Oleh:
Dewinta Rizky Azizzah
Mahasiswi Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya
Generasi Z tumbuh di tengah dunia yang serba terbuka. Media sosial memberi ruang luas untuk berbagi opini, mengekspresikan diri, dan membangun citra personal. Namun, di balik layar gawai yang terasa aman, tidak sedikit Gen Z yang justru merasa gugup, cemas, bahkan kehilangan kepercayaan diri ketika harus berbicara secara langsung di depan umum. Fenomena ini kerap terlihat di ruang kelas, forum diskusi, hingga dunia kerja pemula, ketika ide cemerlang tak tersampaikan hanya karena rasa takut berbicara.
Ironisnya, di era keterbukaan informasi dan partisipasi publik yang tinggi, kemampuan public speaking justru menjadi semakin penting. Bukan hanya untuk tampil di panggung besar, tetapi juga untuk menyampaikan pendapat, memperjuangkan gagasan, dan membangun kepercayaan diri. Bagi Gen Z, public speaking bukan sekadar keterampilan tambahan, melainkan kunci utama untuk bertahan dan berkembang di tengah kompetisi yang semakin ketat.
Public speaking adalah kemampuan menyampaikan pesan secara lisan kepada khalayak dengan jelas, terstruktur, dan meyakinkan. Dalam konteks Gen Z, public speaking tidak selalu identik dengan pidato formal di atas mimbar. Aktivitas ini mencakup presentasi di kelas, berbicara dalam rapat organisasi, diskusi publik, hingga menyampaikan pendapat di forum daring seperti webinar atau live talk. Lebih dari sekadar teknik berbicara, public speaking melibatkan penguasaan emosi, kejelasan berpikir, serta keberanian mengekspresikan diri. Di sinilah public speaking berperan besar dalam membentuk kepercayaan diri seseorang.
Public speaking relevan bagi seluruh Gen Z, khususnya pelajar, mahasiswa, aktivis komunitas, hingga generasi muda yang baru memasuki dunia kerja. Mereka berada pada fase pencarian jati diri dan pembuktian kemampuan. Dalam proses tersebut, kemampuan berbicara di depan umum menjadi alat penting untuk menunjukkan potensi diri.
Gen Z yang mampu berbicara dengan percaya diri cenderung lebih mudah didengar, dihargai, dan dipercaya. Sebaliknya, mereka yang pasif dan enggan berbicara sering kali tertinggal, meskipun memiliki kemampuan intelektual yang baik.
Kebutuhan public speaking hadir di hampir semua ruang kehidupan Gen Z. Di lingkungan pendidikan, public speaking dibutuhkan saat presentasi, diskusi kelompok, dan sidang akademik. Di organisasi dan komunitas, kemampuan ini berperan dalam memimpin, menyampaikan gagasan, dan membangun solidaritas. Tidak hanya di ruang fisik, public speaking juga dibutuhkan di ruang digital. Webinar, podcast, diskusi daring, hingga konten video menuntut kemampuan berbicara yang komunikatif dan percaya diri. Artinya, ruang public speaking Gen Z kini semakin luas dan tidak terbatas.
Public speaking penting sejak dini dan semakin krusial seiring bertambahnya tanggung jawab sosial dan profesional Gen Z. Saat tuntutan akademik meningkat, persaingan kerja semakin ketat, dan ruang publik menuntut partisipasi aktif, kemampuan berbicara menjadi modal utama.
Di era sekarang, ketika suara generasi muda sering menjadi sorotan dalam isu sosial, lingkungan, hingga politik, public speaking menjadi sarana untuk menyampaikan aspirasi secara efektif dan bertanggung jawab.
Public speaking memiliki kaitan erat dengan kepercayaan diri. Ketika seseorang mampu menyampaikan pikiran secara runtut dan dipahami oleh orang lain, rasa percaya diri akan tumbuh secara alami. Latihan berbicara di depan umum membantu Gen Z mengelola rasa gugup, mengatasi ketakutan akan penilaian orang lain, serta membangun keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri.
Kepercayaan diri yang terbentuk dari public speaking tidak hanya berdampak pada kemampuan komunikasi, tetapi juga pada keberanian mengambil keputusan, menghadapi tantangan, dan mengekspresikan identitas diri.
Kemampuan public speaking tidak muncul secara instan, tetapi dapat diasah melalui proses dan latihan berkelanjutan. Gen Z dapat memulainya dengan aktif berdiskusi di kelas, mengikuti organisasi, komunitas debat, atau pelatihan public speaking. Lingkungan yang mendukung dan tidak menghakimi juga menjadi faktor penting agar Gen Z berani mencoba tanpa takut salah.
Selain itu, memanfaatkan media digital sebagai ruang latihan, seperti membuat konten edukatif atau berbicara di forum daring, dapat menjadi cara efektif untuk melatih keberanian dan kepercayaan diri.
Pada akhirnya, public speaking bukan sekadar kemampuan teknis untuk berbicara di depan banyak orang, melainkan proses pembentukan kepercayaan diri yang berkelanjutan bagi Gen Z. Di tengah arus informasi yang cepat dan ruang publik yang semakin terbuka, keberanian untuk menyampaikan gagasan menjadi nilai penting yang menentukan apakah seseorang hanya menjadi penonton atau mampu mengambil peran. Public speaking membantu Gen Z mengenali potensi diri, mengelola rasa takut, serta membangun keyakinan bahwa suara mereka layak untuk didengar.
Kepercayaan diri yang tumbuh melalui public speaking juga berdampak luas dalam kehidupan sehari-hari. Gen Z yang terbiasa berbicara di depan umum cenderung lebih siap menghadapi tantangan akademik, dunia kerja, dan dinamika sosial.
Mereka tidak hanya mampu menyampaikan ide dengan jelas, tetapi juga dapat membangun relasi, memimpin diskusi, dan beradaptasi dengan berbagai situasi komunikasi. Dalam konteks ini, public speaking menjadi bekal penting untuk membentuk generasi muda yang kritis, komunikatif, dan berdaya saing.
Oleh karena itu, pengembangan kemampuan public speaking perlu mendapat perhatian serius, baik dari lingkungan pendidikan, komunitas, maupun individu Gen Z itu sendiri. Menciptakan ruang yang aman untuk belajar berbicara, berpendapat, dan berlatih tanpa takut salah merupakan langkah awal yang krusial. Dengan public speaking yang terasah, Gen Z tidak hanya mampu mengekspresikan diri secara percaya diri, tetapi juga berkontribusi aktif dalam membangun ruang publik yang lebih inklusif, dialogis, dan bermakna. [*]


