Surabaya, Bhirawa
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) dan United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) berkolaborasi mengadakan kampanye publik untuk meningkatkan kesadaran tentang obesitas anak dan remaja di Indonesia di halaman Unusa Tower Kampus B, Surabaya.
Surabaya merupakan bagian dari strategi menuju Generasi Emas 2045 yang sehat dan produktif, Kampanye bertajuk “Be Healthy, Be Happy – Let’s Help Everyone Stay That Way” yang dihadiri ratusan pelajar SMA/sederajat dari Surabaya dan Sidoarjo. Rabu, (30/4)
Ketua LPPM Unusa, Achmad Syafiuddin, S Si, M Phil, Ph D, menejaskan bahwa UNICEF dan LPPM Unusa merekomendasikan pendekatan multi-aspek, pencegahan obesitas tidak bisa terselesaikan jika tidak dilakukan melalui pendekatan multi-aspek, seperti Gaya hidup aktif dengan meningkatkan aktivitas fisik regular, mengurangi waktu di depan layar, dan mendorong kegiatan outdoor untuk anak-anak sangat di perlukan.
“Anak-anak sudah jarang terpapar kegiatan bermain di luar ruangan, mereka terbiasa nyaman dengan aktivitas di dalam ruang yang cenderung minim Gerakan, maka dari itu melalui pendekatan-pendekatan tersebut pada 2045, kita akan menyaksikan generasi yang siap menjadi negara maju dengan status gizi yang baik dan literasi gizi yang tinggi,” ujarnya.
Lanjut Syafiuddin mengukapkan melalui kampanye Unusa dan UNICEF Indonesia menyerukan pentingnya kolaborasi sebagai langkah strategis dalam mengatasi masalah kegemukan dan obesitas.
“Berharap kegiatan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya pencegahan obesitas sejak dini, memberikan dukungan kepada generasi muda yang ingin mengubah pola hidup yang lebih sehat, serta menginspirasi generasi muda untuk terus menerapkan pola hidup sehat dan Bahagia,” jelas Syafiuddin.
Analis Kesehatan Seksi Kesehatan Gizi Masyarakat (KGM) di Bidang Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Budi Indrawati, S KM, M M, mengatakan bahwa salah satu hambatan utama dalam upaya pencegahan dan pengendalian obesitas adalah rendahnya pemahaman masyarakat bahwa obesitas termasuk dalam kategori penyakit.
“Sangat banyak yang menganggap obesitas hanya masalah penampilan, padahal sebenarnya kondisi medis yang bisa memicu berbagai penyakit kronis,” ucapnya.
Ditambahkannya, peningkatan edukasi, kesadaran, dan kepedulian masyarakat sangat penting, terutama melalui deteksi dini tambah Budi, deteksi sedini mungkin sangat penting untuk menjaga kesehatan tubuh dan mencegah penyakit tidak menular seperti diabetes dan tekanan darah tinggi.
Sementara itu Nutrition Officer Unicef, dr. Karina Widowati, memapaparkan data terkini menunjukkan tren peningkatan yang mengkhawatirkan yang merujuk pada temuan prevalensi kegemukan pada balita mengalami pembalikan sejak tahun 2023.
“Riset menunjukkan obesitas pada anak usia 5-12 tahun meningkat dari 11% (2013) menjadi 12% (2023). Peningkatan lebih signifikan terjadi pada kelompok usia 13-15 tahun dan 16-18 tahun,” tutur Karina.
Karina menambahkan memang perjalanan yang tidak mudah, meski prevalensi stunting berhasil diturunkan dari 28% (2019) menjadi 21% (2023), masalah obesitas justru meningkat, Situasi ini mencerminkan kompleksitas tantangan gizi yang dihadapi negara ini, di mana kekurangan dan kelebihan gizi hadir bersamaan.
“Perlunya keterlibatan orang tua dalam mendidik anak soal gizi dan pola makan sehat, Salah satu rekomendasinya adalah konsumsi minimal lima porsi buah dan sayur per hari serta membiasakan membaca label gizi pada makanan kemasan, harus dibiasakan makanan rumah, butuh juga dukungan dari orang tua untuk memasak dan memastikan anaknya memperoleh makanan yang sehat,” pungkanya.
Selain itu kata Karina, butuh kebiasaan untuk olahraga bagi anak-anak, bahkan saat berada di dalam kelas pun bisa dilakukan. “Jadi olahraga bisa dilakukan di mana saja, termasuk di dalam ruangan. Aktivitas itu bisa menjadi pengimbang asupan gizi yang baik dengan kebiasaaan rutin olahraga,” tambahnya. [ren.wwn]


