Oleh:
Sihabuddin
Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Surakarta
Tidak perlu diragukan lagi bangsa Indonesia adalah bangsa yang santun dan berbudi pekerti yang tinggi. Bangsa yang selalu mengutamakan kesopanan dalam setiap perilaku baik secara individu maupun kelompok. Bahkan saking menjunjung tingginya kesopanan, cara berkomunikasinyapun diatur sedemikian rupa agar orang yang diajak berkomunikasi merasa senang dan tidak ada perasaan sakit hati sedikitpun. Perilaku sopan santun tidak hanya ditunjukan kepada orang yang dikenal, kepada yang tidak dikenalpun orang Indonesia selalu menunjukan sikap keramah tamahan seperti tersenyum jika berpapasan, membungkukan wajah jika berjalan di depan orang yang duduk dan sebagainya. Jika ada yang membutuhkan bantuan tanpa diminta orang Indonesia menjadi orang terdepan dalam hal saling membantu. Bahkan Indonesia dilaporkan menjadi bangsa yang paling dermawan di dunia untuk tahun ketujuh berturut-turut, berdasarkan World Giving Index (WGI) tahun 2024, dengan skor 74 poin. Skor tinggi ini didorong oleh tingginya partisipasi masyarakat dalam mendonasikan uang, membantu orang asing, dan menjadi sukarelawan, serta didukung oleh nilai-nilai agama dan budaya gotong royong yang mengakar kuat dalam masyarakat Indonesia.
Namun, etika kesopanan bangsa Indonesia yang terpancar dalam kehidupan sehari-hari kurang ditampakan di dunia maya. Perbuatan menghujat, mencaci, mencela, mengumpat, menghardik dan perilaku tidak baik lainnya sangat mudah ditemukan di akun-akun media sosial Indonesia, terutama jika berhubungan dengan politik. Kalau bentuk kekecewaan terhadap pemerintah karena kebijakan yang menyengsarakan rakyat mungkin hujatannya masih bisa ditolerir meskipun itu tetap dipandang tidak baik. Tapi, berita yang tidak ada hubungan atau sangkut pautnya dengan dirinya seenaknya dihujat dan dicaci padahal berita tersebut belum tentu benar. Benarpun kalau tidak ada sangkut pautnya dengan diri sendiri tidak pantas untuk dihujat. Namun, kenyataannya hujatan bagi netizen Indonesia sudah menjadi hal yang mudah ditemui di media sosial. Maka tidak heran, microsoft mengumumkan tingkat kesopanan pengguna internet sepanjang 2020 dalam laporan yang berjudul ‘Digital Civility Index (DCI)’. Laporan tersebut menempatkan Indonesia berada di urutan ke-29 dari 32 negara yang disurvei untuk tingkat kesopanan, sekaligus menjadi yang terendah di Asia Tenggara atau paling tidak sopan se Asia Tenggara,
Peringkat ketidaksopanan orang Indonesia di antara negara-negara Asia Tenggara lainnya sungguh sangat memalukan karena bertolak belakang dengan apa yang digaungkan selama ini. Apalagi selama ini bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius yang tentunya sangat mengutamakan kesopanan tidak hanya kepada sang pencipta tetapi juga kepada sesama manusia. Selain itu, tidak ada satupun agama yang dipeluk oleh bangsa Indonesia memperbolehkan untuk berperilaku tidak sopan kepada orang lain. Bukti kereligiusan bangsa Indonesia bisa dilihat data dari PE Research Center dan Visual Capitalist yang menunjukkan Indonesia menduduki puncak survei pada tahun 2023 dan 2024 dengan 95% penduduknya melaksanakan ibadah setiap hari. Namun sayang perbuatan tidak sopan di media sosial sering dilakukan padahal berperilaku sopan kepada orang lain juga merupakan ibadah.
Untuk itu, perlunya pemahaman etika kesopanan di media sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebab bisa jadi orang yang tidak sopan di media sosial selama ini tidak paham beretika di media sosial dan menganggap bisa berbuat seenaknya di media sosial. Pemahaman etika kesopanan di media sosial dianggap penting karena menjadi pegangan dalam menggunakan media sosial dengan baik dan bijak, serta menjaga hubungan yang sehat dengan pengguna lain. Adapun beberapa bentuk etika kesopanan dalam bermedia sosial yang dijelaskan dalam diskominfo.sukoharjokab.go.id yaitu, Pertama bersikap sopan dan santun dengan cara menggunakan bahasa yang baik dan sopan, serta hindari kata-kata yang kasar atau menyinggung netizen yang lain. Kedua, menghormati privasi orang lain dengan Jangan menyebarkan informasi pribadi orang lain tanpa persetujuan dari yang bersangkutan.
Ketiga, cek kebenaran informasi dengan selalu memaastikan informasi yang dibagikan benar-benar valid sebelum disebarkan kepada khalayak luas. Keempat, berpikir kritis dengan memperrtimbangkan dampak konten yang akan dibagikan kepada orang lain apakah konten tersebut berdampak positif atau negatif. Kelima, laporkan konten yang tidak pantas dengan cara jika menemukan konten yang melanggar etika, laporkan kepada platform media sosial terkait.
Pemahaman etika kesopanan dalam bermedia sosial bisa dilakukan dengan banyak cara salah satunya dengan cara sosialisasi yang wajib diselenggarakan oleh Pejabat Desa atau Kelurahan untuk semua masyarakat khususnya yang berpendidikan rendah. Sebab, tidak bisa dipungkiri masyarakat dengan pendidikan rendahlah yang mudah terkena hoaks dan berperilaku tidak elok di media sosial. Sosialisasi bisa dilakukan dengan mendatangkan tokoh berpengaruh di setiap wilayah dan penyampaiannya mudah dicerna oleh semua kalangan. Sebab sosialisasi tidak butuh pembicara dengan bahasa yang tinggi tapi butuh pembicara yang bisa menyampaikan materi dengan bahasa yang mudah dipahami.
———– *** ————-


