Oleh:
Sawawi, Kab. Situbondo
Sebuah film dokumenter yang berjudul “The Hodo Memanggil Langit Untuk Tanah” karya enam mahasiswa Program Studi (Prodi) Televisi dan Film, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Jember (UNEJ) berhasil meraih penghargaan Nasional.
Film ini mendapat penghargaaan sebagai bagian dalam Program Akuisisi Pengetahuan Lokal Bentuk Karya Audiovisual Periode III Kelompok 3 Tahun 2025 yang diselenggarakan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Yang membanggakan, dua dari enam mahasiswa tersebut, berasal dari Kabupaten Situbondo yakni Ghina Obadiah dan Muhammad Hesa Maulana. Dua mahasiswa asli Kabupaten Situbondo tersebut memiliki kedekatan langsung dengan tradisi ritual Hodo dan masyarakat Dusun Pariopo, Desa Bantal, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo untuk membuat film dokumenter kearifan lokal asal Kabupaten Situbondo Ritual Hodo.
Penghargaan dari BRIN ini diumumkan resmi melalui surat elektronik yang diterima para kreator menyampaikan bahwa film tersebut berhasil lolos tahapan seleksi, kurasi, dan penilaian yang dilakukan oleh Direktorat RMPI.
Karya film dokumenter kearifan lokal asal Kabupaten Situbondo Ritual Hodo ini, dinilai berhasil memvisualisasikan pengetahuan lokal secara kuat dan relevan bagi pengarsipan budaya nasional.
“Program akuisisi Pengetahuan Lokal BRIN ini merupakan agenda pemerintah untuk mendokumentasikan pengetahuan tradisional, budaya, serta praktik leluhur Nusantara. Karya yang terpilih dinilai memiliki signifikansi besar dalam memperkuat basis data pengetahuan nasional serta melestarikan warisan budaya adiluhung masyarakat setempat,” sebut Guna Obadiah, salah satu mahasiswa FIB Unej Kamis (27/11).
Film dokumenter yang mengangkat Ritual Hodo, aku Gina Obadiah, merupakan upaya permohonan hujan kepada Allah SWT serta merupakan tradisi masyarakat Dusun Pariopo, Desa Bantal, Kecamatan Asembagus, Situbondo yang dilaksanakan turun menurun.
“Ya, ini merupakan salah satu tradisi yang sampai saat ini dipertahankan.
Melalui pendekatan visual yang puitis dan riset lapangan yang mendalam, film ini dinilai mampu memperkenalkan tradisi yang selama ini jarang terdokumentasikan secara profesional.
Selaku Tim Riset, yang terlibat langsung dalam proses pendokumentasian tradisi Hodo menjadi pengalaman berharga bagi kami bersama tim,” sahut Ghina Obadiah.
Tim, sambung Ghina Obadiah, turun langsung ke kampung, berdialog dengan ketua adat, dan menggali cerita yang selama ini hanya diwariskan secara lisan.
“Sebagai warga Situbondo, saya merasa memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan tradisi Hodo tetap lestari dan tercatat dikenal generasi berikutnya,” ujar Ghina.
Sementara itu, Muhammad Hesa Maulana, Director of Photography (DOP), menuturkan pengambilan gambar ritual Hodo membutuhkan ketelitian dan rasa hormat yang mendalam terhadap tempat yang disakralkan oleh masyarakat setempat.
“Ritual Hodo memiliki atmosfer sakral. Saya harus menangkap momennya tanpa mengganggu jalannya upacara. Suasana permohonan hujan melalui ritual Hodo ini penuh dengan nilai-nilai mistis namun masuk akal. Contoh, ketika saya mengambil gambar ritual Hodo dari atas bukit, saya terjatuh,” jelas Muhammad Hesa Maulana.
Pemuda yang akrab dipanggil Akong Hesa mengakui keberhasilan penghargaan itu merupakan jerih payah tim dalam memproduksi film dokumenter ini. Kata Akong Hesa, film ini diapresiasi oleh BRIN dan bukan hanya kebanggaan bagi tim, tetapi juga bentuk penghormatan untuk budaya Situbondo.
“Untuk itu, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bupati Situbondo Yusuf Rio Wahyu Prayogo yang ikut mendukung pembuatan film ini. Selain itu, kepada Mas Agung dan Mas Irwan yang telah membantu dalam melakukan pendekatan dengan tokoh masyarakat desa setempat serta tetua adat desa setempat dan pihak-pihak terkait lainnya yang telah membantu suksesnya pembuatan film The Hodo Memanggil Langit Untuk Tanah,” kata Akong Hesa.
Di sisi lain, Sutradara Film The Hodo, Naufal Falih Rabbani mengatakan, pencapaian tersebut membuktikan kemampuan mahasiswa dalam mengolah isu budaya menjadi karya audiovisual yang kuat, bermutu, dan bernilai bagi masyarakat luas.
“Keberhasilan film The Hodo Memanggil Langit Untuk Tanah tersebut tidak hanya membanggakan Universitas Jember, tetapi juga memberi kontribusi nyata bagi masyarakat Situbondo. Tradisi Hodo kini terdokumentasikan dengan baik dan dapat menjadi sumber pengetahuan bagi generasi mendatang,” jelas Naufal Falih Rabbani.
Adapun susunan tim kreator, kata Naufal Falih Rabbani, berencana membawa film dokumenter ini ke berbagai festival film dan forum kebudayaan di tingkat nasional maupun internasional.
Harapannya, sambil Naufal, tradisi Hodo dapat semakin dikenal dan dihargai sebagai salah satu kekayaan budaya Situbondo yang perlu dijaga kelestariannya. Atas film dokumenter The Hodo tersebut, imbuh Naufal Falih Rabbani, BRIN memberikan insentif sebesar Rp 18 juta kepada para kreator atas terpilihnya film dokumenter The Hodo dalam program akuisisi.
“Diharapkan ini kedepan dapat menjadi dorongan para mahasiswa dan kreator muda untuk terus menghasilkan karya berdampak, terutama dalam pelestarian pengetahuan lokal,” pungkas Naufal. [awi.gat]


