28 C
Sidoarjo
Wednesday, December 4, 2024
spot_img

Menjadi Kepala Daerah Itu Menderita

Oleh:
Sugeng Winarno
Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang

Een Leidersweg is een lijdensweg, Leiden is lijden. Begitu kata pepatah kuno Belanda yang berarti bahwa jalan memimpin bukanlah jalan yang mudah, memimpin itu menderita. Seorang pemimpin itu sejatinya adalah pelayan rakyat, bukan atasan, juragan, atau bos. Untuk itu, seorang pemimpin semestinya kalau harus mendahulukan kepentingan rakyat, mendengar dan menjawab segala penderitaan rakyat.

Kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak telah melewati tahapan pencoblosan. Berdasarkan metode hitung cepat yang diselenggarakan oleh sejumlah lembaga survei, telah ditemukan pemimpin-pemimpin baru di level provinsi, kota, dan kabupaten di seluruh daerah. Beragam cara telah ditempuh para kandidat kepala daerah itu demi bisa menang dan menjadi penguasa daerah.

Beragam alasan orang mencalonkan diri dalam kontestasi Pilkada. Ada yang berangkat dengan visi, misi, dan program demi rakyat. Namun, ada juga yang maju menjadi Pasangan Calon (Paslon) Pilkada demi melanggengkan dinasti politik, kemenangan partai politik, memuluskan bisnis, memperkaya diri dan keluarga, dan aneka alasan lain. Tak sedikit yang membayangkan kelak jadi pemimpin daerah akan bersenang-senang dan hidup sejahtera bahkan berlimpah harta.

Pesta demokrasi lewat ajang Pilkada idealnya bisa menjadi sarana dalam menemukan pemimpin-pemimpin daerah yang berkualitas, bersih, jujur, dan adil. Para pemimpin terbaik di daerah mestinya lahir dari proses Pilkada ini. Namun pada kenyataanya, tak jarang muncul kepala daerah yang menyalagunakan kekuasaannya, memperkaya diri, dan korupsi hingga terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
.

Berita Terkait :  Lalai Mengelola Pusat Data

Memimpin Itu Menderita
Belajar pada keteladanan para guru bangsa seperti Muhammad Hatta, Haji Agus Salim, dan sejumlah negarawan lainnya, mereka adalah contoh pemimpin yang menderita. Mereka adalah contoh negarawan yang hidupnya sederhana. Mereka menjalankan politik sesuai khitahnya yakni politik sebagai pengorganisasian warga untuk kebaikan bersama. Maka berpolitik memang jalan untuk menderita.

Kalau kita simak perilaku sejumlah pemimpin negeri ini, termasuk beberapa kepala daerah, tak sedikit diantara mereka yang sangat menikmati dan menjalankan kekuasaannya dengan suka cita dan bergelimang harta. Tak jarang alasan menjadi pemimpin demi perbaikan ekonomi, bisnis, karir politik anak cucu dan keturunannya. Kalau seperti itu jelas tak ada penderitaan sedikitpun dalam menjalankan kepemimpinannya.

Bahwa pemimpin itu menderita sejatinya karena seorang pemimpin harus mendahulukan kepentingan rakyatnya. Seorang yang memimpin itu menderita karena lebih mengutamakan kesejahteraan rakyatnya. Tentu bukan menderita karena ulahnya menyalagunakan kekuasaannya, memperkaya diri, dan menggarong uang rakyat hingga tertangkap KPK dan dijebloskan dalam penjara.

Seorang kepala daerah adalah seorang pemimpin tertinggi di suatu daerah tingkat provinsi, kota, atau kabupaten. Jabatan ini memang sangat prestige hingga tak sedikit orang yang memperebutkannya. Demi jabatan tersebut, tak jarang pula orang mengeluarkan uang yang tak sedikit jumlahnya. Karena mahar dan ongkos politik dalam pemilu atau Pilkada di negeri ini memang sangat besar.

Berita Terkait :  Janji Presiden Prabowo

Tingginya ongkos politik inilah yang menjadikan para kandidat yang ikut berkontestasi Pilkada harus menyiapkan modal yang tak sedikit. Faktor politik berbiaya tinggi inilah yang menjadikan saat para kandidat menjabat kelak maka mereka harus mengembalikan modal yang telah dikeluarkan. Alhasil, jadilah para pemimpin itu menderita dalam arti bukan menderita mengurusi rakyat, namun menderita karena harus kejar setoran.

Pelayan Rakyat
Di Indonesia, jarang terjadi pejabat negara berkurang harta kekayaannya selama dan setelah mereka menjabat. Yang terjadi justru pundi-pundi kekayaannya menumpuk berkali-kali lipat selama dan sesudah menjabat. Sepertinya sulit dijumpai sosok pemimpin seperti Mohammad Hatta, yang ketika tak lagi menjabat justru kesulitan membayar tagihan listrik. Demi memenuhi kebutuhan keluarga, Bung Hatta hanya bersandar pada honor tulisan-tulisannya.

Tak sedikit pemimpin dalam level manapun yang hanya berorientasi untuk merebut kontrol atau akses pada kekuasaan dan sumber daya negara. Akses dan kontrol terhadap jabatan publik dan otoritas negara menjadi penentu utama bagaimana kekayaan pribadi diakumulasi dan didistribusikan. Maka tak heran jika para pemimpin itu sesungguhnya memimpin tidak untuk mencari penderitaan, namun justru mengejar kenikmatan.

Memimpin sejatinya adalah sebuah pengabdian dengan setulus hati. Pemimpin yang baik tentu bukanlah pemimpin yang sukanya tipu tipu rakyat, hanya mengambil hati rakyat saat kampanye dan meninggalkan rakyat saat sudah terpilih kelak. Aneka janji politik hanya dipakai sebagai senjata membujuk dan mengambil hati rakyat demi elektabilitas. Ingat, siapapun dan dilevel manapun seorang pemimpin pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.

Berita Terkait :  Kearifan Lokal Menjaga Bumi

Di negeri ini sejatinya butuh pemimpin-pemimpin yang benar-benar merakyat. Bukan pemimpin yang sukanya pencitraan dan gemar mainkan gimik politik. Kepala daerah yang dikehendaki rakyat bukanlah pemimpin yang menyusahkan rakyat dengan kebijakan-kebijakan yang tak pro rakyat. Pemimpin rakyat sesungguhnya adalah mereka yang menjadi pelayan rakyat dengan mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Walaupun menjadi pemimpin yang baik itu menderita, tetapi menjadi kepala daerah adalah tugas mulia. Kepala daerah yang telah terpilih dalam kontestasi Pilkada artinya telah mendapat kepercayaan dan mandat dari rakyat. Maka jangan sia-siakan kepercayaan rakyat. Untuk itu, kepala daerah harus bekerja hanya demi rakyat, kemakmuran dan kesejahteraan rakyat di daerahnya dan bukan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya semata.

Menjadi kepala daerah itu sejatinya adalah menjalankan amanah dari rakyat, bukan hadiah. Memimpin sebuah daerah itu sacrificing, bukan demanding. Seorang pemimpin itu berkorban, bukan menuntut. Pemimpin itu pelayan rakyat bukan bos. Untuk itu siapapun yang menjadi pemimpin rakyat, kepala daerah harus luruskan niat dan siap menderita demi rakyat. Semoga masih ada pemimpin yang seperti itu. Selamat merayakan pemimpin baru hasil Pilkada.

———– *** ————-

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img