Oleh :
Tidor Arif T. Djati
Pemerhati Kearsipan dan Ketua Asosiasi Arsiparis Indonesia (AAI) Wilayah Jawa Timur
Peringatan Sumpah Pemuda ke-97 sudah lewat, tapi gema dan gaungnya kiranyaharus tetap dikobarkan. Semua itu untuk menjaga persatuan dan kedaulatan dari kebhinekaan kita,. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 harus tetap menjadi panggilan moral bagi generasi muda untuk menegakkan kedaulatan dan kemajuan bersama.
Peringatan Sumpah Pemuda tahun 2025 ini harus menjadi momentum refleksi untuk meneguhkan kembali semangat kebangsaan, persatuan, dan tanggung jawab terhadap warisan sejarah, kesadaran kolektif akan pentingnya identitas bersama di tengah keberagamanSuku, Agama, Ras, Adat Istiadat.
“Pemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu,” sebagai tema utama mencerminkan dorongan kolaborasi dan gotong royong generasi muda dalam menghadapi tantangan kebangsaan. Tema ini menegaskan bahwa kemajuan Indonesia hanya dapat dicapai bila seluruh komponen bangsa melangkah bersama, saling menopang, dan berbagi tanggung jawab dalam menjaga keberlanjutan nilai-nilai nasional.
Dalam konteks kearsipan, frase “Bergerak,” dapat dimaknaibahwa kedaulatan arsip akan dapat ditegakkan apabila semua elemen bergerak secara bersama.Kedaulatan arsip mencakup kemampuan bangsa untuk mengelola, melindungi, dan menguasai memori kolektifnya sendiri. Ketika arsip-arsip pemerintahan, atau catatan sejarah kebangsaan tidak tersimpan dengan baik, maka bangsa berisiko kehilangan sebagian kendali informasi sejarahnya.
Dalam kerangka tema peringatan Sumpah Pemuda tersebut pemuda Indonesia sepantasnya tidak hanya menjadi pengguna informasi, tetapi juga penjaga ingatan nasional.
Sementara itu, frase “Indonesia Bersatu” menegaskan pentingnya identitas nasional dan kebanggaan terhadap warisan bangsa. Arsip menjadi cerminan jati diri Indonesia Bersatu itu sendiri. Ia menyimpan jejak perjuangan, kebijakan, dan dinamika yang membentuk karakter bangsa. Dengan menjaga arsip, bangsa ini sejatinya sedang menjaga kedaulatannya atas sejarah dan identitasnya sendiri. Menjaga kedaulatan sejarah dan jati diri hanya dapat diwujudkan dengan menegakkan ke kedaulatan arsip secara nasional sebagai bentuk kemajuan bersama.
Dalam konteks inilah, gerakan kearsipan harus dipahami sebagai bagian integral dari proyek besar “Indonesia Maju”: membangun bangsa yang tidak hanya kuat secara ekonomi, tetapi juga berdaulat dalam memori dan pengetahuan. Jika pada 1928 para pemuda berikrar satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa untuk menyatukan Indonesia yang tercerai-berai, maka pada 2025 para pemuda perlu mengikrarkan satu komitmen baru: Satu Data, Satu Kedaulatandan Satu Martabat
Frase “Indonesia Bersatu” tidak akan terwujud bila bangsa ini kehilangan arsipnya, sebab arsip adalah fondasi pengetahuan dan arah masa depan bagi pemuda dan pemudi bangsa.
Dengan menjaga arsip, bangsa ini menjaga legitimasi sejarahnya; dengan mengelola arsip secara berdaulat, bangsa ini melindungi martabatnya di tengah kompetisi global. Peringatan Sumpah Pemuda bukan hanya mengenang sejarah, tetapi juga momentum menulis sejarah bangsa yang sadar arsip, berdaulat atas datanya, dan maju bersama dalam satu semangat Indonesia Bersatu.
Di tengah derasnya arus globalisasi informasi, dan perubahan cara manusia menyimpan rekaman informasi dapat berdampak pada krisis memori kolektif. Sangat mungkin arsip sebagai sumber ingatan bangsa terabaikan, terancam hilang akibat lemahnya sistem pengelolaan dan kesadaran kita terhadap pentingnya kearsipan. Kasus terbaru dan nyata adalah belum diserahkannya arsip Pemilihan Presiden 2014 dan 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Arsip tersebut adalah bukti autentik perjalanan bangsa, sumber legitimasi hukum, dan penopang akuntabilitas publik. Hilangnya arsip berarti hilangnya ingatan bangsa. Dalam konteks inilah, nilai-nilai Sumpah Pemuda perlu dihidupkan kembali sebagai dasar moral dan filosofis untuk menegakkan kedaulatan arsip secara nasional.
Nilai Sumpah Pemuda dan Kedaulatan Arsip
Sumpah Pemuda mengandung nilai persatuan, identitas, dan kesadaran atas keberagaman. Secara kontekstual, nilai tersebut memiliki hubungan erat dengan isu kedaulatan arsip di era modern.
Pertama,”Satu Tanah Air” adalah wujud kedaulatan wilayah. Ikrar tersebut bukan hanya menegaskan batas geografis, tetapi juga kedaulatan atas seluruh ruang kehidupan bangsa, termasuk ruang digital dan arsip nasional.
