Sidoarjo, Bhirawa
Sejak diterapkan secara serentak pada tahun 2019 lalu, sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menuai pro dan kontra. Banyak masyarakat yang keberatan adanya penerimaan berdasarkan zona karena tidak menimbang nilai rapor siswa. Padahal, tujuan utama sistem zonasi dilakukan adalah untuk pemerataan kualitas pendidikan dan menghapus kesenjangan dalam pendidikan.
Di era kepemimpinan baru Mendikdasmen Prof Abdul Mu’ti wacana sistem zonasi dihapuskan dalam PPDB diharapkan masyarakat diberlakukan. Dengan menimbang kembali PPDB menggunakan nilai/NEM. Namun, hingga saat ini kebijakan tersebut masih dikaji Prof Abdul Mu’ti. Terkait wacana penghapusan sistem zonasi PPDB, Ketua MKKS SMA Swasta Kabupaten Sidoarjo, Moch Anas mempunyai pandangan lain.
Menurutnya ada tidaknya sistem zonasi dalam PPDB tidak akan berpengaruh besar dalam penerimaan siswa di sekolah swasta. Meskipun, ia membenarkan beberapa sekolah swasta mengeluhkan kekurangan siswanya.
“Zonasi atau tidak, yang penting kita menunjukkan sekolah diminati, ini akan secara otomatis menjadi rujukan pada orangtua siswa,” tuturnya, Selasa (5/11).
Karena itu, ia menekankan sekolah swasta haruslah punya ciri khas atau unggulan untuk dipresentasikan kepada calon wali murid. Jika mempunyai ciri khas itu, Anas meyakini kualitas sekolah swata tidak akan kalah dengan negeri.
“SMA Negeri pakai sistem apapun tidak ada masalah. Alhamdulillah di sekolah saya selama ini stabil (penerimaan siswanya). Tiap tahun jumlah kuota kita maksimal di angka 450. Tapi jumlah pendaftaran melebihi itu,” ungkap Kepala SMA Kemala Bhayangkari 3 Sidoarjo ini.
Terkait ciri khas atau program unggulan sekolahnya, Anas menyebut sejak dia tahun terakhir pihaknya membuka kelas khusus program pembinaan TNI/Polri dan kelas unggulan Akademik/Non Akademik.
Untuk kelas khusus pembinaan TNI/polri , pihaknya hanya menerima 38 siswa atau satu kelas. Dalam kelas ini, siswa yang bersiap akan mendaftar menjadi Abdi negara akan menerima pelatihan fisik, psikotes, renang dan PBB disamping materi akademik. Sedangkan untuk unggulan Akademik/non akademik, kata Anas, dibuka untuk siswa yang memiliki sertifikat prestasi. Jumlah pagi yang diterima pun sama, yakni hanya 38 siswa.
“Kelas unggulan ini sudah berjalan 2 tahun. Kalau pembinaan TNI/Polri sejak 2019. Tapi hanya seperti ekstrakulikuler. Dan dia tahun ini juga secara masif kita buka dalam bentuk kelas. Kebetulan kita kerjasama dengan Pusdiksabhara untuk kelas TNI/polri,” jabarnya.
Di Sidoarjo sendiri, ada sebanyak 58 SMA swasta. Ia berharap jika sistem zonasi tetap diberlakukan, SMA Negeri tidak menerima banyak siswa. Sebab, tujuan ya sama, yaitu mencerdaskan anak bangsa dan sekolah swasta lebih banyak dari negeri.
“Sekolah swasta ini tidak kalah dengan negeri. Dari fasilitas, sarana prasarana dan guru-gurunya. Jadi saya berharap kedepan sekolah swasta bisa terus bersaing dengan negeri melalui program unggulannya masing-masing,” tandasnya. [ina.fen]