33.1 C
Sidoarjo
Friday, March 21, 2025
spot_img

Terima Aduan Nelayan Soal Surabaya Waterfront Land, Anggota DPD RI LaNyalla: Keadilan Harus Jadi Ukuran

Sejumlah nelayan yang tergabung dalam Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Surabaya menemui Anggota DPD RI asal Jawa Timur, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

Surabaya, Bhirawa.
Sejumlah nelayan yang tergabung dalam Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Surabaya menemui Anggota DPD RI asal Jawa Timur, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Kedatangan mereka untuk mengadukan perihal reklamasi yang merupakan program dari Proyek Strategis Nasional (PSN) berupa Surabaya Waterfront Land (SWL) di Perairan Pantai Timur Surabaya, Jawa Timur.

Ketua DPC HNSI Kota Surabaya, Heru SR menjelaskan, berbagai upaya telah dilakukan oleh pihaknya bersama sejumlah elemen masyarakat lainnya. Mulai menghadap ke Komisi IV DPR RI hingga ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Hanya saja, sampai saat ini proyek tersebut terus berjalan.

Dijelaskan Heru, ada beberapa hal yang menjadi dasar penolakan proyek tersebut. Tentu saja yang pertama, proyek itu mengganggu ekosistem pesisir. Proyek ini juga menurutnya berdampak negatif pada masyarakat lokal dan mengabaikan kebutuhan dan hak komunitas yang ada.

“Proyek ini juga menggusur warga pesisir dari tanah kelahiran, merusak identitas budaya pesisir dan hal lainnya dan menghilangkan pendapatan nelayan,” kata Heru saat menyampaikan aspirasi kepada LaNyalla di Gedung Graha KADIN Jatim, Kamis (20/3/2025).

Sebagaimana diketahui, proyek yang akan dilaksanakan oleh PT Granting Jaya ini akan mereklamasi lahan seluas 1.084 hektare dan akan membaginya menjadi empat blok pulau. Menurut Heru, pembangunan dan reklamasi di lokasi yang saat ini sedang dalam proses AMDAL sudah barang tentu akan membuat pendapatan nelayan berkurang.

Berita Terkait :  Bacabup Riyadi Nomor Satu, Lindra dapat Nomor Dua

Sebab, kata dia, di lokasi yang direncanakan merupakan rumah ikan, di mana tempat tumbuh dan kembang ikan. “Karena merupakan rumah ikan, maka lokasi yang akan dibangun sering didatangi nelayan tak hanya dari Surabaya, tetapi juga dari Madura, Pasuruan, Probolinggo, Sidoarjo, Gresik dan wilayah lainnya,” kata Heru.

Jika wilayah itu dibangun, otomatis nelayan akan kehilangan pendapatan karena ikan tangkapan mereka berkurang. “Selain itu berpotensi timbul banjir rob bagi masyarakat pesisir. Hal ini yang harus diperhatikan dengan baik,” kata Heru.

Pembina HNSI Kota Surabaya, Samsurin menambahkan, sejauh ini tak ada tindakan kejahatan lingkungan terhadap proyek senilai Rp72 triliun yang merusak biota laut tersebut.

Menanggapi keluhan para nelayan, Ketua DPD RI ke-5 itu akan segera berkoordinasi dengan pihak terkait, termasuk Gubernur dan Walikota Surabaya, serta kementerian terkait di Jakarta. Prinsipnya, selama pembangunan tidak berkeadilan, maka harus dihentikan atau dikoreksi.

“Jika nelayan yang sebelumnya hidup cukup, kemudian menjadi menderita dan semakin miskin, maka pembangunan itu tidak membawa dampak dan tidak adil. Harus dihentikan atau dikoreksi total. Pembangunan itu ujungnya harus membawa manfaat bagi semua stakeholder. Apalagi nelayan adalah stakeholder utama,” urai LaNyalla. (geh.hel).

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru