Oleh:
Dr Husamah
Dosen di Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Malang
Presiden Prabowo Subianto, dalam kabinetnya, menunjuk beberapa tokoh Muhammadiyah untuk memimpin sektor pendidikan. Di antaranya adalah Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed., yang dilantik sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen). Abdul Mu’ti, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, adalah sosok yang telah lama dikenal sebagai akademisi dan pendidik yang berkompeten serta memiliki visi luas tentang pendidikan nasional.
Selain Prof. Abdul Mu’ti, Presiden Prabowo juga menunjuk Dr. Fajar Riza Ulhaq, M.Si., sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah. Dr. Fajar Riza Ulhaq sebelumnya aktif di Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis PP Muhammadiyah sebagai ketua dan pernah menjabat sebagai Sekretaris Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah pada periode 2015-2020. Pengalamannya di bidang pendidikan dan hukum membuatnya menjadi sosok yang tepat untuk memimpin dan mengembangkan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia.
Untuk jabatan Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Presiden Prabowo mempercayakan Prof. Dr. Fauzan, M.Pd., yang pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada periode 2016-2024. Prof Fauzan dikenal sebagai akademisi yang memiliki segudang pengalaman dalam pengelolaan pendidikan tinggi. Di bawah kepemimpinannya, UMM berkembang pesat dan dikenal sebagai salah satu perguruan tinggi swasta terbaik di Indonesia, bahkan dunia.
Kiprah Muhammadiyah dalam Pendidikan
Pendidikan adalah pilar penting dalam pembangunan suatu bangsa. Di Indonesia, peran pendidikan menjadi semakin krusial seiring dengan tantangan globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat. Presiden Prabowo Subianto, dalam upayanya membangun sistem pendidikan yang lebih baik dan merakyat, mengambil langkah berani dengan mempercayakan tokoh-tokoh Muhammadiyah sebagai pemimpin di sektor pendidikan. Langkah ini bukan hanya tentang menunjuk orang-orang kompeten, tetapi juga sebuah simbolisme, mengembalikan pendidikan ke “rumahnya” yang sejatinya sudah lama menjadi bagian dari perjuangan Muhammadiyah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi Islam terbesar dan tertua di Indonesia, telah lama berkontribusi dalam membangun dan mengembangkan sektor pendidikan. Didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan lebih dari satu abad lalu, organisasi ini tidak hanya fokus pada aspek keagamaan tetapi juga berupaya membentuk generasi cerdas melalui pendirian lembaga pendidikan. Dari tingkat TK (Taman Kanak-kanak) hingga perguruan tinggi, Muhammadiyah membuktikan diri sebagai pelopor dalam penyediaan pendidikan yang inklusif dan berkualitas.
Hingga saat ini, Muhammadiyah telah mendirikan lebih dari 4.600 TK dan TPQ (Taman Pendidikan Al-Quran), serta lebih dari 3.300 sekolah dasar dan menengah di seluruh penjuru tanah air. Rinciannya mencakup 1.094 sekolah dasar (SD), 1.128 sekolah menengah pertama (SMP), 558 sekolah menengah atas (SMA), dan 554 sekolah menengah kejuruan (SMK). Tidak hanya di dalam negeri, Muhammadiyah juga memperluas kiprahnya ke luar negeri dengan mendirikan lembaga pendidikan seperti Universiti Muhammadiyah Malaysia (UMAM), Muhammadiyah Australia College (MAC), hingga sekolah-sekolah darurat untuk pengungsi Palestina di Lebanon.
Dengan jumlah perguruan tinggi yang mencapai 122, Muhammadiyah menunjukkan komitmennya untuk terus berkontribusi dalam membangun generasi penerus bangsa yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki moral dan etika yang baik. Tidak heran, jutaan siswa dan mahasiswa yang menempuh pendidikan di sekolah dan kampus Muhammadiyah tidak hanya berasal dari kalangan simpatisan Muhammadiyah saja, tetapi juga dari berbagai latar belakang agama dan ormas Islam lainnya.
