Akhir musim kemarau menuju musim hujan, udara terasa lebih hangat. Suhu di dalam rumah seantero Jawa Timur terasa lebih hangat. Suhu tertinggi pada siang hari mencapai 37,6 derajat Celsius. Akan berlangsung selama periode akhir kemarau (Oktober). Menurut pantauan BMKG, suhu udara di sepanjang pantai utara Jawa (pantura) mulai Jakarta hingga Surabaya, naik sampai 2 derajat Celsius. Namun sesungguhnya, saat ini telah terjadi kenaikan suhu udara global, mencapai 1,45 derajat Celsius.
Saat ini matahari bagai bebas menerangi bumi, tanpa awan hambatan awan. Kondisi langit cerah dengan kelembaban, menyebabkan sinar matahari terasa lebih menyengat. Udara kering memperkuat kesan sensasi panas pada siang hari. Walau angin berhembus normal. Posisi semu (kulminasi) matahari, bagai tepat dia atas garis lintang (lintasan edar). Seolah-olah persis di atas pulau Jawa, Bali, dan NTT (Nusa Tenggara Timur. Pada bulan yang sama tahun 2024, juga terjadi ke-gerah-an yang sama.
Berdasar perkiraan BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika), suhu lebih gerah akan berlangsung pada pekan akhir Oktober 2025. Namun suhu Oktober paling tajam, terjadi pada tahun 2015, terukur mencapai 39,5 derajat Celsius. Menjelang November, biasanya sudah banyak awan terkumpul di atas daratan. Pancaran matahari akan terhalang awan tebal. Serta akan mulai turun hujan lebih kerap. Berganti waspada banjir dan tanah longsor.
Menghadapi suasana alam, perlu siaga mempertahankan kesehatan. Terutama mencegah dehidrasi (kekurangan cairan tubuh) karena banyak mengeluarkan keringat. Juga cepat lelah, sampai pingsan. Maka perlu minum air putih lebih banyak, dan mengkonsumsi buah. Serta yang paling penting, menghindari paparan langsung sinar matahari. Terutama siang hari mulai pukul 10:00 hingga pukul 15:00, tidak berkegiatan di luar ruangan, sehingga tidak terpapar sinar matahari berlebihan. Cuaca lebih gerah juga terpantau di Jawa Tengah (Semarang, Grobogan, dan Sragen).
Tetapi cuaca lebih gerah, telah dipahami benar kalangan ilmuwan ke-iklim-an. Pemanasan global, menjadi pemicu kenaikan suhu udara. Pada dekade (2020-an) ini ditandai dengan kenaikan permukaan air laut, mencapai 4,4 mili-meter per-tahun. Tak bisa dianggap enteng. Menjadi keprihatinan kalangan peduli lingkungan, khususnya meteorolgi, dan klimatologi. Meteorolog se-dunia, meng-kategorikan perubahan cuaca saat ini sebagai darurat iklim. Bumi makin panas. Kenaikannya tiga kali lipat selama 20 tahun.
Penyebab kenaikan suhu dipastikan dari efek “rumah kaca.” Yakni dari emisi gas buang jutaan kendaraan bermotor, dan jutaan pabrik. Pemanasan global juga dihembuskan dari aktifitas rumah tangga serta perkantoran (penggunaan lampu dan alat elektronika lainnya). Suhu bumi naik 1,45 derajat celsius. Substansi perubahan iklim, adalah dampaknya pada bumi (dan atmosfir) yang menimpa penghuninya. Tetapi ironis, negara-negara maju yang paling banyak mengeluarkan gas emisi, tidak mampu mencegah pemanasan global.
Dua puluh negara maju, menjadi penyumbang terbesar emisi gas buang. Terutama negara-negara di kawasan utara khatulistiwa, Eropa, dan Amerika Serikat. Dua kawasan yang mengalami kenaikan suhu lebih cepat dibandingkan wilayah lain di dunia. Ironisnya, berdasar catatan WHO, gelombang panas membunuh 176 ribu orang per-tahun.
Sedangkan Indonesia, yang persis di edar khatulistiwa, telah memberi banyak “pendingin” berupa karbon kepada dunia, melalui hamparan hutan taman nasional. Yang terbaru, UNESCO mengukuhkan Taman Nasional Alas Purwo, menjadi cagar biosfer dunia. Setiap rumah tangga juga bisa berpartisipasi mencegah pemanasan global lebih cepat terjadi. Perlu aksi “Setiap Jiwa Menanam Pohon.” Bahkan tanaman hias, tanaman perdu, dan rerumputan juga sangat diperlukan.
——— 000 ———


