28 C
Sidoarjo
Wednesday, March 12, 2025
spot_img

Program Tiga Juta Rumah Versus Inpres Efisiensi Anggaran

Oleh :
Wahyu Kuncoro
Wartawan Harian Bhirawa

Sektor perumahan menjadi salah satu agenda penting yang diusung pemerintahan Prabowo – Gibran yang tertuang dalam Program Tiga Juta Rumah. Misi program ini bukan hanya untuk membangun rumah, tetapi juga memiliki misi memberantas kemiskinan. Program pembangunan perumahan memainkan peran penting dalam menciptakan kondisi yang memungkinkan individu untuk berkembang, baik secara fisik, mental, maupun sosial.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa program pembangunan perumahan yang terencana dapat membawa dampak positif terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. Sebuah studi oleh World Bank (2018) tentang perumahan dan pembangunan di negara-negara berkembang menunjukkan bahwa investasi dalam pembangunan perumahan memiliki hubungan yang erat dengan peningkatan produktivitas, pengurangan kemiskinan, dan kesejahteraan sosial.

Program-program perumahan yang mengutamakan keterjangkauan dan kualitas dapat memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat secara signifikan. Selain itu, riset dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas, 2019) menunjukkan bahwa kualitas tempat tinggal sangat memengaruhi kesehatan masyarakat. Rumah yang sehat dan aman dapat mengurangi angka penyakit menular, sementara rumah yang tidak layak dapat meningkatkan angka kemiskinan dan memperburuk masalah sosial.

Program Tiga Juta Rumah
Program Tiga Juta Rumah mulai dikenal pada tahun 2015 dengan tujuan untuk membangun tiga juta unit rumah dalam lima tahun. Program ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah, yang masih kesulitan untuk memperoleh tempat tinggal yang layak. Rumah yang dibangun dalam program ini termasuk rumah sederhana sehat (RSR), rumah susun, dan rumah swadaya. Ada beberapa tujuan utama dari program ini.

Pertama, meningkatkan akses masyarakat terhadap perumahan. Pembangunan tiga juta rumah ditujukan untuk mengurangi backlog (keterlambatan) perumahan di Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Indonesia masih menghadapi kekurangan sekitar 11 juta rumah. Program ini bertujuan untuk memberikan solusi terhadap kekurangan tersebut, sekaligus menyediakan rumah yang layak dan terjangkau bagi keluarga berpenghasilan rendah.

Kedua, meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Salah satu dimensi kualitas hidup yang sangat penting adalah tempat tinggal. Rumah yang layak dan sehat merupakan syarat dasar untuk mendukung aktivitas sehari-hari, termasuk menjaga kesehatan dan menciptakan suasana belajar yang kondusif bagi anak-anak.

Ketiga, mendorong pembangunan ekonomi lokal. Proyek pembangunan rumah memberikan dampak langsung terhadap perekonomian lokal. Aktivitas konstruksi menciptakan lapangan kerja, baik bagi pekerja konstruksi maupun sektor terkait, seperti manufaktur bahan bangunan dan sektor jasa lainnya. Selain itu, pembangunan infrastruktur perumahan juga berpotensi meningkatkan akses terhadap pasar, pendidikan, dan layanan kesehatan.

Keempat, mendukung keseimbangan sosial dan ekonomi. Pembangunan perumahan yang terencana dengan baik juga mendukung integrasi sosial, mengurangi ketimpangan, dan memperbaiki akses terhadap fasilitas dasar, seperti air bersih, listrik, dan sanitasi.

Berita Terkait :  Stop Kekerasan Anak di Ruang Digital

Dampak Efisiensi Anggaran
Hadirnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025 membawa dampak signifikan terhadap penganggaran program-program pembangunan seluruh Kementerian dan Lembaga Negara dan bahkan pemerintahan daerah. Merujuk pada Inpres 1/2025, maka efisiensi (penghematan) anggaran bersifat wajib. Efisiensi, terutama mengurangi biaya perjalanan dinas, kunjungan luar negeri, dan biaya rapat dan seminar.

Inpres Nomor 1 Tahun 2025, sudah mulai berjalan. Total anggaran yang ingin dihemat mencapai 8,46% (setara Rp306,69 trilyun) dari total nilai APBN 2025. Terdapat tujuh Kementerian, dan Lembaga Negara, yang mengalami pengurangan anggaran sampai lebih dari separuh (50%). Tak terkecuali Otorita IKN (Ibu Kota Nusantara), memperoleh pengurangan paling besar, 75,2%. Semula Rp 6,39 tirlyun, dipangkas Rp 4,81 trilyun, menjadi Rp 1,58 trilyun. Niscaya, tidak bisa tidak, bisa mempengaruhi proyek infrastruktur IKN di kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga mengalami pemangkasan sebesar 57,46%. Dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR-RI, Mendagri mengumumkan efisiensi sebesar Rp 2,753 trilyun. Sehingga pagu Kemendagri tersisa Rp 2,038 trilyun. Tetapi pengurangan paling besar dialami Kementerian Pekerjaan Umum (PU), sampai sebesar 73,34%! Semula alokasi anggaran PU sebesar Rp110,95 trilyun, “di-efisiensi” sebesar sebesar Rp 81,38 trilyun, tersisa Rp29,57 trilyun. Niscaya, mengurangi volume kerja infrastruktur nasional.

Jajaran bidang infrastruktur, nampaknya, mengalami pengurangan anggaran aling besar. Termasuk efisiensi pada Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, “di-efisiensi” sebesar 69,4%. Semula Rp5,27 trilyun, kini menjadi Rp1,61 trilyun. Cukup mengkhawatirkan untuk merealisasi program 3 juta rumah untuk MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah).

Nampaknya, efisiensi anggaran Kementerian dan Lembaga, “tidak pandang bulu” pada alokasi besar. Melainkan juga yang memiliki anggaran kecil. Misalnya, BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) menerima efisiensi sebesar 69,1%, menjadi hanya Rp 193,2 milyar. Semula, anggaran BNPT dipagu sebesar Rp626,39 milyar. Hal yang sama dialami BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) “di-efisiensi” sebesar 50,35%. Namun BMKG akan meng-ganggu kinerja. Sehingga akan meminta dispensasi kepada Presiden Prabowo. Alasannya, BMKG berkait dengan mitigasi ancaman bencana Geo-Hidrometeorologi, yang bisa terjadi setiap saat, tanpa diduga.

Anggaran BMKG semula dipagu Rp2,826 trilyun, menjadi Rp1,403 trilyun. Termasuk untuk alokasi Aloptama (Alat Operasional Utama) yang harus rutin dipelihara dalam keadaan “on.” Aloptama BMKG digunakan untuk observasi dan deteksi dinamika cuaca, iklim, kualitas udara, gempa bumi dan tsunami. Juga sangat diperlukan untuk transportasi udara, serta mitigasi petani, dan nelayan. Konon anggaran BMKG setelah efisiensi, hanya cukup sampai bulan Oktober.

Berita Terkait :  Cabai, Beras Makin Panas

Efisiensi besar juga terjadi pada Kementerian Koordinator bidang Pangan, walau mem-bawahkan koordinasi program MBG (Makan Bergizi Gratis). Anggaran Kemenko Pangan “di-efisiensi” sebesar 62,6%. Semula Rp44 milyar, kini tersisa Rp16,4 milyar. Efisien yang sama dialami Kemenko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, mencapai 66,4%. Sudah kecil dipotong pula. Semula Rp9,02 milyar, kini menjadi Rp3,02 milyar. Penjagaan penjara (Lembaga Pemasyarakatan) pasti terdampak.

Singkatnya, meskipun program Tiga Juta Rumah memiliki potensi besar, terdapat sejumlah tantangan dalam implementasinya. Salah satu tantangan utama saat ini adalah kebijakan efisiensi anggaran yang dibingkai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025. Maka pertanyaannya adalah, apakah pemerintah masih memiliki energi dan anggaran untuk mewujudkan program tiga juta rumah tersebut.

Hemat penulis, dalam beberapa waktu kedepan rasanya, pemerintah akan tersedot energi dan pikirannya untuk mengurusi prgram Makan Bergizi Gratis (MBG). Lantas bagaimana nasib program tiga juta rumah yang katanya juga merupakan prgram strategis. Bisa jadi nasibnya masih menunggu bagaimana pemerintah mampu menyelesaian pola penganggaran MBG yang sampai saat ini nampak masih kedodoran dalam mengelolanya.

