33 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Sumpah Pemuda Zaman Now: Saatnya Buktiin, Bukan Cuma Posting!


Oleh:
Gegeh Bagus Setiadi
Wartawan Harian Bhirawa

Setiap tanggal 28 Oktober, timeline medsos pasti penuh sama ucapan Selamat Hari Sumpah Pemuda. Ada yang upload foto pake baju adat, ada yang repost kutipan klasik “Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa”. Tapi, jujur aja, seberapa banyak dari kita yang benar-benar ngerti maknanya?

Soalnya, Sumpah Pemuda itu bukan cuma teks yang dibacain tiap tahun. Itu spirit, mindset, dan attitude anak muda yang nggak mau diem aja liat bangsanya dijajah. Dulu sama bangsa asing. Sekarang sama kemalasan, kebodohan, dan ketertinggalan digital.

Dulu Lawan Penjajahan, Sekarang Lawan Ketertinggalan
Zaman dulu, anak muda kayak Soegondo, W.R. Supratman, sama kawan-kawannya berani kumpul dan ngomong, “Kita satu bangsa, bro!” Di masa itu, cuma ngomong kayak gitu aja udah bisa dianggap makar.

Sekarang? Kita bebas ngomong apa aja di medsos. Tapi justru tantangannya beda. Kita harus berani melawan hal-hal yang bikin bangsa ini jalan di tempat. Mulai dari hoaks, malas baca, sampai ketergantungan sama algoritma TikTok.

Sumpah Pemuda zaman now harusnya jadi ajakan buat upgrade diri, bukan cuma ikut tren. Dunia berubah cepat, teknologi lari kenceng, dan yang males adaptasi bakal ketinggalan jauh.

Nggak salah sih kalau kamu suka bikin konten, scroll Reels, atau nonton drakor. Tapi jangan berhenti di situ.

Berita Terkait :  Faktor Pemicu Kerusuhan Sosial

Kalau dulu semangatnya satu bahasa, satu bangsa, sekarang waktunya nambah: satu visi, jadi kreator!

Belajar coding, bikin startup kecil-kecilan, jualan online, bikin karya digital, atau ikut komunitas sosial. Semua itu bagian dari perjuangan versi anak muda masa kini. Karena dunia sekarang nggak cuma butuh orang pinter, tapi butuh orang yang adaptif, kreatif, dan punya empati.

Persatuan Bukan Tentang Sama, Tapi Tentang Saling Menguatkan
Sumpah Pemuda ngajarin bahwa perbedaan itu bukan alasan buat pecah, tapi alasan buat makin solid.

Sayangnya, sekarang banyak yang gampang banget kebawa panas cuma gara-gara beda pilihan politik, musik, atau fandom. Padahal, dari dulu sampai sekarang, bangsa ini kuat karena gotong royong, bukan karena saling serang di kolom komentar.

Generasi muda Indonesia harusnya jadi penyejuk, bukan pemecah. Jadi yang nyebar inspirasi, bukan provokasi.

Kalau generasi 1928 bisa bersatu tanpa internet, masa kita yang hidup di era 5G kalah semangat?
Sumpah Pemuda 2.0 harusnya bukan cuma diomongin, tapi dibuktiin. Lewat karya, lewat aksi nyata, lewat kontribusi sekecil apa pun buat negeri ini.

Mulai dari hal sederhana aja. Belajar hal baru tiap hari, bantu teman yang kesusahan, support UMKM lokal, atau aktif di kegiatan sosial.

Karena di era sekarang, nasionalisme nggak selalu soal angkat senjata, tapi soal nggak berhenti berbuat baik dan terus berkembang.

Berita Terkait :  Media Sosial: Konektivitas atau Ilusi Kedekatan?

Jangan Cuma Bangga, Tapi Ikut Bergerak
Sumpah Pemuda bukan kenangan, tapi pengingat bahwa anak muda selalu punya peran penting buat ngubah arah bangsa.

Kita bisa aja hidup di era AI, tapi semangatnya tetap harus “human”. Boleh keren, boleh modern, tapi jangan lupa akar kita: semangat persatuan, kerja keras, dan gotong royong.

Jadi, tahun ini, jangan cuma ikut upacara. Waktunya buktiin bahwa kita generasi yang nggak cuma bisa ngomong, tapi juga ngasih dampak nyata.

Karena Indonesia butuh anak muda yang bukan cuma bangga bilang “gue cinta Indonesia”, tapi juga kerja keras biar Indonesia makin keren di mata dunia. [*]

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru