Sidoarjo, Bhirawa.
Pejabat pada Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Sidoarjo harus segera mencari solusi secepatnya. Supaya rumah potong hewan (RPH) Krian milik Pemkab Sidoarjo tersebut, bisa beroperasi kembali. Ini sangat mengejutkan, sebab ternyata diam-diam, sudah ada sekitar 6 bulan ini RPH tersebut ditutup.
Alasan pejabat Dinas Pangan Sidoarjo, RPH Krian tersebut tidak mampu lagi memotong daging sapi lagi dalam setiap harinya. Karena pemilik sapi lebih memiih RPH liar di wilayah Sidoarjo dan sekitarnya.
“Banyak pemilik sapi yang memilih membawa sapinya ke RPH liar, padahal sapi-sapi itu dipotong dengan tidak masuk kriteria sehat dan halal,” ucap Kepala Bidang Produksi Peternakan Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Sidoarjo drh Toni Hartono, usai memberikan sosialisasi bahaya konsumsi sapi gelonggongan, Selasa (3/12/2024) kemarin, di Fave Hotel Sidoarjo.
Kriteria tidak sehat itu, menurut drh Toni, diantaranya, sapi yang akan dipotong digelongong dengan air. Sementara, kriteria tidak halal, sapi yang dipotong masih ada sapi betina yang masih dalam kondisi produktif.
Padahal, lanjut drh Tony, sesuai peraturan yang berlaku, sapi yang akan dipotong tidak boleh digelonggong air. Cara seperti itu tidak sehat. Demikian juga, sapi betina yang masih produktif, tidak boleh untuk dipotong. Alasan lain, akan bisa memutus mata rantai perkembangbiakan ternak sapi.
“Cara-cara seperti itu jelas merugikan masyarakat sebagai konsumen daging sapi,” katanya.
Menurut drh Tony pihaknya tidak kurang-kurang dalam melakukan sosialisasi dan melakukan Sidak. Namun, para pelaku di RPH liar di wilayah Sidoarjo dan sekitarnya tidak juga jera. Karena itu, pihaknya menyerahkan keputusan yang terbaik kepada pelaku aparat penegak hukum (APH), supaya para pelaku bisa jera.
“Di wilayah Sidoarjo dan sekitarnya banyak RPH liar,” kata Tony, tidak menyebut tempatnya dimana saja.
Disampaikan Tony, RPH Krian milik Pemkab Sidoarjo itu adalah RPH yang prosesnya masuk dalam kriteria kesehatan juga prosesnya masuk dalam kriteria halal. RPH ini dalam sehari mampu menyembelih sampai 50 ekor sapi. Sapi yang disembelih selain dari Sidoarjo juga dari luar daerah.
Menurut hitung-hitungannya, jumlah warga masyarakat Kabupaten Sidoarjo yang besar, dalam sehari bisa membutuhkan sampai 117 ekor sapi, untuk mencukupi kebutuhan daging sapi lokal.
Kepala RPH Krian, drh Erwin Priatmoko, dalam sebuah wawancara sempat mengatakan sekitar 95 persen sapi yang disembelih di RPH Krian, berasal dari luar Kabupaten Sidoarjo. Dikarenakan populasi ternak sapi di Sidoarjo tidak banyak dan kebutuhan daging di Sidoarjo sangat tinggi.
“Apalagi setelah ada wabah PMK pada ternak sapi, jumlah sapi di Sidoarjo turun drastis dan peternak Sidoarjo lebih banyak yang mengutamakan sapinya untuk dijual saat hari raya kurban,” katanya.
Dijelaskannya, RPH Krian, terdiri dari pemotongan secara konvensional dan modern, setiap harinya menyembelih sapi sekitar 30 hingga 40 ekor bahkan 50 ekor.
Kebanyakan sapi yang disembelih berasal dari wilayah Mojokerto, Nganjuk, Kediri bahkan dari Banyuwangi.
“Daging yang dihasilkan akan dijual ke pasar-pasar wilayah Sidoarjo, Gresik dan Surabaya,” jelasnya.
Pihak RPH Krian melakukan pengetatan yang menjadi aturan terhadap ternak yang masuk RPH. Diantaranya kondisi sapi harus sehat dan yang boleh disembelih hanya sapi jantan dan sapi betina yang sudah tidak produktif. Hal tersebut dilakukan agar daging yang dihasilkan halal dan aman serta tidak terkena penyakit.
“Jam masuk RPH pun ditentukan hingga pukul 19.00 WIB. Sebelum dipotong sapi harus diistirahatkan dulu, sebab sempat menempuh perjalanan,” ujarnya.
Tentang banyaknya pemotongan sapi liar, menurut Erwin, hal tersebut bukan ranahnya untuk menyikapinya. Menurutnya, itu tugas dari dinas dan APH (aparat penegak hukum) yang akan melakukan penindakan.
“Meski pihak dinas bersama APH telah berkali-kali melakukan penindakan, namun keberadaan tempat pemotongan sapi liar masih ada,” tandasnya. [kus.dre]