28 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Revisi RUU ASN 2025, Baleg DPR RI Tuntut Kesetaraan Kesejahteraan PNS dan PPPK

Forum legislasi “Revisi RUU ASN 2025: Peluang Alih Status PPPK Jadi PNS Kian Terbuka?” di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Selasa (14/10/2025).

Jakarta. Bhirawa.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Reni Astuti, menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025 harus mampu memberikan solusi komprehensif terkait status dan kesejahteraan aparatur sipil negara, khususnya bagi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang berharap alih status menjadi pegawai negeri sipil (PNS).

Demikian disampaikan Reni dalam forum legislasi “Revisi RUU ASN 2025: Peluang Alih Status PPPK Jadi PNS Kian Terbuka?” yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen bekerjasama dengan Biro Pemberitaan DPR RI di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Selasa (14/10/2025), bersama pengamat politik Citra Institute, Efriza.

“Banyak pegawai berstatus PPPK yang menantikan kepastian seperti apa kebijakan pemerintah ke depan. Apakah P3K ini bisa menjadi PNS, dan bagaimana perbedaan hak karier serta kesejahteraan antara keduanya,” kata Reni.

Ia bahkan menyoroti masih adanya ketimpangan kesejahteraan antara PNS dan PPPK, terutama dalam hal tunjangan kinerja dan hak finansial lainnya. Padahal keduanya sama-sama mengabdi untuk bangsa dan negara di berbagai sektor, baik di instansi pemerintah pusat maupun daerah.

“Saya mendengar ada guru yang sudah lama mengajar, dari honorer menjadi PPPK, tetapi tetap mendapatkan tunjangan yang tidak sama dengan PNS. Ini harus menjadi perhatian serius,” kata Reni.

Berita Terkait :  Dukung Penghijauan, Koramil 0823-12/Suboh dan Tiga Pilar Tanam Ratusan Bibit Pohon Sukun

Lebih lanjut, politisi PKS itu menjelaskan bahwa pembahasan revisi UU ASN akan dilakukan oleh Komisi II DPR RI, yang menjadi mitra kementerian dan lembaga terkait di pemerintah pusat. Sebagai anggota Baleg, ia berharap proses penyusunan naskah akademik dan pembahasan undang-undang ini dapat melibatkan akademisi, tenaga pendidik, serta seluruh pemangku kepentingan untuk memberikan masukan konstruktif.

“Kami ingin revisi ini benar-benar memberikan solusi terbaik bagi seluruh ASN, baik PPPK maupun PNS. Tentu perlu juga diperhitungkan kemampuan fiskal pemerintah, baik di pusat maupun daerah,” ungkapnya.

Reni mengapresiasi sejumlah pemerintah daerah yang telah berinisiatif memberikan tunjangan kinerja bagi pegawai PPPK, sehingga tidak terjadi kesenjangan terlalu lebar dengan PNS. “Yang menjadi prinsip adalah kesejahteraan ASN harus terus mendapat perhatian. Ini bukan hanya soal status, tetapi juga tentang penghargaan terhadap pengabdian mereka,” ungkapnya.

Sementara itu Efriza berharap revisi Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) 2025, harus menjadi momentum menghapus ketimpangan antara Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) tanpa mengembalikan sistem ke arah sentralisasi kekuasaan di pemerintah pusat.

Menurut Efriza, sejak Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 diberlakukan, ASN terbagi dua, yakni PNS dan P3K. Namun dalam praktiknya, terjadi ketidaksetaraan di antara keduanya. “PNS dianggap sebagai pegawai inti birokrasi dengan hak pensiun, jenjang karier struktural, dan status tetap, sedangkan P3K hanya pegawai kontrak tanpa hak pensiun dan tanpa golongan karier yang jelas,” ujarnya

Berita Terkait :  Hari Santri, ASN Sidoarjo Diingatkan Jaga Netralitas

Ia menjelaskan, lahirnya UU Nomor 20 Tahun 2023 menggantikan UU ASN sebelumnya sebenarnya telah mempertegas bahwa ASN terdiri atas PNS dan P3K. Namun, implementasi di lapangan masih jauh dari prinsip kesetaraan dan meritokrasi. “Revisi RUU ASN 2025 diharapkan bisa menjadi instrumen hukum krusial untuk menciptakan keadilan dan sistem kepegawaian nasional yang berbasis merit,” tambahnya.

Selain itu, Efriza menyoroti adanya rencana penarikan kewenangan pengangkatan, mutasi, dan pemberhentian pejabat ASN ke pemerintah pusat dalam draf revisi. Menurutnya, langkah ini bisa menjadi bumerang bagi otonomi daerah dan menimbulkan potensi politisasi baru.

“Kalau ASN ditarik di bawah presiden, itu sama saja seperti simalakama. Di daerah bermasalah karena politik lokal, tapi di pusat justru bisa lebih berbahaya karena kembali ke sentralisasi,” ujarnya.

Efriza juga menekankan pentingnya kejelasan data ASN nasional sebelum penerapan revisi UU. Tanpa basis data yang kuat, pemerintah akan kesulitan menata sistem anggaran, termasuk dalam pemberian tunjangan, pensiun, dan pengembangan karier.

“Revisi ini memang membawa harapan baru bagi P3K, terutama peluang alih status menjadi PNS. Tapi jangan sampai revisi ini justru menjadi PHP—pemberi harapan palsu bagi para tenaga P3K,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia menilai revisi UU ASN harus memperkuat efisiensi birokrasi, menjamin rotasi jabatan berbasis kinerja, dan menutup celah nepotisme serta diskriminasi dalam sistem seleksi. Namun, ia juga mengingatkan, jika DPR dan pemerintah bersepakat menarik kewenangan ASN ke bawah presiden, maka UU Pemerintahan Daerah juga harus diubah agar tidak bertentangan dengan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah.

Berita Terkait :  Sekda Gresik Beri Pembinaan untuk 73 CPNS dan PPPK Lingkungan Setda

“Kalau tidak ada sinkronisasi dengan UU Pemerintahan Daerah, implementasinya akan tumpang tindih. Jadi, revisi ASN ini harus menyentuh akar persoalan, bukan sekadar kosmetik politik,” pungkasnya. (ira.hel).

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru