33 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Pendidikan Budaya untuk Generasi Z: Mewariskan Nilai, Bukan Sekadar Tradisi

Oleh:
Estu Widiyowati
Dosen Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Slamet Riyadi

Di tengah derasnya arus globalisasi dan gempuran budaya digital, pendidikan budaya kerap berhenti pada seremonial tahunan, sekadar pentas seni, lomba busana daerah, atau upacara adat di sekolah. Padahal, esensi pendidikan budaya seharusnya lebih dalam dari sekadar perayaan simbolik. Ia adalah proses pewarisan nilai, tentang cara berpikir, beretika, dan berperilaku sebagai manusia Indonesia yang berakar pada kearifan lokal. Generasi Z, yang tumbuh dalam lanskap serba digital, membutuhkan pendekatan baru agar warisan budaya tidak hanya diingat, tetapi dihidupi – menjadi karakter, bukan sekadar kenangan.

Budaya yang Dipelajari Tanpa Dihidupi
Realitas hari ini menunjukkan bahwa pendidikan budaya sering dipahami secara dangkal. Banyak sekolah menandai peringatan hari – hari nasional atau kebudayaan dengan kegiatan seremonial yang meriah, tetapi minim refleksi. Anak – anak mengenakan batik, menyanyikan lagu daerah, dan menari tradisional – namun usai acara, makna dari kegiatan itu lenyap bersama selesainya lomba. Pendidikan budaya akhirnya kehilangan daya transformatifnya karena berhenti pada simbol, bukan pada pemahaman nilai.

Kita lupa bahwa budaya bukan benda mati. Ia hidup, tumbuh, dan membentuk karakter manusia. Pendidikan budaya seharusnya melatih kepekaan terhadap nilai – nilai kemanusiaan yang terkandung di dalam setiap praktik sosial – gotong royong, hormat pada orang tua, cinta lingkungan, dan tenggang rasa. Nilai – nilai itu tidak dapat diwariskan melalui hafalan, tetapi melalui pengalaman dan keteladanan.

Generasi Z, yang lahir dan tumbuh di era media sosial, justru memerlukan pendidikan budaya yang mampu berbicara dengan bahasa zamannya. Mereka terbiasa dengan visual cepat, interaksi daring, dan algoritma yang membentuk pola pikir praktis. Maka, tugas pendidikan budaya bukan menolak modernitas, melainkan memaknai budaya dalam konteks baru, agar nilai – nilainya tetap relevan dalam kehidupan digital.

Berita Terkait :  Tuntas 100 Persen, 2448 Pengurus - Pengawas Kopdeskel Merah Putih di Jombang Dilantik

Krisis Nilai dan Keteladanan
Pendidikan budaya sejatinya adalah pendidikan nilai dan moral publik. Namun, kita menghadapi kenyataan bahwa keteladanan sering menjadi barang langka di ruang publik. Disatu sisi, sekolah mengajarkan kejujuran dan tanggung jawab, namun disisi lain, anak – anak menyaksikan praktik sosial yang kontradiktif – korupsi yang dianggap biasa, ujaran kebencian yang merajalela di media sosial, serta hilangnya empati dalam interaksi sosial.

Inilah krisis nilai yang tidak bisa disembuhkan hanya dengan menambah jam pelajaran budaya. Yang dibutuhkan adalah keteladanan nyata, baik dari guru, orang tua, maupun figur publik. Pendidikan budaya harus dihidupkan melalui tindakan sehari – hari, bukan hanya melalui narasi di kelas. Nilai gotong royong, misalnya, akan terasa bermakna jika diwujudkan dalam kegiatan nyata – membersihkan lingkungan bersama, menolong teman tanpa pamrih, atau menginisiasi proyek sosial berbasis komunitas.

Tanpa keteladanan, pendidikan budaya hanya menjadi wacana moral yang hampa. Generasi Z tidak membutuhkan khotbah, mereka butuh contoh. Sebab dalam era digital, nilai tidak diajarkan melalui pidato panjang, tetapi melalui tindakan nyata yang konsisten dan autentik.

Dari Tradisi ke Karakter Bangsa
Pendidikan budaya tidak boleh berhenti pada pelestarian tradisi. Ia harus naik kelas menjadi sarana pembentukan karkater bangsa. Setiap unsur budaya Indonesia mengandung nilai – nilai luhur yang bisa menjadi dasar pembangunan moral publik. Misalnya, filosofi Jawa “urip iku urup” (hidup itu menyala untuk memberi manfaat) dapat menjadi dasar etika kepemimpinan; pepatah Minang “alam takambang jadi guru” mengajarkan pentingnya belajar dari pengalaman; sementara nilai musyawarah mufakat dalam budaya Melayu memperkuat prinsip demokrasi Pancasila.

