Nganjuk, Bhirawa.
Jawa Timur (Jatim) tampaknya mulai menanam masa depan baru: bukan sekadar menanam padi, bawang, kopi, atau hortikultura, tetapi juga menanam kecakapan digital di ladang para petani muda. Gelombang pelatihan petani digital kini makin merata, dari Nganjuk hingga Jember, dari Malang hingga Batu-membentuk jaring pengetahuan yang bisa mengubah wajah pertanian lima sampai sepuluh tahun ke depan.
Di Nganjuk, program “Tani Digital 2025 by Omah Tandang” baru saja rampung. Selama tiga hari, para petani digembleng untuk memahami fotografi produk, pemasaran digital, hingga pengelolaan konten media sosial. Ruangan rapat pemerintah berubah menjadi ruang akselerasi kreativitas-sebuah momen ketika para petani yang biasanya bergelut dengan tanah, kini akrab dengan algoritma dan analitik.
Sementara itu, di Jember, pendekatannya lebih futuristik. Pelatihan digital farming hasil kolaborasi Bank Indonesia dan perguruan tinggi menanamkan keterampilan sensor lahan, teknologi IoT, hingga pemanfaatan aplikasi pemantau tanaman. Petani milenial Jember diarahkan menjadi operator pertanian presisi, bukan sekadar pekerja manual.
Di Malang, program YESS bersama perguruan tinggi membidik sisi kewirausahaan. Pelatihan pemasaran digital dan produksi kreatif menjadi pintu masuk bagi petani muda untuk membangun merek sendiri, memasarkan produk langsung ke konsumen, dan menembus pasar yang sebelumnya tak terbayangkan.
Lamongan ikut bergerak, mengembangkan pelatihan ramah lingkungan berbasis teknologi, sementara Mojokerto memperkenalkan aplikasi LKP 2.0 berbasis web, alat praktis untuk rekomendasi pemupukan presisi sesuai kondisi lahan. Dan dari lereng sejuk Kota Batu, teknologi IoT mulai menjadi bahasa sehari-hari petani: sensor suhu, kontrol air otomatis, hingga sistem pemantauan langsung dari ponsel.
Jika dirangkai, semua ini menggambarkan satu hal: Jawa Timur sedang membangun kelas baru petani-petani digital yang bermodal skill, bukan sekadar cangkul.
Prospeknya tidak main-main. Dengan pasar agribisnis yang kini banyak bergerak secara daring, kemampuan membuat konten, menganalisis tren pasar, hingga menerapkan teknologi presisi bisa mempercepat lompatan nilai tambah. Petani tidak lagi sekadar produsen; mereka berpotensi menjadi brand owner, content creator, sekaligus manajer usaha.
Gelombang pelatihan yang tersebar ini menunjukkan arah besar pembangunan Jawa Timur: pertanian yang bukan hanya tangguh secara produksi, tetapi juga tangkas secara digital. Jika arus ini dijaga, ekosistem petani baru, lebih muda, lebih kreatif, lebih adaptif akan menjadi kekuatan besar dalam menjaga ketahanan pangan dan membuka kemandirian ekonomi desa.
Kepala Dinas Kominfo Subani dalam laporannya menyampaikan bahwa peserta yang hadir telah melalui seleksi ketat. Pelatihan ini dirancang untuk mendorong petani beradaptasi dengan digitalisasi serta mengembangkan inovasi di bidang pertanian, perkebunan, dan peternakan. “Digital bukan hanya alat, tetapi sarana memperluas pasar, meningkatkan kualitas olahan, dan mengangkat potensi desa,” ujarnya.
Bupati Nganjuk, Marhaen Djumadi, dalam sambutannya menekankan pentingnya membangun mindset positif sebelum memasuki materi teknis. Menurutnya, dunia pemasaran digital merupakan “perang persepsi” yang membutuhkan keberanian, kreativitas, dan mental kuat.
“Jauhi lingkungan negatif. Gunakan kata-kata yang menguatkan bisa ‘gampang, gaspol.’ Fondasi mental yang kuat akan menentukan keberhasilan petani dalam mempromosikan produknya secara digital,” tegasnya.
Bupati juga mengingatkan pentingnya memahami pasar dan membuat konten yang mampu membangun kepercayaan konsumen.
Sementara itu, Wakil Bupati Trihandy menegaskan bahwa digitalisasi membuka peluang besar bagi sektor pertanian Nganjuk yang selama ini dikenal sebagai sentra bawang merah nasional.
Media sosial bukan hanya tempat hiburan, tetapi ruang edukasi, pemasaran, dan personal branding bagi petani,” jelasnya. Wabup mencontohkan bagaimana konten rutin dapat mendatangkan peluang seperti endorsement hingga peningkatan penjualan melalui e-commerce.
Trihandy juga menyoroti potensi ekonomi dari pemasaran digital. Penjualan online memungkinkan aliran uang dari luar daerah masuk ke Nganjuk. “Ini penting untuk menguatkan ekonomi lokal. Jangan sampai uang Nganjuk justru lebih banyak keluar,” tambahnya.
Benih digital ini sudah ditanam. Tinggal menunggu bagaimana Jawa Timur merawatnya menjadi lumbung inovasi baru.[dro.ca]


