Oleh :
Almira Amadea
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya.
“Laki-laki harus tangguh, perempuan harus lembut.” Kalimat tersebut mungkin terdengar familiar, bahkan mungkin pernah tergiang di telinga kita sejak kecil. Mitos tentang maskulinitas dan feminitas yang seakan terukir dalam benak kita telah membentuk persepsi dan perilaku kita terhadap gender. Namun, apakah benar laki-laki harus selalu kuat dan tidak boleh menunjukkan kelemahan? Apakah perempuan harus selalu lembut dan pasrah?
Mitos tentang maskulinitas dan feminitas, disebut sebagai kontruksi sosial, telah melahirkan banyak ketidakadilan dan batasan bagi laki-laki dan perempuan.
Stereotype masyarakat mengenai gender adalah laki-laki maskulin dan tentu perempuan feminin.
Masyarakat cenderung mempersepsikan bahwa gender merupakan kodrat, padahal gender terbentuk melalui kostruksi lingkungan dan dapat dipertukarkan. Sedangkan yang jelas merupakan kodrat adalah jenis kelamin. Masyarakat juga meyakini akan budaya patriarki. (Ilmu et al., 2014).
Lebih dari Sekadar Pink dan Biru
Maskulinitas dan feminitas, dua konsep yang seringkali dikaitkan dengan gender, seringkali dipandang sebagai arah yang berlawanan. Laki-laki identik dengan kekuatan, dominasi, dan ketegasan. Sementara perempuan, diasosiasikan dengan kelembutan, keanggunan, dan emosionalitas. Namun, di balik warna pink dan biru yang kerap melekat pada gender, terdapat makna yang jauh lebih kompleks dan nuanced.
Pertama, penting untuk memahami bahwa maskulinitas dan feminitas bukanlah entitas yang mutlak. Mereka adalah kontruksi sosial yang terus berkembang dan beradaptasi seiring perubahan zaman. Apa yang dianggap maskulin di satu budaya mungkin tidak berlaku di budaya lain, dan bahkan di dalam satu budaya, definisi maskulinitas dan feminitas dapat menjadi berbeda antar generasi.
Kedua, banyak mitos dan stereotip yang melekat pada maskulinitas dan feminitas. Seperti, mitos bahwa laki-laki tidak boleh menunjukkan kelembutan dan perempuan tidak boleh menunjukkan ketegasan. Mitos – mitos ini dapat membatasi individu dalam mengekspresikan diri mereka secara utuh dan menyebabkan ketidakbahagiaan.
Maskulinitas: Lebih dari Sekedar Kekuatan Fisik
Mitos maskulinitas seringkali mendefinisikan lakui-laki sebagai sosok yang kuat, tidak boleh menangis, dan harus menjadi pemimpin. Mereka dituntut untuk sukses dalam karir, menghasilkan uang dan menjalankan peran sebagai kepala keluarga. Namun, kekuatan sejati seorang laki-laki tidak hanya terletak pada otot dan kekayaan. Laki-laki juga memiliki sisi emosional yang perlu diekspresikan. Mereka berhak menunjukkan kekuatan, kesedihan, dan kepekaan tanpa dianggap lemah.
Mitos feminitas mendefinisikan perempuan sebagai sosok yang lembut, penyayang, dan patuh. Mereka diharapkan untuk menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga, mengasuh anak, dan melayani suami. Namun, perempuan juga memiliki kekuatan dan keberanian yang tak terbatas. Mereka berhak mengejar cita-cita, berkarir, dan menyatakan pendapat tanpa takut dianggap agresif atau tidak feminin.
Mitos tentang maskulinitas dan feminitas telah membatasi potensi laki-laki dan perempuan. Seperti anggapan jika laki-laki yang menunjukkan kepekaan seringkali dianggap lemah dan tidak maskulin. Selain itu, perempuan yang berkarir seringkali dianggap egois dan tidak feminin.
Sudah saatnya kita menghancurkan tembok batas gender yang telah lama berdiri di masyarakat. Laki-laki dan perempuan dapat memiliki kesetaraan gender seperti :
• Laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki kekuatan dan kelemahan.
• Laki-laki berhak menunjukkan sisi emosionalnya tanpa takut dianggap lemah.
• Perempuan berhak mengejar cita-cita dan berkarir tanpa takut dianggap tidak feminin.
Dengan memecahkan mitos maskulinitas dan feminitas, kita dapat menciptakan dunia yang lebih adil dan setara bagi semua gender tanpa adanya perbedaan.
Memahami Maskulinitas
Maskulinitas, dalam pengertiannya yang luas, mencakup berbagai sifat dan perilaku yang diharapkan dari pria dalam suatu budaya. Beberapa contohnya meliputi :
• Keberanian : kemampuan untuk menghadapi bahaya dan mengatasi tantangan.
• Ketegasan : kemampuan untuk menyampaikan pendapat dan mengendalikan situasi.
• Dominasi : kemampuan untuk memimpin dan mengendalikan orang lain.
• Kemandirian : kemampuan untuk mengurus diri sendiri dan tidak bergangtung pada orang lain.
Namun, banyak laki-laki merasa tertekan untuk hidup sesuai dengan definisi maskulinitas yang sempit dan kaku. Sehingga banyak yang mengalami depresi, kecemasan, dan penyalahgunaan zat atau obat terlarang.
Memahami Feminitas
Feminitas juga mencakup berbagai sifat dan perilaku yang diharapkan dari perempuan dalam suatu budaya. Beberapa contohnya meliputi :
• Kelembutan : kemampuan untuk emnunjukkan kasih sayang dan empati.
• Keagungan : kemampuan untuk bersikap sopan santun dan memiliki selera yang baik.
• Emosionalitas : kemampuan untuk mengekspresikan emosi secara terbuka dan jujur.
• Kepedulian : kemampuan untuk merawat orang lain dan menunjukkan empati.
Namun, seperti halnya dengan maskulinitas, banyak perempuan juga merasa tertekan untuk hidup sesuai dengan definisi feminitas yang sempit dan kaku. Tekanan ini dapat menyebabkan masalah kesehatan mental, termasuk depresi, kecemasan, dan gangguan makan.
Mendorong Kesetaraan Gender
Mendorong kesetaraan gender bukanlah tentang menghilangkan perbedaan antara laki-laki da perempuan. Berikut fakta kesetaraan gender :
• Kesetaraan gender berarti memberikan kesempatan yang sama bagi semua gender untuk berkembang dan berprestasi.
• Kesetaraan gender berarti menghormati dan menerima perbedaan gender tanpa menciptakan hierarki atau diskriminasi.
Menyongsong masa depan, penting untuk meninggalkan definisi maskulinitas dan feminitas yang sempit dan kaku. Setiap individu berhak untuk mengekspresikan diri mereka secara utuh dan bebas dari batasan gender. Dengan memahami bahwa maskulinitas dan feminitas adalah kontruksi sosial yang terus berkembang, kita dapat membuka ruang untuk individualitas dan menghargai perbedaan yang ada.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita menguak topeng yang tekah kama kita pakai dan menemukan diri kita yang sejati. Mari kita hilangkan mitos maskulinitas dan feminitas untuk membangun dunia yang lebih adil dan setara bagi semua gender.
————– *** —————-