Surabaya, Bhirawa
Tim mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya yang terdiri dari Ahmad Rafi Hadi Putra, Muhammad Anshory Hadi Putra, M. Rizky Andrian, Apriliansyah Maulana Saputra, dan Arsyah Geuvarra telah menunjukkan kontribusi nyata dalam upaya edukasi perlindungan konsumen kepada masyarakat Menanggal.
Peran ini menjadi relevan mengingat rendahnya tingkat pemahaman masyarakat terhadap hak-hak konsumen meskipun aturan hukum telah jelas tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Edukasi yang dilakukan tidak hanya menyentuh ranah penyampaian informasi, tetapi juga menjadi sarana pemberdayaan hukum secara langsung. Banyak konsumen di Menanggal yang selama ini mengetahui haknya secara umum, namun tidak memahami mekanisme pengaduan ketika dirugikan pelaku usaha, prosedur penyelesaian sengketa melalui BPSK, atau tata cara pelaporan ke lembaga pengawas seperti OJK, YLKI, dan Pemerintah Daerah. Melalui dialog hukum, pendampingan, dan sosialisasi, tim mahasiswa mampu memperkuat kesadaran tersebut hingga ke level praktis.
Kehadiran para mahasiswa ini juga menjadi jembatan antara teori hukum yang dipelajari di kampus dengan kebutuhan hukum di masyarakat. Mereka tidak sekadar memberi penyuluhan, tetapi turut mengubah pola pikir konsumsi yang selama ini cenderung pasif dan menerima, menjadi lebih kritis dan berani menolak bentuk pelanggaran seperti iklan menyesatkan, selisih harga, kualitas barang yang tidak sesuai, maupun pemberlakuan klausula baku yang merugikan konsumen.
Kegiatan edukasi ini sejalan dengan amanat Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya bidang pengabdian kepada masyarakat. Melalui pendekatan humanis dan advokatif, para mahasiswa berhasil mengajak masyarakat Menanggal melihat bahwa perlindungan konsumen bukan sekadar istilah hukum, melainkan hak fundamental yang perlu diperjuangkan. Mereka juga mendorong agar masyarakat sadar bahwa pelanggaran konsumen tidak boleh dianggap biasa, melainkan harus dilaporkan dan ditindak sesuai regulasi.
Upaya pemberdayaan tersebut menunjukkan bahwa perlindungan konsumen dapat terwujud bukan hanya melalui sanksi dan regulasi, tetapi juga melalui literasi hukum yang konsisten. Inisiatif tim mahasiswa UNTAG Surabaya ini menjadi bukti bahwa generasi akademisi memiliki peran strategis dalam menguatkan posisi masyarakat sebagai subjek hukum, bukan sekadar objek pasar. Dengan demikian, edukasi hukum perlindungan konsumen di Menanggal tidak hanya menjadi kegiatan seremonial, tetapi investasi sosial yang berdampak jangka panjang. Masyarakat kini semakin memahami haknya, mengetahui mekanisme gugatan ganti rugi, serta berani menolak praktik curang pelaku usaha. Melalui program ini, para mahasiswa telah berkontribusi dalam membangun landasan perlindungan konsumen yang adil, setara, dan berkeadilan sosial sebagai wujud kepedulian terhadap keberlangsungan hukum dan keadilan di tengah masyarakat.
Perlindungan konsumen merupakan salah satu pilar penting dalam mewujudkan keadilan sosial dan kepastian hukum di tengah masyarakat. Namun, keberadaan regulasi semata tidak serta-merta menjamin terlindunginya hak konsumen apabila tidak diiringi dengan pemahaman hukum yang memadai. Kondisi inilah yang menjadikan peran mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya di wilayah Menanggal sebagai agen edukasi hukum memiliki nilai strategis dan relevansi sosial yang kuat.
Tim mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya yang terdiri dari Ahmad Rafi Hadi Putra, Muhammad Anshory Hadi Putra, M Rizky Andrian, Apriliansyah Maulana Saputra, dan Arsyah Geuvarra hadir membawa misi edukatif untuk menjembatani kesenjangan antara norma hukum perlindungan konsumen dan realitas praktik konsumsi masyarakat. Meskipun Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah lama berlaku, masih banyak masyarakat yang belum sepenuhnya memahami hak, kewajiban, serta mekanisme perlindungan hukum yang dapat ditempuh ketika mengalami kerugian akibat tindakan pelaku usaha. Dalam praktik sehari-hari, masyarakat sering kali berada pada posisi lemah dalam hubungan hukum dengan pelaku usaha. Ketidaktahuan terhadap prosedur pengaduan, rasa enggan melapor, hingga anggapan bahwa kerugian yang dialami merupakan hal biasa, menjadi faktor yang memperkuat ketimpangan tersebut. Melalui kegiatan edukasi dan sosialisasi hukum, mahasiswa UNTAG Surabaya berupaya mengubah paradigma tersebut dengan menanamkan kesadaran bahwa konsumen memiliki kedudukan hukum yang setara dan dilindungi oleh negara.
Edukasi yang dilakukan tidak berhenti pada penyampaian teori hukum, tetapi diarahkan pada pemahaman yang bersifat aplikatif. Masyarakat diberikan penjelasan mengenai hak atas informasi yang benar, hak atas keamanan dan keselamatan, serta hak untuk memperoleh ganti rugi apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai. Selain itu, mahasiswa juga memperkenalkan lembaga-lembaga penyelesaian sengketa konsumen serta jalur pengaduan yang dapat ditempuh secara nonlitigasi maupun administratif.
Peran mahasiswa dalam kegiatan ini juga mencerminkan fungsi sosial perguruan tinggi sebagai pusat pengembangan ilmu yang berpihak pada kepentingan masyarakat. Implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pengabdian kepada masyarakat, diwujudkan melalui pendekatan dialogis dan partisipatif. Mahasiswa tidak memosisikan diri sebagai pihak yang menggurui, melainkan sebagai mitra masyarakat dalam memahami dan memperjuangkan hak-hak hukum mereka.
Edukasi perlindungan konsumen di Menanggal turut berkontribusi dalam membangun budaya hukum yang lebih kritis dan berkeadilan. Masyarakat didorong untuk tidak lagi bersikap pasif terhadap praktik usaha yang merugikan, seperti iklan menyesatkan, ketidaksesuaian kualitas barang, hingga penggunaan klausula baku yang membatasi tanggung jawab pelaku usaha. Kesadaran ini penting agar hukum tidak hanya hidup di atas kertas, tetapi benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Kegiatan ini juga menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki peran strategis sebagai penggerak perubahan sosial. Dengan bekal pengetahuan hukum dan idealisme akademik, mahasiswa mampu menjadi jembatan antara negara dan masyarakat dalam upaya penegakan hukum perlindungan konsumen. Keberadaan mereka di tengah masyarakat Menanggal menjadi contoh bahwa edukasi hukum dapat dilakukan secara sederhana, namun berdampak signifikan terhadap peningkatan kesadaran hukum publik.
Pada akhirnya, edukasi perlindungan konsumen yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya di Menanggal bukan sekadar kegiatan temporer, melainkan bagian dari proses pemberdayaan hukum yang berkelanjutan. Masyarakat yang sadar akan haknya akan lebih berani menuntut keadilan, sementara pelaku usaha akan terdorong untuk menjalankan kegiatan usahanya secara jujur dan bertanggung jawab. Sinergi antara mahasiswa, masyarakat, dan institusi hukum inilah yang menjadi fondasi penting dalam membangun sistem perlindungan konsumen yang adil, efektif, dan berorientasi pada kepentingan bersama. [why]


