25 C
Sidoarjo
Saturday, December 6, 2025
spot_img

Menguatkan Sistem Administrasi Publik di Desa

Pelayanan publik yang efektif tidak cukup hanya dirancang dan dijalankan di tingkat pusat atau provinsi, sebab keberhasilan pemerintahan dalam memenuhi kebutuhan rakyat sangat bergantung pada bagaimana layanan tersebut hadir secara nyata di tingkat daerah, terutama di desa.

Desa merupakan titik awal di mana pemerintah menunjukkan kehadirannya secara langsung dalam kehidupan masyarakat, baik melalui pelayanan administratif, pembangunan, maupun perlindungan sosial.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, Indonesia memiliki 84.276 wilayah administrasi setingkat desa, yang terdiri dari 75.753 desa, 8.486 kelurahan, dan 37 Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT/SPT). Dengan jumlah tersebut, desa bukan hanya bagian terkecil dari sistem pemerintahan, tetapi juga pilar penting yang menopang keberhasilan pelayanan publik nasional.

Namun, hingga saat ini, pelayanan publik di banyak desa masih menghadapi tantangan serius, dengan ketidakdisiplinan aparat desa menjadi salah satu kendala utama. Banyak petugas pelayanan yang belum menunjukkan komitmen kerja yang memadai. Sering datang terlambat, mengabaikan tanggung jawab, atau meremehkan tugas-tugas pelayanan.

Sikap tidak profesional ini berdampak langsung pada kualitas layanan yang diterima warga. Selain itu, pola pikir administratif yang masih dominan di kalangan perangkat desa memperburuk situasi. Mereka cenderung fokus pada prosedur, aturan formal, dan rutinitas dokumen semata, seperti hanya menjalankan tugas surat menyurat atau mengisi laporan, tanpa mempertimbangkan bagaimana membuat layanan menjadi lebih cepat, mudah diakses, dan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.

Berita Terkait :  Semarak Baksos Sego Rongewu Ikasdasa Digelar di Kelurahan Tambak Wedi Surabaya

Gabungan antara rendahnya disiplin dan pola pikir yang kaku ini menghasilkan pelayanan yang lambat, tidak responsif, dan jauh dari harapan publik. Padahal, pelayanan publik seharusnya bersifat adaptif, solutif, dan berorientasi pada kepuasan warga.

Di sisi lain, sistem administrasi desa yang masih manual dan tidak terintegrasi memperburuk situasi. Banyak warga masih harus datang langsung ke kantor desa untuk mengurus dokumen dasar, dengan proses yang lama dan bergantung pada segelintir aparat. Padahal, di era digital, pelayanan semacam itu seharusnya bisa disederhanakan melalui sistem daring berbasis data kependudukan.

Sayangnya, tidak semua desa memiliki sumber daya manusia, infrastruktur, atau pendampingan teknologi yang memadai. Pemerintah pusat dan daerah harus lebih serius membangun kapasitas aparatur desa, agar mereka tidak hanya mampu menjalankan administrasi, tetapi juga menjadi fasilitator pembangunan dan penggerak partisipasi warga. Pelayanan desa yang baik bukan hanya soal mengikuti prosedur, tetapi juga soal semangat untuk melayani masyarakat dengan cepat, adil, dan transparan.

Desa adalah lapisan pemerintahan terdekat yang menentukan bagaimana pemerintah dirasakan oleh rakyat. Jika pelayanan publik di tingkat desa lambat, diskriminatif, atau tidak profesional, maka kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan melemah.

Oleh karena itu, reformasi sistem administrasi publik harus dimulai dari desa dengan memperbaiki prosedur, memanfaatkan teknologi, membangun kapasitas SDM, dan menanamkan budaya melayani.

Berita Terkait :  Bawa Bendera One Piece, Warga Demo Pemkab Jombang Minta Hentikan Pungli

Rahmatul Istiana
Mahasiswi Program Studi Administrasi Publik, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru