25 C
Sidoarjo
Monday, September 16, 2024
spot_img

UKT Mahal, Kuliah Terganjal


Oleh :
Amir Rifa’i
Dosen AIK UMM dan Pemerhati Pendidikan

Polemik kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Indonesia terus menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, orang tua dan pengelola perguruan tinggi. UKT yang pada awalnya diterapkan sebagai upaya untuk meringankan beban mahasiswa ternyata memunculkan berbagai polemik yang mengganggu kestabilan sistem pendidikan tinggi di Indonesia.

Kenaikan UKT yang sempat direncanakan oleh pemerintah hingga kini masih menimbulkan berbagai polemik. Dan ini harus disikapi serius oleh pemerintah. Mengingat pendidikan menyentuh seluruh lapisan masyarakat yang menginginkan generasi masa depan bisa menjadi generasi “emas”, berilmu dan berintegritas.

Jika rencana ini dibiarkan, maka akan memunculkan kastanisasi manusia karena keterbatasan biaya dalam pendidikan. Perkara ini bisa memunculkan marjinalisasi yang akan terus mendera bangsa dengan beban masyarakat yang hidup tanpa ilmu pengetahuan, kebodohan bahkan kemiskinan. Karena jika uang pendidikan menjadi mahal, maka akan berpengaruh dalam kehidupan masyarakat.

Sebagaimana diketahui, UKT merupakan sistem pembayaran biaya kuliah yang diterapkan di perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia sejak tahun 2013. Tujuannya adalah untuk membuat biaya pendidikan lebih terjangkau dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat. UKT ditentukan berdasarkan kemampuan ekonomi orang tua atau pihak yang membiayai mahasiswa, dengan harapan dapat meringankan beban keluarga kurang mampu.

Namun kini dengan adanya rencana kenaikan, menjadi salah satu polemik terbesar terkait UKT adalah ketidaksesuaian antara kategori UKT dengan kemampuan ekonomi mahasiswa. Banyak mahasiswa mengeluhkan bahwarencana kenaikan UKT tidak mencerminkan kondisi ekonomi yang sebenarnya. Sehingga bagi sebagian masyarakat akan merasa terbebani dengan rencana kenaikanya tersebut.

Berita Terkait :  Menyidik Judi Online

Dampak kenaikan UKT yang signifikan berdampak langsung pada kemampuan finansial mahasiswa untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Faktanya banyak mahasiswa terpaksa menghentikan studi mereka karena tidak mampu membayar biaya kuliah yang semakin mahal. Hal ini terutama dirasakan oleh mahasiswa dari keluarga dengan penghasilan menengah ke bawah. Ketika biaya kuliah naik, pilihan bagi mereka semakin terbatas, dan mimpi untuk meraih gelar sarjana pun menjadi semakin jauh, yang artinya akses untuk menikmati sebuah pendidikan menjadi sulit.

Disisi lain kenaikan UKT juga membebani keluarga mereka. Orang tua yang sebelumnya sudah berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kini harus menghadapi tekanan tambahan untuk membayar biaya kuliah yang semakin tinggi. Banyak keluarga yang akhirnya harus berhutang atau menjual aset mereka demi memastikan anak-anak mereka bisa terus berkuliah. Beban finansial yang meningkat ini dapat menimbulkan stres dan mengganggu stabilitas ekonomi keluarga.

Kebijakan kenaikan UKT juga berpotensi memperlebar kesenjangan sosial, potensi meningkatnya putus kuliah. Bagi mahasiswa dari keluarga mampu dapat terus melanjutkan pendidikan mereka tanpa kendala, sementara mahasiswa dari keluarga kurang mampu terpaksa berhenti. Akibatnya, pendidikan tinggi yang seharusnya menjadi alat untuk mengurangi kesenjangan sosial justru memperparah ketimpangan yang ada, miris.

Lalu apa yang menjadi penyebab naiknya UKT? Sebagaimana diketahui, Biaya operasional perguruan tinggi terus meningkat seiring waktu. Kenaikan harga barang dan jasa, gaji dosen dan staf, serta biaya pemeliharaan fasilitas kampus semuanya berkontribusi pada peningkatan biaya operasional. Tanpa adanya subsidi yang memadai, PTN terpaksa membebankan kenaikan biaya ini kepada mahasiswa melalui UKT yang lebih tinggi.

Berita Terkait :  Bahasa Indonesia Bercermin Diri

Belum lagi jikalau subsidi dari pemerintah untuk perguruan tinggi negeri berkurang. Dengan semakin terbatasnya dana yang dialokasikan pemerintah, PTN harus mencari cara lain untuk menutupi biaya operasional dan pengembangan institusi yang berada di bawahnya. Salah satu cara yang paling mudah adalah dengan menaikkan UKT. Namun, kebijakan ini jelas tidak adil bagi mahasiswa yang kurang mampu.

Mirisnya dari rencana kenaikan UKT, beberapa perguruan tinggi berargumen bahwa kenaikan uang tersebut diperlukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan fasilitas yang mereka tawarkan. Untuk bersaing di tingkat nasional dan internasional, Maka perguruan tinggi perlu melakukan investasi besar dalam penelitian, teknologi, dan infrastruktur. Namun, tanpa manajemen yang baik, kebijakan ini justru memberatkan mahasiswa dan orang tua, sekali lagi mahasiswa adalah menjadi korban pertama dalam rencana ini.

Solusi Kenaikan UKT
Perguruan tinggi perlu melakukan mengeksplorasi skema pembiayaan alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada UKT yang dibebankan pada mahasiswa. Salah satu opsinya adalah meningkatkan kerjasama dengan kalangan industri melalui program, seperti magang, penelitian bersama, dan kemitraan lainnya. Selain itu, perguruan tinggi bisa mengembangkan unit usaha sendiri yang dapat menghasilkan pendapatan tambahan. Jika ini dilakukan, penulis merasa hal ini tidak hanya membantu mengurangi biaya kuliah, tetapi juga memberikan pengalaman praktis bagi mahasiswa dilapangan, juga menjadi bekal untuk mengarungi kehidupan pasca kuliah.

Berita Terkait :  Retensi dan Rotasi Pengajar di Sekolah Pesantren

Selain itu, pemerintah pusat perlu meningkatkan anggaran untuk pendidikan tinggi. Subsidi yang memadai akan memungkinkan PTN untuk menutupi biaya operasional tanpa harus membebankan kenaikan biaya kepada mahasiswa. Karena dengan anggaran yang lebih besar, perguruan tinggi dapat meningkatkan kualitas pendidikan tanpa mengorbankan aksesibilitas bagi mahasiswa dari berbagai latar belakang yang berbeda.

Hal terakhir adalah perguruan tinggi harus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana. Mahasiswa dan orang tua berhak mengetahui bagaimana dana yang mereka bayar digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Maka proses penetapan UKT juga harus dilakukan secara transparan dan berdasarkan data yang akurat untuk menghindari ketidakadilan dan kecurigaan.

Akhirnya kita berharap bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara dan merupakan investasi penting untuk masa depan bangsa. Oleh karena itu, kebijakan pendidikan harus dirancang sedemikian rupa agar dapat memberikan akses yang adil dan merata bagi semua lapisan masyarakat. Dengan pendekatan yang tepat, kita dapat menciptakan sistem pendidikan tinggi yang inklusif, berkualitas, dan berkelanjutan.

———— *** ————–

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img