Situbondo, Bhirawa
Jajaran Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Situbondo menggelar evaluasi intervensi spesifik stunting, Jumat (29/11). Acara tersebut berlangsung di Aula Lantai II Pemkab Situbondo. Kepala Dinkes Kabupaten Situbondo, dr Sandy Hendrayono mengatakan, ada 65 peserta dalam kegiatan tersebut. Mereka dari perwakilan Bapperida, BPS, Dispendukcapil, DP3AP2KB, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, DPMD, Dinsos serta TP-PKK. “Kemudian 17 camat, 20 kepala Puskesmas, 20 tenaga gizi Puskesmas,” ujar dr Sandy.
Dalam evaluasi ini, dokter Sandy menekankan, perbaikan gizi masyarakat merupakan upaya pokok untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Ini karena masalah gizi merupakan masalah yang penanganannya harus dilaksanakan secara terpadu dengan berbagai sektor, bukan hanya dengan pendekatan medis.
“Masalah gizi ini berkaitan erat dengan masalah ekonomi dan perilaku serta pengetahuan masyarakat. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan dan dampak kedepan jika kesehatan terabaikan,” katanya.
Lebih lanjut, mantan Direktur RSUD Besuki ini menyampaikan, keadaan gizi masyarakat yang optimal, dapat meningkatkan produktifitas dan angka harapan hidup masyarakat. “Kami merupakan unsur pelaksana otonomi daerah di bidang kesehatan. Pelayanan kesehatan dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat,” bebernya.
Tugas pokok pelayanan, kata dr Sandy, salah satunya sebagai penggerak utama di pelayanan masyarakat dalam penanggulangan masalah kesehatan gizi, serta mengajak semua lapisan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan penanggulangan masalah kesehatan gizi. “Dengan begitu kebutuhan informasi terkait situasi status gizi dan indikator kegiatan pembinaan gizi yang spesifik di wilayah secara cepat, akurat, tepat waktu dan berkelanjutan,” imbuhnya.
Lebih jauh, dr Sandy mengungkapkan, dalam upaya percepatan penurunan stunting Dinas Kesehatan memiliki peran dalam melakukan intervensi spesifik, yakni sebesar 30 persen. Mulai dari remaja putri menjalani skrining anemia, remaja putri mengonsumsi tablet tambah darah, ibu hamil menjalani pemeriksaan kehamilan, ibu hamil mengonsumsi tablet tambah darah selama kehamilan, ibu hamil kurang energi kronik mendapat tambahan asupan gizi.
“Kemudian balita dipantau pertumbuhan dan perkembangannya, bayi usia kurang dari enam bulan mendapat ASI eksklusif, anak usia 6 sampai 23 bulan mendapat MP-ASI, balita gizi kurang mendapatkan tambahan asupan gizi, balita gizi buruk mendapatkan tata laksana gizi buruk. Terakhir, bayi memperoleh imunisasi dasar lengkap,” dr Sandy.[awi.ca]