Situbondo, Bhirawa
Saat ini sedikitnya ada delapan desa di Kabupaten Situbondo yang akan menjadi desa inklusi baru. Kedelapan desa tersebut diantaranya desa Trebungan dan Tanjung Glugur, Kecamatan Mangaran, Desa Juglangan, Klampokan, Curah Jeru, Tenggir Kecamatan Panji, Desa Kapongan dan Olean Kecamatan Kapongan. Sebelumnya sudah ada tujuh desa yang lebih dahulu menjadi desa inklusi. Jadi total ada 15 desa inklusi.
Menurut Bupati Situbondo Karna Suswandi, kedelapan desa baru tersebut baru tahun ini akan menjadi desa inklusi. Maka, kata Bupati Karna, desa desa itu akan mendapatkan pendampingan dari PPDiS (Pelopor Peduli Disabilitas Situbondo). “Ini sebagai salah satu upaya membuka mindset masyarakat tentang kesetaraan hak,” kupas Bupati Karna.
Selain itu, sambung Bupati Karna, dalam program ini pihaknya akan memperlakukan dan memberi kesempatan yang sama bagi kalangan penyandang disabilitas sehingga mampu berdaya dan mampu bersaing dengan yang lainnya.
“Untuk itu, diperlukan sinergitas, kolaboratif dan keterlibatan publik dalam pembangunan inklusif yang baik. Sehingga kita membangun tanpa ada yang tertinggal,” ujarnya saat memberikan arahan pada pembukaan acara Rakor Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Difabel, di Pendopo Arya, Selasa (16/7).
Mantan Kepala Dinas PUPP Kabupaten Bondowoso itu berharap, ke depan seluruh desa di Situbondo bisa mengimplementasikan kebijakan pembangunan inklusi dengan memperhatikan seluruh indikator yang ada.
Sementara itu, Luluk Ariyantini, Ketua PPDIS Kabupaten Situbondo, menerangkan, perbedaan desa umum dengan desa inklusi itu terletak pada ada tidaknya regulasi yang mengatur tentang disabilitas. Selain itu, tambah Luluk, ada akses yang ramah terhadap disabilitas, utamanya akses sarana prasarana. “Minimalnya itu di kantor desa ada bidang miringnya, ada toilet ramah disabilitas. Keduanya itu bisa dimasukkan kepada akses disabilitas,” katanya.
Luluk melanjutkan, pendampingan terhadap desa-desa untuk menjadi desa inklusi dilakukan bertahap sebagaimana kontrak dengan PPDiS yakni dari desa 2022 hingga 2025.
Selama waktu kontrak itu, sambung Luluk, PPDiS tak hanya sebatas pendampingan pelatihan. Namun juga menyadarkan pada kalangan difabel agar lebih berani berinteraksi dan bersosialisasi. “Kami juga memulai dengan mengajak mereka berperan aktif di desa, kecamatan hingga kabupaten,” ujar Luluk.
Dengan peran aktif itu, ungkap Luluk, kini banyak kalangan difabel sering dilibatkan rapat koordinasi, hingga kegiatan perencanaan pembangunan. “Hingga hari ini peran mereka bukan hanya pada tataran di desa saja. Pada kecamatan, kabupaten mereka juga diakui perannya,” tuturnya.
Di samping itu, tutur Luluk, pihaknya juga menjadi jembatan untuk menyambungkan kalangan difabel dengan OPD. Misalnya terkait pelatihan, peluang kerja yang sama, pelayanan kesehatan yang sama, dan pelayanan pendidikan yang setara. [awi.wwn]