Dalam konteks modern, “tanah air” mencakup ruang siber tempat data dan arsip disimpan. Tanah Air Indonesia harus dapat dibuktikan dengan arsip batas wilayah. Ketiadaan arsip batas wilayahmerupakan indikasi tergerusnya kedaulatan arsip. Lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan(2002) adalah salah satu bukti konkrit atas lemahnya kedaulatan arsip yang berdampak pada lepasnya dua wilayah tersebut dari NKRI. Kedaulatan arsip berarti memastikan bahwa seluruh data dan dokumen penting negara tersimpan aman, dikelola sesuai standar nasional, dan berada di bawah otoritas bangsa sendiri.
Kedua,”Satu Bangsa”. Ikrar sebagai wujud identitas kolektif melalui memori nasional. Artinya bahwa Sumpah “berbangsa satu, bangsa Indonesia,” menegaskan pentingnya identitas kolektif. Dalam dunia kearsipan, arsip adalah refleksi identitas itu sendiri. Arsip menyimpan memori perjuangan, kebijakan, hingga dinamika sosial yang membentuk karakter bangsa. Hilangnya arsip berarti terputusnya rantai sejarah dan identitas nasional. Tanpa arsip, generasi mendatang kehilangan kemampuan untuk memahami masa lalunya secara utuh. Karena itu, penyerahan arsip penting pemerintahan, ke ANRI bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi juga tindakan nasionalistik – menjaga jati diri bangsa melalui pelestarian memori kolektif.
Ketiga, “Satu Bahasa” dapat dimaknai sebagai standardisasi dan interoperabilitas arsip. Ikrar sini adalah simbol kesatuan sistem komunikasi. Dalam dunia kearsipan, bahasa persatuan dapat diartikan sebagai standardisasi metadata, sistem informasi, dan tata cipta arsip resmi pemerintahan. Tanpa sistem penciptaan arsip dengan bahasa Indonesia yang seragam, arsip akan dapat memiliki banyak makna, sulit diakses, dan rawan kehilangan makna. Oleh karena itu, dalam konteks kearsipan penguatan regulasi dan penggunaan standar nasional kearsipan, metadata, serta integrasi sistem e-arsip nasional menjadi bentuk nyata “berbahasa satu”.
Kedaulatan Arsip Wujud Nasionalisme
Berbicara tentang kedaulatan arsip tidak hanya tentang penyimpanan dokumen, tetapi tentang penguasaan pengetahuan dan kendali atas arsip sebagai memori bangsa. Dalam dunia yang semakin bergantung pada data, arsip menjadi sumber kekuasaan baru. Negara yang kehilangan arsipnya, akan kehilangan kendali atas sejarah dan arah masa depannya.
Kasus belum diserahkannya arsip Pemilu 2014 dan 2019 ke ANRI oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah contoh nyata lemahnya kesadaran institusional terhadap peran arsip sebagai alat kontrol publik dan bahan pertanggungjawaban demokrasi. Ketika arsip tersebut tidak diselamatkan, maka bangsa berisiko menjadi “negara tanpa ingatan.”
Kedaulatan arsip tanpa kedaulatan infrastruktur dapat menimbulkan risiko penguasaan data publik Indonesia oleh pihak asing. Oleh karena itu semangat Sumpah Pemuda diperlukanpenguatan kebijakan kearsipan digital, termasuk lembaga kearsipan nasional dan kedaulatan kearsipan digital yang berpihak pada kepentingan bangsa.
Reaktualisasi Nilai Sumpah Pemuda.
Menghidupkan kembali nilai-nilai Sumpah Pemuda dalam bidang kearsipan dapat dilakukan melalui strategi konkret: (1) integrasi nilai kebangsaan dalam pendidikan kearsipan, baik di sekolah maupun perguruan tinggi, agar generasi muda memahami arsip sebagai bagian dari identitas nasional; (2) kolaborasi lintas lembaga antara ANRI dengan semua lembaga penyelenggara negara/pemerintah, serta pemerintah daerah untuk memperkuat budaya sadar arsip; (3) digitalisasi berbasis kedaulatan, yaitu memastikan bahwa arsip digital tersimpan pada infrastruktur nasional yang aman dan berdaulat serta bebas dai intervensi pihak asing; (4) gerakan “Sadar Arsip”, yang menempatkan arsip bukan sebagai beban birokrasi, tetapi sebagai kebanggaan nasional sebagaimana para pemuda 1928 menempatkan persatuan sebagai kehormatan bangsa.
Penutup
Sumpah Pemuda bukan hanya kenangan historis, tetapi pedoman moral yang terus relevan bagi pembangunan bangsa.Menjaga arsip berarti menjaga ingatan bangsa. Menegakkan kedaulatan arsip berarti memastikan bahwa sejarah, data, dan pengetahuan Indonesia tetap berada di tangan anak bangsa sendiri.
Jika para pemuda 1928 bersatu untuk mengikrarkan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, maka generasi kini perlu bersatu untuk mengikrarkan satu komitmen baru:”Satu Data, Satu Kedaulatan, Satu Martabat.” Dengan menjaga arsip, bangsa ini menjaga legitimasi sejarahnya. Dengan mengelola arsip secara berdaulat, bangsa ini melindungi martabatnya.
Dengan demikian, memperingati Hari Sumpah Pemuda bukan hanya mengenang sejarah, tetapi juga menulis sejarah baru, sejarah bangsa yang sadar arsip, berdaulat atas datanya, dan maju bersama dalam satu semangat: Indonesia Raya yang berarsip, berdaulat, dan bermartabat.
———— *** —————-


