Semua penetapan upah telah mematuhi kebijakan yang disampaikan pidato Presiden Prabowo Subianto. Walau APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) belum sepakat benar. Namun telah menunjukkan itikad bisa menerima kenaiakn upah 6,5%. Sekaligus menunggu insentif regulasi perekonomian. Termasuk pengecualian pengenaan PPN 12%, serta kemudahan proses impor dan ekspor. Kepala Daerah (Gubernur, Bupati,d an Walikota) diberi kewenangan membuat kebijakan pengupahan dalam koridor naik 6,5%.
Antara Upah Buruh (UB) dengan Insentif Pengusaha (IP), bagai rem dan gas pada kendaraan. Wajib di-serasi-kan, dan dipastikan bekerja maksimal. Kenaikan UB yang memadai, bertujuan menjaga stabilitas daya beli masyarakat. Sedangkan IP diharapkan menjaga keberlanjutan industri (dan jasa). Konon pemerintah tengah menggodok jenis insentif untuk membantu kalangan usaha. Karena sebenarnya yang dibutuhkan oleh pengusaha, bukan sekadar tarif. Melainkan kemudahan berusaha.
Kepastian jaminan investasi, juga menjadi prasarana strategis. Bahkan tiada guna menaikkan upah samai 200%, manakala keberlanjutan usaha (dan investasi) tidak terjamin. Walau realitanya selama ini, pengusaha selalu bisa menambah pabrik, dan menambah komoditas produksi. Namun keadaan buruh tetap nelangsa. Tidak mampu menyisihkan upah untuk menabung. Bahkan banyak yang terjerat utang pada rentenir (dan pinjol, pinjaman online).
Pada masa kini, mem-banderol upah buruh rendah, terasa tidak adil. Karena tidak sesuai pertumbuhan ekonomi selama tahun diperkirakan masih positif 5% lebih. Serta terdapat pertumbuhan penciptaan lapangan kerja sebanyak 3,5 juta orang. Begitu konsumsi rumahtangga Indonesia menyumbang 54,43% terhadap produk domestik bruto (PDB). Menunjukkan bahwa konsumsi rumahtangga masih menjadi penopang utama PDB Indonesia dari sisi pengeluaran. Masih diserftai pertumbuhan positif sekitar 4,9%.
Sebagai lanjutan “pengamanan” konsumsi rumahtangga, pemerintah diharapkan mampu menjaga stabilitas harga. Maka bisa dikategorikan perekonomian Indonesia masih baik-baik saja. Layak sebagai jaminan investasi. Walau beberapa perusahaan melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Disebabkan terbelit manajemen berkait perubahan geo-politik global.
Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan, angka PHK mencapai hampir 65 ribu orang sejak Januari hingga Novemberr 2024. Pada (satu) bulan Oktober, terdapat 6.800 pekerja di-PHK. Provinsi DKI Jakarta menjadi yang tertinggi dalam angka PHK, mencapai 14.500 orang. PHK di Jakarta meningkat 94% dibanding bulan sebelumnya. Begitu pula di propinsi Banten mengalami kenaikan 15,47% menjadi 12.500-an orang. Sedangkan di Jawa Tengah mencatat PHK sebanyak 12.500-an orang. Jawa Timur mencatat PHK paling sedikit di seantero Jawa, 3.700-an orang .
Setiap Kepala Daerah seharusnya memahami efek (strategis) upah buruh. Tak kalah dengan gaji (penghasilan) ASN. Di Jawa Timur, jumlah orang yang bekerja sebanyak 23,3 juta orang. Termasuk di sektor pertanian, perikanan, dan buruh bidang manufaktur. Umumnya, peng-upahan hanya mencatat buruh yang bekerja pada sektor industri (pabrik), karyawan BUMD, BUMN, serta pada industri jasa dan perdagangan besar.
Banyak yang luput dari sistem per-buruhan (orang yang diberi upah). Terutama pekerja pada sektor formal menjadi perhatian utama. Di Jawa Timur jumlahnya mencapai 8,37 juta orang, hanya sekitar 36,89% dari total pekerja. Selebihnya, sekitar 14,33 juta (63,11%) bekerja di sektor informal, UMKM, dan industri kecil skala rumah tangga, dan berbagai jasa. Tingkat perekonomian (mayoritas) pekerja sektor informal belum sejahtera. Juga nyaris tanpa perlindungan, dan pembinaan pemerintah. Sedangkan ASN seluruhnya (100%) telah sejahtera, sekaligus dilarang menerima bantuan sosial.
Masih diharapkan pemerintah kukuh menjaga inflasi, tidak menyesap habis penghasilan nafkah rakyat. Upah buruh yang layak, niscaya bisa meningkatkan konsumsi rumahtangga. Berujung sebagai penglipur sosial.
——— 000 ———