Berita Terkait :  Dinas PUPR Jombang Berhasil Harumkan Kabupaten Jombang dengan Berbagai Prestasi

Jika nilai – nilai tersebut diintegrasikan dalam pembelajaran modern, maka pendidikan budaya bukan sekadar nostalgia, melainkan fondasi nasionalisme yang baru – nasionalisme yang berpijak pada kebijaksanaan lokal namun terbuka terhadap perubahan global.

Sayangnya, praktik di lapangan seringkali memisahkan antara pendidikan karakter, pendidikan Pancasila, dan pendidikan budaya, padahal ketiganya adalah satu kesatuan yang saling menguatkan. Budaya adalah ekspresi nilai Pancasila dalam keseharian, sementara karakter adalah buah dari internalisasi nilai budaya. Oleh karena itu, pendidikan budaya sejatinya adalah pendidikan kebangsaan dalam bentuk yang paling konkret.

Strategi Relevan untuk Generasi Z
Untuk menjadikan pendidikan budaya relevan bagi generasi Z, diperlukan pendekatan yang kreatif dan kontekstual. Generasi muda hari ini tidak bisa hanya diajak menonton pertunjukan tari atau membaca teks Sejarah, mereka perlu mengalami budaya dalam format yang interaktif dan bermakna.

Pertama, integrasikan budaya ke dalam ruang digital. Banyak nilai budaya yang bisa dikemas melalui konten kreatif, seperti film pendek, podcast, komik digital, atau game edukatif yang menggambarkan dilema moral dalam konteks lokal. Alih – alih menghindari teknologi, kita justru perlu memanfaatkannya untuk memperluas jangkauan pendidikan budaya.

Kedua, kembangkan pembelajaran berbasis proyek dan pengalaman. Siswa dapat diajak membuat documenter tentang tradisi lokal, melakukan riset kecil tentang kearifan lingkungan, atau merancang kampanye nilai budaya di media sosial. Dengan demikian, mereka tidak hanya mengenal budaya, tetapi juga merasa menjadi bagian darinya.

Ketiga, libatkan komunitas dan pelaku budaya. Pendidikan budaya tidak bisa diserahkan sepenuhnya pada sekolah. Seniman, tokoh adat, pegiat literasi lokal, dan masyarakat perlu menjadi mitra dalam membangun ekosistem pendidikan yang hidup. Melalui kolaborasi lintas generasi ini, nilai – nilai budaya dapat diwariskan bukan melalui ceramah, tetapi melalui praktik nyata dan dialog antarwaktu.

Berita Terkait :  Ditemukan Bahan dan Peralatan Pembuat Bahan Peledak

Menanamkan Nasionalisme melalui Pendidikan Budaya
Nasionalisme bukan sekadar cinta simbol – bendera, lagu kebangsaan, atau seragam. Nasionalisme sejati tumbuh dari kesadaran nilai dan tanggung jawab sebagai warga masyarakat. Pendidikan budaya yang baik akan menumbuhkan rasa memiliki terhadap tanah air, menghargai perbedaan, dan menjaga martabat bangsa.

Dalam konteks ini, pendidikan budaya menjadi sarana penting untuk memperkuat moral publik. Ketika nilai – nilai seperti kejujuran, kerja keras, dan empati diinternalisasi sejak dini, maka budaya bangsa menjabenteng moral di tengah kompetisi global yang kian keras. Budaya Indonesia yang inklusif dan humanis harus dihidupkan kembali sebagai panduan dalam bernegara dan bermasyarakat.

Sebagaimana diingatkan Ki Hajar Dewantara, “Pendidikan itu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak – anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi – tingginya.” Maka, pendidikan budaya bukanlah romantisme masa lalu, melainkan jalan menuju masa depan bangsa yang berkarakter dan bermartabat.

Mewariskan Nilai, Meneguhkan Jati Diri
Bangsa ini tidak kekurangan tradisi, tetapi sering kekurangan keteladanan dalam memaknainya. Pendidikan budaya untuk generasi Z harus diarahkan untuk menanamkan nilai, bukan sekadar melestarikan bentuk. Ketika budaya dihayati sebagai panduan moral, bukan sekadar simbol, maka kita tengah meneguhkan jati diri bangsa di tengah arus global yang serba cepat.

Mewariskan budaya berarti mewariskan cara pandang terhadap kehidupan, bahwa kemajuan tidak boleh menghapus akar, dan modernitas harus berjalan beriringan dengan kearifan lokal. Jika pendidikan budaya mampu menumbuhkan kesadaran itu, maka generasi Z bukan hanya akan mengenal tradisi bangsanya, tetapi juga menjadi penjaga nilai – nilai kemanusiaan yang menjadi inti dari nasionalisme Indonesia.

————- *** ————–

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru