Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) di berbagai daerah mulai menegakkan peraturan berkait pelanggaran Pemilu. Bahkan beberapa Pemerintah Daerah (propinsi serta kabupaten dan kota) turut menjaga ketat penegakan hukum netralitas ASN dalam Pemilu. Bahkan Bawaslu telah memiliki daftar daerah dengan peringkat kerawanan netralitas ASN di seluruh Indonesia.Juga masih dianggap perlu ditambah Panitia Kerja (Panja) di DPR-RI sebagai “desk” netralitas Polri dalam Pemilu 2024.
Pemilu (Legislatif, Pilpres, dan Pilkada), merupakan amanat konstitusi.UUD pasal 22E ayat (1), menyatakan”Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.”Terdapat frasa khusus yang diamanatkan konstitusi.Yakni “bebas, rahasia, jujur, dan adil.”Sehingga diperlukan pengawasan, dan pemantauan ketat, dengan pembentukan Lembaga khusus pengawasan Pemilu.Serta partisipasi masyarakat (LSM).Termasuk pembentukan KIPP (Komite Independen Pemantau Pemilu).
Harus diakui, Prakarsa adanya KIPP muncul sebagai respons kekhawatiran terhadap kecurangan Pemilu.Biasa dilakukan rezim petahana pada zaman orde baru.Jelang Pemilu 1997, kuat desakan didirikan KIPP.Digagas oleh kalangan aktifis, wartawan, dan akademisi.Awalnya sudah didukung 20 relawan. Tak cukup, pemantau Pemilu juga didirikanUniversity Network for Free Election (UNFREL), yang digagas oleh Rektor dari 14 universitas di seluruh Indonesia. Berlanjut pula didirikan Forum (174) Rektor, turut memantau Pemilu tahun 1999.
Maka netralitas ASN, TNI, dan Polri, wajib dijaga oleh pucuk pimpinan TNI, Polri, dan pimpinan ASN secara struktural dan fungsional.Bahkan Panglima TNI telah menegaskan, netralitas TNI menjadi “harga mati.”Namun tidak cukup dengan kata-kata dan orasi.Melainkan wajib diwujudkan dalam realita aksi.Karena seluruh masyarakat juga menjaga netralitas aparat (sipil dan militer). Jika terdapat aparat tidak netral, bisa dipastikan akan menjadi informasi yang viral. Bisa memalukan institusi.Seolah-olah tidak mengerti peraturan.
Masyarakat meng-apresiasi penegakan hukum terhadap 6 personel TNI di Boyolali, yang melakukan penganiayaan terhadap relawan Paslon Pilpres.Seluruhnya tergolong muda (berpangkat Prada).Akan diproses sesuai hukum pidana militer.Masyarakat juga meng-apresiasi penegakan hukum terhadap 13 anggota Satpol PP kabupaten Garut, yang deklarasi mendukung salahsatu Paslon Pilpres.Bupati Garut sudah minta maaf.
Bahkan Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, memastikan pemberian sanksi. Antara lain pemberian “hukuman” tidak diberi tunjangan gaji antara 1 bulan hingga selama 3 bulan.ASN memiliki kewajiban netralitas yang diamanatkan UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Juga dilarang menjadi anggota dan pengurus partai politik.Ke-tidaknetral-an ASN akan sangat mempengaruhi pelayanan pada mastarakat. Niscaya merugikan negara, pemerintah, dan masyarakat.
Ironisnya, sebagian Bawaslu daerah masih mengumpulkan bukti-bukti. Tetapi Bawaslu daerah yang lain bertindak cepat. Penegakan hukum netralitas Pemilu 2024, terasa sangat dikhawatirkan.Konon, banyak politisi telah “mengendus” potensi ke-tidak netral-an. Padahal netralitas sudah diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.Beberapa pihak, secara kelembagaan dan perorangan, dilarang mengikuti kampanye Pemilu, dan Pilpres.
Larangan keberpihakan tercantum dalam pasal 280 ayat (2).Termasuk di dalamnya Kepala Desa, perangkat desa, ASN (Aparatur Sipil Negara), TNI, dan Polri.Hukuman terhadap pelanggaran pasal 280 ayat (2), tercantum dalam pasal 494.
Bawaslu telah memiliki catatan daerah dengan kerawanan netralitas.Terutama Maluku Utara berada di posisi pertama lantaran meraih skor maksimal 100 poin. Disusul Sulawesi Utara (55,87 poin), dan Banten (22,98 poin). Netralitas patut ditegakkan untuk menjaga Pemilu berkualitas, serta jaminan legitimasi.
——– 000 ———