Tetapi setiap rezim memiliki cara efisiensi. Seperti dilakukan rezim Jokowi – Jusuf Kalla. Pada pelaksanaan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja) 2017, pemerintah meng-efisien-kan belanja barang. Nilai penghematan mencapai 15% (setara Rp 38,5 trilyun). Belanja barang yang dihemat, di antaranya pembelian ATK (alat tulis dan kantor), furnitur (meja dan kursi), serta kendaraan dinas. Namun tidak semua penghematan bisa bermanfaat. Bahkan bisa sebaliknya, karena APBN (dan APBD Propinsi serta Kabupaten dan Kota) merupakan stimulus perekonomian nasional.

Bahwa terlepas dari dampak efisiensi anggaran, program tiga juta rumah juga masih berhadapan dengan beberapa persoalan lainnya. Banyak masyarakat yang membutuhkan perumahan masih kesulitan untuk membayar biaya konstruksi, meskipun ada subsidi dari pemerintah. Tantangan lainnya adalah masalah regulasi dan perizinan yang kadang-kadang memperlambat proses pembangunan. Selain itu, kesulitan dalam pengadaan lahan yang strategis dan terjangkau juga menjadi hambatan dalam mencapai target pembangunan rumah. Program Pembangunan Tiga Juta Rumah yang digagas oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman Indonesia merupakan salah satu langkah strategis dalam mendukung pembangunan manusia berkualitas.

Dalam jangka panjang, kesuksesan program ini akan bergantung pada kemampuan pemerintah untuk berkolaborasi dengan sektor swasta dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pembangunan manusia secara holistik.

Berita Terkait :  Menjamin K3 di Pabrik

Membaca Dukungan Perbankan
Berkaca pada persoalan di atas utamanya terkait dengan efisiensi anggaran yang kini menghantui semua program strategis yang sudah disusun, maka peran industri keuangan, yakni perbankan dalam mewujudkan program tiga juta rumah menjadi sangat diperlukan. Daya dukung PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) sebagai mitra pemerintah dengan pangsa KPR terbesar di Indonesia menjadi menemukan urgensi dan relevansinya.

Bank BTN memiliki kapabilitas untuk mendukung program 3 juta karena telah menjadi tulang punggung bagi program satu juta rumah di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sebagai gambaran, Bank BTN telah membantu membangun sekitar 200 ribu rumah per tahun selama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Biaya yang dihabiskan per tahun dengan jumlah tersebut mencapai Rp24 triliun. Artinya nggak mungkin APBN dihabiskan hanya untuk sektor perumahan. Problem di sektor perumahan bukan hanya terletak di pendanaan, namun juga memastikan agar sisi supply dan demand dapat terpenuhi dan saling melengkapi. Dalam hal ini, sisi supply yakni produksi dan ketersediaan rumah serta lahan, dan sisi permintaan yang terkait dengan kebutuhan dan kemampuan konsumen atau end-user.

Di sisi supply, BTN mendukung dengan cara memberikan pendanaan kepada developer berupa kredit konstruksi, baik untuk landed house (rumah tapak) maupun high rise (rumah vertikal). Sedangkan di sisi demand, BTN menyalurkan kredit kepada konsumen, baik untuk membeli rumah, membangun rumah di lahan yang sudah ada, maupun merenovasi rumah.

Bank BTN telah memainkan peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan rumah rakyat dan sekaligus menggerakkan pertumbuhan ekonomi melalui sektor perumahan. Andil ini terlihat jelas dari kontribusi BTN sebagai bank pelaksana utama program perumahan subsidi pemerintah, dengan hampir separuh dari total kredit perumahan yang disalurkan BTN merupakan KPR subsidi. BTN telah menjadi katalis bagi ekosistem perumahan dan perekonomian negara melalui perannya sebagai penyalur KPR terbesar di Indonesia.

Pencapaian tersebut menegaskan betapa BTN memainkan peranan strategis dalam membantu pemerintah mengurangi backlog perumahan nasional yang saat ini masih mencapai 9,9 juta. BTN perlu didorong untuk terus memperkuat komitmennya sebagai pembuka akses kepada pembiayaan perumahan, terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah agar mereka dapat memiliki hunian yang layak dan terjangkau. Komitmen Bank BTN untuk mendukung Program Tiga Juta Rumah melalui penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) utamanya untuk rumah subsidi membuktikan kontribusi BTN dalam membuka akses pembiayaaan untuk memenuhi kebutuhan rumah layak huni dan terjangkau, terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). ***

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru