DPRD Gresik, Bhirawa
Dalam rapat pandangan umum fraksi tentang Ranperda APBD Tahun 2026, fraksi menyoroti tentang pendapatan asli daerah (PAD) harus di genjot.
Juga belanja daerah harus sehemat mungkin, dan menumpuknya non ASN disektor penyelenggaran pendidikan. Problem sekaligus beban anggaran daerah, disektor barang dan jasa.
Ketua Fraksi PKB DPRD Gresik, Imron Rosyadi mengatakan, bahwa pendapatan daerah Rp3,3 Triliun dengan rincian, Pendapatan Asli Daerah (PAD) senilai Rp1,5 Triliun, pendapatan transfer sebesar Rp1,6 Triliun.
Upaya komprehensif kaitan pola intensifkasi dan ekstensifikasi pajak daerah, masih menjadi harapan utama atas terpenuhinya target yang proyeksi kinerja dilaporkan ke Dewan.
“Terhadap belanja Barang dan jasa, seharusnya pemerintah
memberikan perimbangan antara beban kerja dengan jumlah pekerja yang dibutuhkan. Sebab menumpuknya non ASN disektor penyelenggaran pendidikan, menjadi problem sekaligus beban anggaran daerah disektor Barang dan jasa untuk di jelaskan,” ujarnya.
Ketua Fraksi PDIP Noto Utomo mengatakan, bahwa pemerintah melakukan pembenahan sistem dan mekanisme pemungutan pajak secara menyeluruh. Khususnya untuk pajak-pajak yang masuk dalam PBJT (seperti pajak parkir, pajak makanan atau restoran, jasa kesenian dan hiburan, perhotelan, dan pajak reklame).
“Sisa lebih Perhitungan anggaran (SILPA) tahun sebelumnya APBD Tahun 2025, jumlah sama dengan defisit yakni Rp143.154.152.817,00. Penggunaan SILPA menjadikan anggaran secara netto berimbang. Pertanyakan rincian dari pengeluaran pembiayaan diproyeksikan nihil, di jelaskan pula secara rinci,” ungkapnya.
Menurut Ketua Fraksi Demokrat dan Nasdem Suberi mengatakan, bahwa tidak optimal pengelolaan aset daerah merupakan sumber.
“kebocoran potensi fiskal” harus segera dibenahi. Di tengah menurunnya pendapatan transfer pusat, dan meningkatnya kebutuhan fiskal daerah, pengelolaan aset secara profesional, inovatif, dan berorientasi nilai tambah harus menjadi agenda prioritas pemerintah.
“Dominasi belanja pegawai setiap tahun mengerus ruang fiscal, mematikan kreativitas OPD untuk melakukan terobosan pembangunan. Peningkatan belanja modal berdampak sekolah tidak akan banyak dibangun, fasilitas kesehatan tidak dapat berkembang signifikan. Infrastruktur masyarakat pinggiran tidak akan berubah, sehingga cita-cita transformasi sosial tema APBD tahun 2026. Tidak akan lahir karna ketidakseimbangan belanja modal, dan belanja rutin,” pungkasnya. [kim.dre]


