AHY Siap Orkestrasi dan Transformasi SDM Menuju Indonesia Emas 2045
Surabaya, Bhirawa
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) resmi meraih gelar doktor dengan predikat cumlaude setelah mempertahankan disertasinya yang visioner di hadapan para guru besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Senin (7/10) kemarin.
Sidang terbuka ini bukan hanya ajang pembuktian intelektual AHY, tetapi juga panggung bagi visi besar yang ingin dibawanya, yakni Indonesia Emas 2045.
AHY, yang juga menjabat sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), mempresentasikan disertasi bertajuk Kepemimpinan Transformasional dan Orkestrasi Sumber Daya Manusia Menuju Indonesia Emas 2045.
Presentasi AHY itu pun mendapat sambutan hangat dari para akademisi dan tamu undangan yang hadir. Disertasi ini menyoroti pentingnya kepemimpinan transformasional dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk mempersiapkan Indonesia menghadapi bonus demografi dan menjadikannya negara maju pada 2045.
Namun, suasana semakin istimewa dengan kehadiran keluarga besar Yudhoyono. Ayahnya, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Selain itu, istri AHY Annisa Pohan, serta sang adik, Edhie Baskoro Yudhoyono (EHY), yang menjabat sebagai Wakil Ketua MPR RI tampak mendampingi SBY.
Dukungan penuh juga datang dari sejumlah tokoh penting seperti Sekjen Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya, Bendahara Umum Renville Antonio serta pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak.
Kedatangan rombongan ini tak hanya menghangatkan suasana sidang, tetapi juga menarik perhatian media. Namun, sorotan utama tentu tetap tertuju pada AHY yang dengan tenang memaparkan risetnya.
“Di institusi manapun, maju mundurnya sangat dipengaruhi oleh kualitas SDM dan kepemimpinan. Dari pengalaman saya di militer, politik, hingga pemerintahan, saya melihat peran leadership sangat krusial. Oleh karena itu, saya melakukan penelitian ini,” ungkap AHY saat menyampaikan disertasinya.
Dalam pidatonya, AHY tak hanya membahas aspek teknis kepemimpinan, tetapi juga menyentuh persoalan kebijakan publik.
“Politisi harus dekat dengan akademisi. Kebijakan yang baik harus berbasis riset dan pendekatan ilmiah,” tegasnya.
Sebuah ajakan yang kuat bagi dunia politik Indonesia untuk lebih mendekat pada dunia akademis, menciptakan kebijakan yang bukan hanya berdasarkan intuisi politik, tetapi juga bukti ilmiah.
Setelah menjalani kuliah selama lebih dari tiga tahun, Ketua Umum Partai Demokrat ini menyebut pencapaian ini bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan baru dalam karier akademis dan kepemimpinannya.
“Gelar ini bukan hanya untuk saya pribadi, tapi untuk Indonesia. Saya ingin terus berkontribusi dalam meningkatkan kualitas SDM kita, sehingga Indonesia bisa benar-benar memanfaatkan bonus demografi dan menjadi negara maju,” tambahnya.
Hadirin pun bertepuk tangan saat AHY menutup presentasinya dengan pandangan jauh ke depan: Indonesia Emas 2045. Sebuah cita-cita yang tak hanya diucapkannya sebagai akademisi, tetapi juga sebagai pemimpin politik dengan visi nyata.
Disertasi AHY pun mendapatkan pujian dari tim penyanggah, Prof. Mohammad Nuh, mantan Menteri Pendidikan. Ia menyebut karya akademis AHY sebagai salah satu yang komprehensif dan kaya data, seraya memuji sikap akademisnya yang santun dan terbuka terhadap kritik.
“AHY sangat terbuka dalam menerima masukan, dan mampu menjawab setiap pertanyaan dengan analisis yang matang. Ini adalah karya yang sangat bagus, tinggal kita tunggu bagaimana dampaknya dalam kehidupan nyata,” ujar Prof. Nuh.
Menjawab tantangan tersebut, AHY menekankan pentingnya optimisme dalam menghadapi masa depan.
“Visi Indonesia Emas 2045 tidak boleh hanya berhenti sebagai jargon. Ini harus menjadi sebuah gerakan yang mengubah pola pikir kita. Saya berharap apa yang saya kaji ini bisa diterapkan di tingkat negara,” jelas AHY, seraya menambahkan kesiapannya menyumbangkan pemikirannya kepada pemimpin masa depan, termasuk Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Setelah sidang usai, AHY tidak hanya meraih gelar doktor, tapi juga memperkuat posisinya sebagai sosok pemimpin yang siap membawa Indonesia ke arah yang lebih cerah, menghubungkan dunia akademis dengan kebijakan nyata.
Sebuah langkah yang menjadikan AHY bukan hanya sebagai politisi, tetapi juga pemikir yang berkomitmen pada masa depan bangsa.
SBY Bangga atas Kerja Keras AHY
Momen penuh makna tercipta di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden ke-6 RI, hadir dalam sidang doktor terbuka putranya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Meski bangga, SBY dengan tegas menekankan bahwa gelar doktor yang diraih AHY sepenuhnya merupakan hasil kerja keras putranya tanpa campur tangannya.
“Meski AHY menyandang gelar ini, semua karena jerih payahnya sendiri. Tidak ada cawe-cawe saya sebagai bapaknya,” ujar SBY di hadapan para akademisi dan tamu undangan di Aula Garuda Mukti, Unair.
SBY, yang kini lebih fokus pada dunia seni dan olahraga, bahkan meminta maaf jika ucapannya terdengar kurang “politik.” Sejak lima tahun terakhir, ia mengalihkan perhatiannya dari politik ke bidang seni dan membina olahraga voli di Indonesia.
“Saya sekarang lebih jadi seniman dan membina voli. Di samping itu, saya juga terlibat dalam penyelamatan bumi di Korea Selatan,” pungkasnya. [geh*]