Mengembalikan Pendidikan ke “Rumahnya”
Kepercayaan Presiden Prabowo kepada para tokoh Muhammadiyah ini tidak hanya sekadar penunjukan jabatan, tetapi juga memiliki makna yang lebih dalam. Muhammadiyah, sebagai organisasi yang sejak awal berfokus pada pendidikan, dapat dikatakan sebagai salah satu “rumah” bagi pendidikan di Indonesia. Melalui sejarah panjangnya, Muhammadiyah telah membuktikan dedikasinya dalam membangun sistem pendidikan yang inklusif dan merakyat.
Dengan menempatkan para tokoh Muhammadiyah di posisi penting di bidang pendidikan, Presiden Prabowo sejatinya “mengembalikan” pendidikan Indonesia ke entitas yang telah lama berkontribusi dan berperan signifikan dalam membentuk generasi bangsa. Keputusan ini juga merupakan bentuk penghormatan terhadap sejarah dan kontribusi Muhammadiyah, yang selama lebih dari 112 tahun telah mendirikan ribuan lembaga pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.
Langkah Presiden Prabowo menunjuk tokoh-tokoh Muhammadiyah sebagai pemimpin di sektor pendidikan adalah sebuah ikhtiar untuk memastikan pendidikan Indonesia dikelola oleh orang-orang yang memang memiliki rekam jejak dan dedikasi di bidang tersebut. Sosok-sosok seperti Prof Abdul Mu’ti, Dr Fajar Riza Ulhaq, dan Prof Fauzan adalah contoh tokoh yang telah lama berkecimpung dan memiliki pemahaman mendalam tentang sistem pendidikan di Indonesia. Dengan pengalaman yang mereka miliki, diharapkan mereka mampu membawa perubahan positif dan inovasi yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Inklusif, Berdaya Saing, Menghadapi Globalisasi
Langkah ini juga menunjukkan visi Presiden Prabowo untuk menciptakan sistem pendidikan yang inklusif dan berdaya saing. Muhammadiyah selama ini dikenal sebagai organisasi yang terbuka terhadap semua golongan, agama, dan latar belakang. Para siswa dan mahasiswa di lembaga pendidikan Muhammadiyah tidak hanya berasal dari simpatisan Muhammadiyah saja, tetapi juga dari berbagai latar belakang agama lain, menunjukkan bahwa pendidikan yang ditawarkan bersifat inklusif dan universal.
Dengan menempatkan tokoh Muhammadiyah di posisi strategis, Prabowo menunjukkan komitmennya untuk mempertahankan inklusivitas ini dalam sistem pendidikan nasional. Pendidikan tidak boleh menjadi alat segregasi atau eksklusivitas, tetapi harus menjadi ruang di mana semua anak bangsa bisa belajar dan berkembang bersama tanpa melihat latar belakang agama, ras, atau status sosial.
Namun, tugas para tokoh Muhammadiyah ini tidaklah mudah. Di era globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat, sistem pendidikan Indonesia harus mampu beradaptasi dan berkembang dengan cepat. Tantangan yang dihadapi sangat kompleks, mulai dari pemerataan akses pendidikan, peningkatan kualitas guru, hingga pengembangan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan zaman.
Muhammadiyah, dengan pengalaman panjangnya di bidang pendidikan, diharapkan mampu memberikan solusi dan inovasi untuk menghadapi tantangan ini. Kolaborasi antara pemerintah dan organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah adalah kunci untuk menciptakan sistem pendidikan yang tangguh, adaptif, dan relevan dengan kebutuhan masa depan.
Akhirnya, tatkala Presiden Prabowo mengembalikan pendidikan ke “rumahnya” melalui penunjukan tokoh-tokoh Muhammadiyah sebagai pemimpin di sektor pendidikan, ia sejatinya menunjukkan penghormatan terhadap sejarah panjang dan kontribusi Muhammadiyah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Langkah ini adalah sebuah ikhtiar menugaskan orang-orang yang tepat di posisi yang tepat, dengan harapan membawa pendidikan Indonesia menuju arah yang lebih baik, inklusif, dan berdaya saing. Muhammadiyah, dengan rekam jejak dan dedikasinya, memiliki potensi besar untuk mewujudkan visi tersebut, menciptakan generasi penerus bangsa yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berkarakter dan bermoral tinggi. Dari Muhammadiyah untuk bangsa!
—————- *** ——————-