27 C
Sidoarjo
Monday, January 27, 2025
spot_img

Pangkas Kesenjangan Riset dengan Kebutuhan Industri, Ini Langkah Strategis Kampus UI


Jakarta, Bhirawa
Pemerintah terus mendorong hilirisasi hasil riset dan inovasi perguruan tinggi. Harapannya, dengan memanfaatkan hasil riset dan inovasi sebagai bagian dari kekayaan intelektual (KI) akan berkontribusi dalam meningkatkan perekonomian negara. Sayangnya, masih banyak para pemilik kekayaan intelektual khususnya perguruan tinggi yang belum melakukan hilirisasi baik di industri ataupun di masyarakat.

“Perguruan tinggi di Indonesia menyumbang sekitar 60% dari total permohonan paten dalam negeri. Namun, realisasi pemanfaatan paten masih minim. Kami mendorong universitas untuk tidak hanya berorientasi pada pencapaian kuantitatif, tetapi juga kualitas dampak paten baik bagi industri maupun masyarakat,” tutur Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Razilu kepada Bhirawa, Jumat (24/1/2025).

Menurut Razilu, melalui hilirisasi akan ada manfaat tambahan yang bisa diterima oleh dunia industri dan masyarakat dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi (PT) atau lembaga penelitian. Hasil penelitian itu tidak terhenti pada karya ilmiah (publikasi) yang hanya bermanfaat dan bisa dinikmati oleh kalangan terbatas.

Hilirisasi juga diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah hasil penelitian yang pada gilirannya juga akan menambah jumlah lapangan pekerjaan yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Salah satu hambatan utama bagi universitas adalah kesenjangan antara hasil inovasi akademik dan kebutuhan industri,” tegas Razilu lagi.

Dikonfirmasi terkait masih adanya kesenjangan antara hasil riset dan inovasi dengan kebutuhan industri, Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi Universitas Indonesia (UI), drg. Nurtami, Ph.D menilai bahwa inovasi sering kali dibuat tanpa mempertimbangkan langsung kebutuhan masyarakat, sehingga sulit menarik perhatian industri. Untuk mengatasi hal ini, UI telah merumuskan strategi dengan mengubah pendekatannya dengan intensif melakukan komunikasi dengan dunia industri untuk mengetahui permasalahan dan kebutuhan industri.

“Pendekatan yang kami lakukan ini memungkinkan inovasi yang dihasilkan langsung menjawab kebutuhan nyata di lapangan. Kami ingin mendatangi lebih banyak industri untuk melihat apa permasalahannya, kemudian juga bisa diselesaikan bersama-sama,” ucap Nurtami, Jumat (24/1/2025).

Berita Terkait :  Peringati Hari Sumpah Pemuda, Menaker Ingatkan Pentingnya Persatuan

Selain itu, hambatan selanjutnya adalah masih banyak dari para peneliti yang belum menguasai bagaimana cara membuat dokumen paten atau drafting paten. Mengatasi hal tersebut, pihaknya membuat berbagai program baik sosialisasi bagi para peneliti, diseminasi hingga memberikan pendampingan secara langsung.

“Kami berusaha lebih melayani dengan langsung melakukan pendekatan kepada para peneliti apakah hambatan yang mereka rasakan, terutama dalam membuat drafting paten atau bagaimana menemukan originalitas terlebih dahulu, sehingga paten yang akan didaftarkan ke DJKI dapat lebih cepat prosesnya karena minim kesalahan,” kata Nurtami. Lebih lanjut, hambatan lain yang dialami oleh universitas adalah kurangnya pemahaman tentang sistem pembagian royalti bagi peneliti dan universitas apabila paten atau KI yang dihasilkan dilisensikan kepada industri.

Menjawab hambatan tersebut, Universitas Indonesia (UI) lanjut Nurtami telah memiliki sistem kekayaan intelektual dari hulu hingga hilirisasi melalui Direktorat Inovasi dan Riset Berdampak Tinggi (DIRBT). Nurtami menjelaskan bahwa dukungan yang diberikan dalam membentuk ekosistem KI tidak hanya pada tahapan pendaftaran tetapi juga mendukung upaya hilirisasi KI yang dihasilkan para civitas akademika di UI dan memberikan keuntungan kepada para penelitinya.

“Saat ini kami telah berhasil menghilirisasi kurang lebih 67 paten ke industri dari 787 paten yang didaftarkan oleh UI. Jumlah ini telah menghasilkan profit berupa royalti sekitar Rp600 juta hingga Rp700 juta dari lisensi-lisensi yang diberikan kepada industri,” ujar Nurtami.

Royalti tersebut dibagi menjadi 70% untuk peneliti dan 30% bagi universitas. Kebijakan tersebut diatur dalam peraturan rektor nomor 3 tahun 2024 terkait pengelolaan kekayaan intelektual. Hal ini merupakan upaya UI dalam memberikan apresiasi yang layak atas usaha para penelitinya. Salah satu contoh sukses hilirisasi KI dari UI lanjut Nurtami adalah alat bantu pernapasan “Covent-20” yang dikembangkan pada saat pandemi Covid-19. Produk ini tidak hanya memberikan dampak finansial tetapi juga dampak sosial yang signifikan. Nurtami menegaskan bahwa dampak sosial dari inovasi menjadi salah satu indikator penting keberhasilan hilirisasi KI di UI.

