Pemkab Probolinggo, Bhirawa
Suara gamelan berpadu dengan desir angin dari Danau Ranu Segaran, Desa Segaran Kecamatan Tiris, Sabtu (8/11). Di atas panggung apung, tujuh kendi air dari tujuh danau disatukan perlahan. Di tengah sorak ribuan warga, air yang mengalir itu menjadi simbol kebersamaan dan harapan baru bagi Kabupaten Probolinggo.
Festival yang digelar selama tujuh hari ini menjadi momen perayaan kekayaan alam dan budaya. Di antara pengunjung, tampak masyarakat, wisatawan, dan seniman lokal yang larut menikmati suasana. Ranu Segaran yang dikelilingi pepohonan hijau seakan menjelma menjadi panggung alam, tempat lahirnya semangat baru untuk pariwisata daerah.
Kegiatan pembukaan festival tersebut dihadiri oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur Evy Afianasari, Kepala Balai Diklat Industri (BDI) Surabaya Zya Labiba, Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Drs. Nanang Avianto, Kaajendam Kodam V Brawijaya, Komandan Komando Daerah Angkatan dan Laut 5 Laksda TNI Ali Triswanto serta para CSR dan unsur forkopimda.
Dalam sambutannya, Bupati Probolinggo, dr. Mohammad Haris atau akrab disapa Gus Haris menyebut Seven Lakes Festival sebagai wujud rasa syukur atas alam dan budaya yang dimiliki daerahnya. “Hari ini kami benar-benar bahagia, bisa merayakan keindahan alam dan memperkenalkan kembali budaya daerah. Besar harapan kami, kegiatan ini mampu menggerakkan perekonomian masyarakat dan menumbuhkan semangat kebersamaan,” ujarnya.
Ia menambahkan, angka tujuh dalam festival memiliki makna filosofis yang dalam. “Tujuh itu angka sempurna. Ada tujuh hari dalam seminggu, tujuh lapis langit, dan kami punya tujuh danau serta tujuh air terjun yang indah. Karena itu, festival ini berlangsung selama tujuh hari, dimulai tanggal 7 November,” jelasnya.
Penyatuan tujuh air di atas panggung apung menjadi bagian paling sakral dalam pembukaan. Air tersebut berasal dari Ranu Segaran, Ranu Agung, Ranu Betok, Ranu Gedang, Ranu Tlogoargo, Ranu Merah, dan Ranu Paleran. Ketujuhnya dibawa secara simbolis oleh tujuh talent, melambangkan harmoni dan persaudaraan antardaerah.
Prosesi penyatuan air itu dilakukan langsung oleh Gus Haris didampingi sejumlah tokoh daerah dan tamu undangan. Tetesan dari tujuh sumber tersebut menjadi simbol harmoni dan persaudaraan, sekaligus doa agar alam dan masyarakat Probolinggo tetap hidup dalam keselarasan.
Festival yang digelar selama tujuh hari ini mengusung konsep culture-nature tourism, memadukan pelestarian budaya dengan penghormatan terhadap alam. Menurut Gus Haris, pariwisata tidak boleh lepas dari nilai-nilai keberlanjutan. “Alam bukan warisan nenek moyang, tapi titipan anak cucu kita. Maka kita wajib menjaganya agar mereka kelak masih bisa menikmatinya,” tegasnya.
Di sisi lain, suasana festival juga memberi ruang bagi masyarakat sekitar untuk memamerkan hasil bumi dan karya tangan mereka. Beragam kuliner lokal, kerajinan batik, hingga produk UMKM memenuhi area pameran di sekitar danau. Aroma makanan tradisional berpadu dengan suara tawa pengunjung yang datang dari berbagai daerah.
Bagi sebagian warga, festival ini menjadi kesempatan untuk memperkenalkan kecamatan Tiris dan Krucil sebagai kawasan yang kaya pesona alam namun masih terjaga keasriannya. Gus Haris pun berharap geliat wisata ini mampu menggerakkan roda ekonomi masyarakat pedesaan. “Kami ingin Kecamatan Tiris dan Krucil bangkit. Banyak wisatawan datang, menginap, dan berbelanja di sini agar ekonomi lokal bergerak lebih hidup,” tuturnya.
Tak hanya warga lokal yang terpesona, wisatawan mancanegara pun turut menikmati suasana festival. Casey (32), wisatawan asal Amerika Serikat, mengaku terkesan dengan keindahan alam dan keramahan masyarakat Probolinggo. “Sangat cantik di sini. Saya suka tumbuhan hijaunya, alamnya, dan suasananya ramai tapi damai. Banyak orang menikmati pemandangan, berjalan di sekitar, mencoba makanan, dan melihat-lihat batik yang indah. Coraknya luar biasa,” ujarnya sambil tersenyum.
Casey menambahkan, baginya pengalaman itu terasa berbeda dibanding wisata alam lain yang pernah ia kunjungi. “Saya belum menjelajahi semuanya, tapi tempat ini besar dan sangat menarik,” katanya.
Bagi sebagian pengunjung, Seven Lakes Festival bukan sekadar tontonan, melainkan ruang bersama untuk menyadari bahwa alam dan budaya adalah identitas yang tak terpisahkan dari Kabupaten Probolinggo. Dari tujuh air yang disatukan, lahirlah satu cerita: tentang masyarakat yang ingin bangkit bersama, menjaga tanah kelahirannya dengan cinta.[fir.ca]


