Kab Malang, Bhirawa
Puluhan siswa MTs Al-Khalifah yang berada di Desa Cepokomulyo, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, yang pada beberapa bulan lalu mengalami keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG), pada 37 siswa dan dua guru sekolah tersebut, yang disediakan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Mangunrejo Kepanjen, Kabupaten Malang.
Untuk mengetahui penyebab keracunan MBG itu, maka sampel makanan tersebut diuji di laboratorium Balai Besar Laboratorium Kesehatan Masyarakat (BBLKM) Surabaya. “Hasil uji laboratorium sampel makanan menunjukkan sedikit kandungan nitrit, yang berasal dari tahu. Sehingga bagi sebagian orang yang sensitif, zat itu bisa membuat mual dan muntah, yang dialami puluhan siswa dan dua guru MTs Al-Khalifah Kepanjen, Kabupaten Malang,” terang Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang drg Wiyanto Wijoyo, Rabu (19/11).
Dijelaskan, keberadaan nitrit pada makanan dapat dipicu oleh kualitas bahan baku yang tidak sepenuhnya segar, terutama ketika penyedia harus mengolah makanan dalam jumlah besar. Sehingga kemungkinan dalam pemilihan bahan kurang cermat, karena bahan yang disiapkan dengan jumlah besar, yang biasanya kurang segar.
Makanan yang mengandung nitrit, saat kondisi tubuhnya fit mungkin tidak terpengaruh, tetapi kalau kurang fit atau kondisi fisiknya kurang baik, hal itu bisa mengalami mual dan muntah. Namun, tidak semua siswa memiliki kondisi yang kurang fit.
Selain kandungan nitrit, lanjut Wiyanto, ada juga kandungan E-coli atau jenis bakteri. Ada beberapa siswa minum susu terlebih dahulu sebelum memakan menu MBG, sehingga hal tersebut bisa meningkatkan resiko mual. “Dari hasil laboratorium itu terdapat bakteri E-coli yang kemungkinan berasal dari air, tapi bukan dari air tahu. Dengan peristiwa keracunan siswa sekolah tersebut, maka Dinkes Kabupaten Malang berkomitmen memperketat pembinaan terhadap penjamah makanan di seluruh SPPG di Kabupaten Malang,” tegasnya.
Menurutnya, pembinaan kepada SPPG itu meliputi pelatihan dan sertifikasi bagi para pelaku yang terlibat pada program MBG. Sehingga pengawasan tidak mungkin dilakukan satu per satu, dan pembinaan akan terus kita lakukan.
SPPG sebagai penyedia MBG harus dibekali dasar-dasar pengolahan yang higienis dan sertifikasi. Oleh karena itu, dirinya memastikan bahwa penjamah makanan di SPPG merupakan tenaga yang ditunjuk secara profesional. Karena SPPG setiap hari harus menyediakan ribuan porsi untuk mensuplai program MBG kepada para siswa.
“Jika dikerjakan secara profesional, pasti hasilnya pasti baik. Namun sebaliknya, jika tidak profesional pasti tidak mungkin bisa menangani ribuan porsi. Sehingga untuk mengelola MBG, SPPG harus profesional dalam mengelola makanan tersebut,” pungkas Wiyanto. [cyn.wwn]


