Harga bahan pangan pokok, tetap bertahan lebih mahal pada pekan awal Ramadhan. Uji coba pelaksanaan operasi pasar di kantor pos, cukup berhasil. Sangat diminati, tetapi tidak menimbulkan antrean mengular. Namun terasa masih perlu operasi pasar di lokasi pasar tradisional. OP akan digelar sampai persis selesai bulan Ramadhan, disokong berbagai pihak. Termasuk kalangan swasta, dan organisasi kemasyarakatan. Pemerintah juga perlu menggencarkan bantuan sosial (Bansos), seiring merosotnya daya beli.
Bisa jadi harga beras masih akan merambat naik, karena CBP (Cadangan Beras Pemerintah yang dikelola Bulog, tidak akan diutak-atik. Dipertahankan sampai akhir Maret, bersamaan dengan panen raya awal. Jumlah stok yang ada ditambah target penyerapan 3 juta ton per-April 2025, maka total beras yang akan dimiliki Bulog bisa mencapai 5 juta ton. Ia pun memproyeksi pada akhir tahun 2025 stok beras berada di antara 2,5 sampai 3 juta ton. Setelah Ramadhan, harga beras dipastikan turun.
Pemerintah juga wajib meng-amankan beras jatah masyarakat miskin, sebanyak 960 ribu ton. Yakni, jatah 16 juta PBP (Penerima Bantuan Pangan), masing-masing 10 kilogram, selama enam bulan. Di pasar tradisional, beras medium yang paling biasa dikonsumsi masyarakat masih seharga Rp 14 ribu per-kilogram. Jauh melampaui HET (Harga Eceran Tertinggi) patokan pemerintah. Begitu pula harga beras premium makin melambung, sampai Rp 15.600,- per-kilogram.
Tetapi masih ada harga beras seharga Rp 12.900,- per-kilogram (program Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan, SPHP) dari Bulog. Penampakannya kurang indah, banyak yang pecah, kurang diminati. Sedangkan komoditas lauk pauk paling favorit, harga daging ayam ras, juga makin mahal. Serta harga cabai belum bisa “ditaklukkan,” setelah operasi pasar di kantor pos. Begitu pula harga daging ayam dan telur ayam di Surabaya, masih bertahan lebih mahal.
Berdasar catatan KPPU (Komisi Pengawas Persainagn Usaha), kenaikan harga beras medium terjadi di semua daerah (di atas HET), kecuali Lampung. Sedangka harga beras premium paling murah di Surabaya. Komoditas lain, daging ayam relatif stabil di atas HAP (Harga Acuan Pembelian). Kecuali di Samarinda mengalami kenaikan 5%-6%. Begitu pula harga daging sapi di Lampung, Samarinda, Bandung, dan Surabaya, berada di atas HAP sekitar 11% hingga 32%. Harga daging sapi di Surabaya tergolong mahal, karena baru saja melewati wabah PMK pada bulan Desember 2024 sampai Januari 2025.
Walau sebenarnya, daging sapi yang terkena wabah masih aman, asalkan dimasak secara benar (digodok dalam air dengan suhu 100 derajat). Jawa Timur juga masih menjadi penyangga daging sapi nasional, karena memiliki program “Intan Selaksa” (inseminasi buatan sejuta kelahiran sapi). Berdasar data PIHPS (Pusat Informasi Harga Pangan Strategis), secara umum harga sembako di Jawa Timur “bisa dimaklumi.” Kecuali harga cabai, dan harga minyak goreng. Ironis, pemerintah terkesan “takluk,” dengan selalu menyesuaikan HET dengan patokan pasar.
Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng Minyakita saat ini adalah Rp15.700 per-liter, (berlaku sejak 14 Agustus 2024). Sekarang mencapai Rp 16.700,- per-liter. Padahal Pemerintah berkewajiban menjamin kecukupan pasok pangan, sesuai UU Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan. Pada pasal 25 ayat (1), menyatakan, “Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengendalikan ketersediaan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jumlah yang memadai, mutu yang baik, dan harga yang terjangkau.”
Terdapat frasa kata “harga yang terjangkau” yang wajib direalisasi pemerintah.
——— 000 ———