31 C
Sidoarjo
Wednesday, March 12, 2025
spot_img

Serangga jadi Opsi Menu MBG, Pakar Gizi Ingatkan Standar Keamanan dan Penerimaan Publik


Surabaya, Bhirawa
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dandan Hindayana mengusulkan pemanfaatan serangga sebagai menu program Makan Bergizi Gratis (MBG). Usulan ini berangkat dari daerah tertentu yang menjadikan serangga seperti belalang dan ulat sagu sebagai sumber protein. Hal ini pun menuai berbagai perhatian publik.

Salah satunya dari Dosen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (UNAIR), Lailatul Muniroh SKM MKes. Menurutnya, ada beberapa faktor yang harus menjadi pertimbangan dalam mengadopsi serangga sebagai menu MBG.

Dari segi gizi, serangga memang memiliki kandungan protein yang tinggi. Namun, tantangan utama justru datang dari aspek budaya, psikologis, dan keamanan pangan.

“Memang ada beberapa daerah yang terbiasa mengonsumsi serangga. Artinya konsumsi serangga bisa diterima oleh kelompok masyarakat tertentu. Namun, tidak semua daerah menganggap serangga sebagai edible food,” jelas Laila, Kamis (6/2).

Laila menjelaskan kandungan gizi dalam serangga per 100 gram memiliki kadar protein yang lebih tinggi daripada daging sapi dan ayam. Lebih lanjut, serangga juga kaya akan asam amino esensial dan asam lemak tak jenuh seperti omega 3 dan omega 6. “Tetapi penting untuk digarisbawahi, bahwa jumlah atau porsi diperlukan dalam jumlah yang banyak untuk memenuhi kebutuhan protein tersebut,” ucap Laila tegas.

Perlu diingat juga bahwa penerimaan masyarakat masih menjadi tantangan. Sehingga inovasi dalam pengolahan serangga dibutuhkan agar masyarakat bisa menerima. Misalnya dalam bentuk tepung protein serangga yang dapat diolah menjadi berbagai makanan atau produk olahan lainnya.

Berita Terkait :  Kirim Pegawai Ikuti Sekolah Pengurangan Risiko Bencana di Jepang

Selain itu, Laila juga menjelaskan terkait standar keamanan dan regulasi pangan pada serangga sebagai bahan makanan. Menurut Laila, belum ada penjelasan detail terkait serangga dalam undang-undang, bagaimana memastikan keamanan pangannya. Namun beberapa peraturan terkait standar keamanan pangan dan novel food (bahan pangan baru) sudah ada seperti Peraturan Kepala BPOM No. 13 Tahun 2016 tentang pangan olahan yang mengandung bahan pangan baru.

Hal tersebut menjelaskan bahwa produk berbasis serangga perlu melalui evaluasi BPOM sebelum diizinkan untuk beredar sebagai makanan. Laila juga menyinggung terkait potensi alergi dan keamanan konsumsi serangga.

Karena Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan tidak memberikan penjelasan terkait serangga sebagai komoditas pangan. Meskipun kaya nutrisi, konsumsi serangga di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan.

Faktor budaya dan psikologis menjadi permasalahan utama. Sebagian besar masyarakat Indonesia belum terbiasa mengonsumsi serangga sebagai makanan sehari-hari. “Di Indonesia, konsumsi serangga sebagai makanan masih belum umum di sebagian besar masyarakat, meskipun ada beberapa daerah yang sudah terbiasa mengonsumsinya. Penerimaan terhadap serangga sebagai makanan sehari-hari dipengaruhi oleh faktor budaya, psikologis, sosial, dan ekonomi,” jelas Laila.

Laila berharap pemerintah dapat menyusun regulasi yang jelas mengenai konsumsi serangga. Termasuk juga mengedukasi masyarakat tentang manfaatnya, serta berinovasi dalam mengembangkan produk berbasis serangga. Selain itu, mendukung ekosistem budi daya serangga skala UMKM juga dapat membantu penyediaan bahan baku yang berkelanjutan.

Berita Terkait :  Tenaga Kebersihan dan Pertamanan Kota Batu dapat Pengarahan

“Jangan sampai program MBG ini hanya sekadar menjalankan program, tanpa ada niatan memberikan yang terbaik untuk masyarakat. Jangan sampai program MBG ini hanya sekdar program bagi-bagi makanan,” tutupnya. [ina.wwn]

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru