Anggur asal Thailand, muscat, yang biasa diimpor, diduga kuat mengandung residu pestisida. The Thai Pesticide Alert Network (Thai-PAN), menjejaki residu perstisida yang “tertinggal” pada anggur, di atas tingkat maksimum yang di-izinkan. Patut diwaspadai, karena mayoritas anggur masih disuplai dari impor, dari berbagai negara. Termasuk dari China, dan Thailand. Jumlah anggur impor tercatat sebanyak 79 ribu ton (selama Januari hingga Oktober 2024).
Temuan dari Thailand, tergolong terlambat. Karena sebenarnya setiap tanaman anggur selalu disemprot dengan pestisida, untuk melindungi tanaman dari “penjarahan” oleh hama pengganggu. Terutama lalat, dan ngengat buah, yang biasa menghisap buah anggur. Beberapa komunitas petani anggur di Indonesia, “ber-kiblat” pada Thailand. Misalnya, komunitas petani anggur Mojokerto, dan Blitar, dibimbing oleh ahli anggur Thailand, Mr. Worachest Khattiya.
Di Jawa Timur jenis anggur yang popular dan berharga mahal, antara Rp 100 ribu hingga Rp 300 ribu per-kilogram. Antara lain varian Shine Muscat, Jupiter, Bai Konor, Everest, Gozv. Anggur juga memiliki catatan perdagangan yang cukup menggirukan. Tercatat impor anggur nasional semakin besar, tumbuh sekitar 15% setahun. Pada tahun 2020 sebanyak 83,044 ton seharga US$273,268 juta. Pada tahun 2023 (sampai Agustus) menjadi sebanyak 101,9 juta ton dengan nilai US$ 330,4 juta (setara Rp 5,19 trilyun).
Terdapat mandatory UU Nomor 21 tahun 2019 Tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Di dalamnya terdapat kewajiban pengawasan dan pengendalian aspek keamanan dan mutu pangan. Setiap bahan pangan impor wajib melalui proses pemeriksaan komoditas pangan impor, yakni di pre-border dan at-border. Tak terkecuali importasi buah anggur telah dilakukan pengujian residu pestisida. Termasuk Klopirifos di negara asal oleh laboratorium terakreditasi yang telah diregistrasi oleh Badan Karantina.
Seluruhnya dibuktikan dengan penerbitan sertifikat hasil uji atau certificate of analysis (COA). Hasilnya, seluruh anggur yang masuk Indonesia, kadar pestisida masih di bawah kadar yang dibolehkan. Namun sebaiknya mencuci anggur sebelum di-konsumsi. Walau menurut komunitas petani anggur, pestisida biasanya sudah hilang Ketika tersiram air hujan.
Sesungguhnya, banyak anggur yang penampakannya seperti impor, tetapi berasal dari area lokal. Hasil tanaman petani lokal. Tetapi nasib holtikultura Jawa Timur, tidak hanya bergelut dengan cuaca ekstrem. Melainkan juga bersaing sengit dengan produk impor. Ini lebih mengkhawatirkan, karena peredaran holtikultura impor telah merasuk jauh ke hypermarket, supermarket, hingga pasar tradisional. Bahkan gudang di Puspa Agro (milik pemerintah) juga dipenuhi buah dan rempah-rempah impor (asal China dan Thailand serta Amerika Serikat).
Padahal, pada aspek keamanan meng-konsumsi buah impor, sangat tidak terjamin. Hal itu disebabkan pengawasan terhadap sistem tanam tidak dapat diawasi secara langsung. Begitu pula penggunaan bibit, pupuk dan pengobatan hama (pestisida) serta rekayasa genetik tanaman buah, di luar jangkauan pengawasan pemerinta RI. Juga bahan pengawet dalam proses pengangkutan (impor) cukup berbahaya untuk kesehatan.
Seperti terjadi pada awal tahun 2015. Badan Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (AS) memperingatkan warganya untuk tidak mengonsumi apel jenis Granny Smith dan Gala. Karena dijejaki mengandung bakteri Listeria monocytogenes, sangat berbahaya dikonsumsi oleh ibu hamil, bayi, anak-anak, dan orang dewasa. Wabah itu merebak sebelum Natal tahun dan merajalela di sebelas negara bagian.
Perlu waspada dengan mengurangi buah impor. Lebih baik mengkonsumsi berbagai buah lokal buah yang lebih segar. Termasuk hortikultura khas daerah. Seperti, mangga Probolinggo, durian Dolopo, jeruk Pacitan, atau apel manalagi (asal kota Batu).
——— 000 ———