu/bulan, kacang hijau Rp 469 ribu/bulan, dan kedelai Rp 307 ribu/bulan. Hasil Survei Pertanian Terintegrasi (SITASI) tahun 2021 oleh BPS menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan bersih petani skala kecil yang mengelola lahan kurang dari 2 hektar hanyasebesar Rp5,23 juta pertahun (Rp435.833 per bulan), sedangkan usaha pertanian kelompok dan perusahaan pertanian dapat meraup penghasilan sebesar Rp22,980 juta per tahun (Rp1,915 juta per bulan). Penghasilan petani tersebut sangat jauh di bawah upah minimum propinsi Jawa Timur Rp2.114.335-Rp4.525.479 per bulan.

Berita Terkait :  Reog Sepuh; Kesenian Khas Desa Bedingin Ponorogo

Kesejahteraan petani bisa meningkat jika mereka punya lahan pertanian yang luas, karena struktur produksi usahatani berbasis pada luas lahan. Masalahnya, mayoritas (15,89 juta) petani di Indonesia hanya memiliki luas lahan pertanian kurang dari 0,5 ha, sebanyak 4,34 juta petani lahan pertaniannya hanya di kisaran 0,5-0,99 ha. Petani yang luas lahan pertaniannya sebesar 1-1,99 ha sebanyak 3,81 juta jiwa, sedangkan petani yang luas lahannya di kisaran 2-2,99 ha sebanyak 1,5 juta jiwa. Di atas luasan itu, jumlah petaninya tidak sampai 1 juta jiwa.Hasil SITASI 2021 menunjukkan sebanyak 99,94 persen unit usaha pertanian perorangan mengelola lahan pertanian rata-rata seluas 0,95 ha, 0,05 persen unit usaha pertanian kelompok mengelola lahan seluas 2,81 ha, dan 0,01 persen perusahaan pertanian mengelola lahan seluas 4,535 ha.Provinsi Jawa Timur termasuk salah satu provinsi dengan petani skala kecil terbanyak di Indonesia sebesar 74,69 persen. Faktor sempitnya lahan dan kecilnya pendapatan inilah yang menyebabkan generasi Y/milenial (usia 25-40 tahun) dan generasi Z (usia 9-24 tahun) enggan berprofesi sebagai petani. *

———- * ————

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img