Surabaya, Bhirawa
Setidaknya 54,8% masyarakat Jawa Timur menyatakan akan menerima politik uang tapi belum tentu memilih calon yang memberi nya.
Dalam survei yang dilakukan Pusat Studi Anti Korupsi dan Demokrasi (PUSAD) Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya) menyatakan tingkat permisifitas politik uang. Selain itu, survei juga dilakukan untuk membaca pola klientelisme di Jatim menjelang Pilkada 2024.
Peneliti Utama PUSAD UMSurabaya, Radius Setiyawan mengatakan, berdasarkan hasil survei sebanyak 38,3% masyarakat Jawa Timur menganggap wajar politik uang. Dalam survei tersebut juga ditemukan 9 kabupaten/kota permisif politik uang di Jawa Timur, yaitu: (1). Kab.Ponorogo 7,5%; (2). Kab. Sampang 5,30%; (3). Kab.Bangkalan 4,40%; (4). Kab.Pamekasan 4,32%; (5). Kab.Sumenep 4,30%; (6). Kota Malang 4,12%; (7). Kab. Lumajang 4,00%; (8). Kab. Lamongan 3,45%, dan; (9). Kab.Jember 3,30%.
“Hanya 5,9 masyarakat yang menolak menerima uang, sementara 54,8 masyarakat menerima uang tapi tidak memilih yang memberi uang dan 35,9 masyarakat menerima uang tersebut dan memilih calon yang memberikan uang,”ujar Radius Senin (4/11).
Selanjutnya, dalam hasil survei tersebut besaran nominal yang diharapkan masyarakat adalah 100.000 dengan presentasi tertinggi yakni 35,2 %.
Radius menjelaskan, bahwa teknik pengambilan sample memakai multistage random sampling. Dimana, lokasi diambil disemua kab/kota di Jawa Timur, sebanyak 38 Kab/ Kota. Kemudian, masing-masing Kab/Kota diambil di tingkat kecamatan untuk dijadikan sample penelitian. Sampel tiap kecamatan dibagi secara proporsional berdasarkan jumlah pemilih di tiap kecamatan dan kelurahan yang dijadikan lokasi penelitian.
“Dengan jumlah sampel sebanyak 1.065 responden tersebar secara proporsional di 38 kab/ kota. Margin tingkat toleransi (standart of error / d ) 3% dengan tingkat kepercayaan adalah 95%,”kata Radius lagi.
Sementara, proses wawancara dilakukan On Call dengan responden menggunakan kuesioner oleh enumerator. Periode survei dilakukan 1-15 Oktober 2024.
Ditambahkan Direktur PUSAD UMSurabaya Satria Unggul Wicaksana politik uang menjadi problematika serius menuju Pilkada 2024. Menurutnya, ada berbagai macam jenis dan sebutan (shodaqoh politik, serangan fajar, dan sebagainya) elektoral akan ditentukan dengan sangat presisi oleh masing-masing pasangan calon.
“Selain politik uang yang dilakukan secara konvensional, terdapat model politik uang dalam bentuk penyaluran bantuan sosial dan obral perizinan yang dilakukan oleh calon petahana yang kami masih kategorikan sebagai praktik dari politik uang,”kata Satria.
Menurutnya, berdasarkan hasil surveinya pola potensi money politics pemilih muda di Jawa Timur dalam beragam bentuk seperti; (trading of influence) atau menjanjikan jabatan-jabatan tertentu setelah calon terpilih. Uang Tunai (Cash Money) model pemberian dilakukan dengan diserahkan penuh atau bertahap dengan jaminan calon harus terpilih. Pemberian kebutuhan pokok sehari-hari seperti, minyak goreng, deterjen, dan mie instan.
“Ada juga dalam bentuk infrastruktur yakni pemberian bantuan berupa pavingisasi, jembatan, sirtu, ada juga pemberian paket wisata kepada kelompok, paguyuban, dan hal sejenis,”pungkasnya.
Dalam diskusi yang digelar secara terbuka di gedung teater UMSurabaya tersebut dihadiri oleh beberapa tokoh diantaranya: Satria Unggul Wicaksana (Direktur PUSAD UMSurabaya), Titi Anggraini (Dosen FH Universitas Indonesia), Choirul Umam (Komisioner KPU Jatim), Radius Setiyawan (Peneliti Utama PUSAD UMSurabaya) dan Arin Setyowati (Peneliti Utama PUSAD UMSurabaya). [ina.gat]