Berita Terkait :  Wapres Maruf Amin Hadiri Hari Konstitusi dan HUT Ke-79 MPR RI
Aktivitas karyawan PT Etana Biotechnologies Indonesia (Etana), salah satu perusahaan kesehatan di Indonesia yang bersinergi dengan kampus UI dalam penelitian dan pengembangan obat-obatan yang berbasis bioteknologi.

Sinergi dan Kolaborasi dengan Industri
Direktur Inovasi dan Science Tecno Park UI Ahmad Gamal menilai ekosistem inovasi Indonesia makin membaik. Berdasarkan Global Innovation Index, posisi Indonesia pada 2023 ada di peringkat 61 dari 132 negara. Sebelumnya di peringkat 75, bahkan pada 2019 peringkat 85.

“Untuk subkategori kolaborasi riset dan pengembangan antara universitas dan industri, ada di peringkat lima dunia. Ini wujud nyata semangat inovasi peneliti untuk hilirisasi riset. Dukungan pemerintah juga mulai membaik, termasuk finansial sehingga menggugah semangat riset ke arah hilirasi dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi,” tutur Gamal.

Menurut Gamal, UI senantiasa aktif memberikan solusi atas berbagai macam permasalahan masyarakat Indonesia. UI mewujudkan solusi itu lewat langkah-langkah strategis dengan membangun kemitraan . Kemitraan ini meliputi kolaborasi pelaksanaan di bidang penelitian dan pengembangan obat berbasis bioteknologi. Selain itu, UI dan mitra strategis ini akan melaksanakan diskusi dan tukar-menukar informasi yang terkait dengan perkembangan bioteknologi di bidang pengobatan; dan mengupayakan hasil penelitian dan pengembangan, untuk dapat dikembangkan dan diproduksi dalam skala industri, serta memasarkannya termasuk pengembangan produk-produk baru.

Mitra strategis Universitas Indonesia (UI) tersebut di antaranya adalah PT Etana Biotechnologies Indonesia, PT Pertamina Bina Medika Indonesia Healthcare Corporation (Pertamina BM IHC). Kerja sama yang dijalin selama ini telah memberi kontribusi dalam kemajuan ekosistem industri kesehatan di Indonesia melalui kolaborasi Penelitian dan Pengembangan Obat Berbasis Bioteknologi.

Direktur Utama PT Etana Biotechnologies Indonesia, Nathan Tirtana, mengatakan PT Etana Biotechnologies Indonesia sebagai salah satu perusahaan kesehatan di Indonesia terus berupaya melakukan penelitian dan pengembangan produk khususnya obat-obatan yang berbasis bioteknologi. Etana memiliki tujuan untuk melayani pasien dengan menyediakan produk biofarmasi berkualitas tinggi, terjangkau dan inovatif dengan semangat untuk meningkatkan layanan kesehatan di Indonesia.

Berita Terkait :  Tingkatkan Pelindungan Konsumen, Satgas Pasti Luncurkan Indonesia Anti-scam Centre

“Kami berharap tercipta sinergi yang baik lintas industri dalam membantu perkembangan ekosistem industri kesehatan, khususnya obat berbasis biofarmasi untuk mendukung program Pemerintah di bidang kesehatan dan menciptakan ketahanan kesehatan Nasional,” ujarnya.

Senada dengan hal tersebut, Direktur Utama Pertamedika IHC, Dr.dr Fathema Djan Rachmat, menyampaikan bahwa kerja sama ini ditujukan untuk penelitian dalam menemukan pengobatan atau terapi cancer baru.

“Harapan saya kerja sama ini dapat menjadi suatu kolaborasi baru yang menciptakan values baru dalam pengobatan cancer. Tidak saja karena obat-obatan ini diproduksi di Indonesia sehingga akan menghasilkan terapi dengan harga yang ekonomis dan terjangkau, namun yang membanggakan buat kita adalah, bahwa obat-obatan ini diproduksi di negeri sendiri, dan dibuat oleh tangan-tangan ahli anak bangsa ini,” ujarnya.

Sebagai catatan, PT Etana Biotechnologies Indonesia (Etana) merupakan perusahaan bioteknologi di Indonesia yang fokus pada produksi dan komersialisasi biologi di bidang onkologi untuk pasar Asia Tenggara. Saat ini Etana memasarkan EPO (Erythropoietin) di Indonesia untuk pengobatan anemia pada pasien penyakit ginjal kronis. Sementara, PT Pertamedika IHC adalah anak perusahaan Pertamina yang bergerak di bidang industri jasa layanan kesehatan. Perusahaan ini ditunjuk oleh Kementerian BUMN sebagai induk holding 75 Rumah Sakit dan 143 Klinik BUMN di Indonesia. Selain itu, sebagai research hospital, Pertamedika IHC berfokus pada penelitian untuk pengobatan masa depan atau penyakit baru seperti Covid-19. [wahyu kuncoro]

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru