Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Wagiyo. foto: abednego/Bhirawa.
Kejati Jatim, Bhirawa.
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) telah mengantongi nama tersangka kasus dugaan korupsi PT Delta Artha Bahari Nusantara (DABN). Penyidik pun telah memeriksa Kepala Dinas Perhubungan Jawa Timur (Kadishub Jatim) yang menjabat pada saat itu, terkait pengelolaan jasa kepelabuhan di Pelabuhan Probolinggo periode 2017-2025.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Wagiyo menjelaskan, awal mula kejadian ini dan pengusulan itu dilakukan oleh Kepala Dinas Perhubungan pada saat itu (Wahid Wahyudi, red). Dan yang mengusulkan terkait dengan DABN ini untuk menjadi maupun melakukan penugasan dalam hal Badan Usaha Pelabuhan.
“Yang bersangkutan sudah pernah kita lakukan pemeriksaan. Yakni, terkait bagaimana proses pengusulan DABN untuk menjadi penugasan sebagai Badan Usaha Pelabuhan (BUP) di Probolinggo. Itu yang ingin kita gali dari Kepala Dinas pada saat proses itu berlangsung,” jelas Wagiyo kepada awak media, Senin (15/12) di Surabaya.
Wagiyo mengungkapkan, secara kronologis Kadishub pada waktu itu menindaklanjuti arahan dari Gubernur Jatim saat itu, Soekarwo. Namun demikian, Wagiyo menegaskan bahwa hingga kini Soekarwo belum diperiksa dalam perkara tersebut.
“Sampai saat ini belum. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan kepentingan pembuktian. Sejauh ini belum ada keterangan saksi lain yang mengarah ke sana,” tegasnya.
Meski demikian, Kejati Jatim tidak menutup kemungkinan untuk melakukan pemeriksaan tambahan apabila ditemukan fakta baru dalam proses penyidikan. “Jika nanti ada fakta-fakta yang mengarah ke pihak tertentu, tentu akan kami lakukan pemeriksaan dalam rangka pengungkapan alat bukti dan peristiwa yang sebenarnya,” ujarnya.
Meski demikian, Wagiyo mengaku penyidik sudah mengantongi nama pihak yang bertanggung jawab dalam kasus ini. Sayangnya pihaknya belum bisa mengungkapkan hal itu kepada publik, lantaran masih dalam proses penyidikan umum.
“Penyidik tentu sudah punya (nama tersangka, red), namun belum bisa kita ungkapkan kepada publik karena masih penyidikan umum,” ungkap Wagiyo.
Penyidik Pidana Khusus, lanjutnya, tengah menunggu hasil perhitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Penyidik sudah memeriksa saksi-saksi, menyita dokumen, melakukan penyitaan terhadap sejumlah rekening, serta meminta keterangan ahli.
“Alat bukti terkait kerugian keuangan negara sudah ada, namun masih terus kami dalami untuk menentukan siapa yang paling bertanggung jawab,” tambahnya.
Terkait kemungkinan penetapan tersangka, Wagiyo menegaskan pihaknya tidak ingin berspekulasi dan akan menunggu seluruh proses pembuktian rampung. Kami tidak bisa mengira-ngira. Penetapan tersangka harus berdasarkan alat bukti yang cukup. Saat ini kami juga masih menunggu hasil perhitungan dari BPKP,” pungkasnya.
Kasus ini bermula dari upaya Pemprov Jatim untuk mengelola Pelabuhan Probolinggo. Namun, saat itu Pemprov Jatim tidak memiliki BUMD yang bergerak di bidang pengelolaan pelabuhan atau izin BUP. Untuk menyiasati hal tersebut, Dishub Jatim mengusulkan PT DABN, yang awalnya merupakan anak perusahaan PT Jatim Energy Services (PT JES) sebelum dialihkan menjadi anak perusahaan PT PJU.
Pada 10 Agustus 2015, Gubernur Jatim mengirim surat kepada Dirjen Perhubungan Laut yang menyebut PT DABN seolah-olah sebagai BUMD pemilik izin BUP. Padahal, status perusahaan tersebut belum memenuhi syarat untuk menerima hak konsesi.
Selanjutnya, Pemprov Jatim menerbitkan Perda Nomor 10 Tahun 2016 yang menyertakan aset senilai Rp253,6 miliar kepada PT PJU yang kemudian diteruskan kepada PT DABN. Pola penyertaan modal seperti itu dinilai bertentangan dengan UU Nomor 23 Tahun 2014, yang menyebut penyertaan modal hanya dapat diberikan kepada BUMD.
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut kemudian menyetujui permohonan pengelolaan pelabuhan, dengan catatan bahwa lahan dan investasi harus menjadi milik BUP dan tidak menggunakan dana APBD/APBN. Namun, pada praktiknya, PT DABN belum memiliki aset saat konsesi ditandatangani pada 21 Desember 2017. Penyerahan aset baru dilakukan pada 9 Agustus 2021, sehingga tidak sesuai ketentuan PP Nomor 64 Tahun 2015. (bed.hel).


