26 C
Sidoarjo
Sunday, December 7, 2025
spot_img

Lonjakan 65 Ribu Kasus HIV/AIDS, Perlu Kuatkan Strategi

DPRD Soroti Tren Data dan Tantangan Penanganan Tahun 2025

DPRD Jatim, Bhirawa
Melonjaknya angak penederita HIV/AIDS di Jawa Timur pada tahun 2025, dinilai sebagai titik poin bagi pemerintah untuk menguatkan startegi pencegahan penyebaran dan penanganan penerita secara lebih komperhensive.

Sebagai catatan dari Kementerian Kesehatan menyebut ada tambahan 65.238 kasus HIV/AIDS di Jawa Tmur selama tahun 2025.

Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Hikmah Bafaqih, menilai bahwa fokus pemerintah seharusnya beralih dari memperdebatkan besarnya angka menuju memperkuat strategi pencegahan dan penanganan.

Berdasarkan evaluasi Komisi E DPRD Jatim, faktor risiko yang membuat masyarakat rentan terhadap penularan HIV meliputi relasi keluarga bermasalah, kesehatan mental terganggu, perilaku seks berisiko, penggunaan jarum suntik pada narkoba dan disorientasi seksual.

“Kalau mau pencegahan yang serius, kuatkan ketahanan keluarga, ekonomi, sosial, mental, dan spiritual,” tegas Hikmah saat dikonfirmasi Bhirawa, Minggu (7/12)..

Hikmah memastikan pemerintah pusat telah menyiapkan anggaran untuk memenuhi kebutuhan obat antiretroviral (ARV) bagi seluruh ODHIV yang terdata.

Memang data terbaru HIV/AIDS di Jawa Timur memicu perhatian serius DPRD Jatim. Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Jawa Timur, hingga 2025 tercatat 65.238 kasus HIV/AIDS, menjadikan Jatim sebagai provinsi dengan beban kasus tertinggi secara nasional. Hanya dalam tiga bulan pertama 2025, yakni Januari-Maret, muncul 2.599 kasus baru.

Hikmah Bafaqih, menilai lonjakan data ini harus dilihat dengan pendekatan yang lebih cermat. Menurutnya, peningkatan angka tidak semata-mata mencerminkan meluasnya penularan, tetapi juga menggambarkan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap layanan kesehatan.

Berita Terkait :  Dua Desa di Kabupaten Sidoarjo Terjerumus Pungli PTSL

“Setiap kali kita melihat lonjakan prevalensi HIV di suatu daerah, penyebab terbesarnya juga karena ada layanan yang dipercaya masyarakat. Ketika angka naik, bisa jadi karena datanya lebih lengkap dan lebih banyak ODHIV yang terdeteksi,” ujarnya .

Data Badan Pusat Statistik (BPS) memetakan sebaran kasus HIV/AIDS di Jatim yakni Surabaya 368 kasus, Kabupaten Sidoarjo 270 kasus, Kabupaten Jember 229 kasus, Kabupaten Tulungagung 209 kasus dan Kabupaten Pasuruan: 178 kasus.

Kota-kota dengan mobilitas tinggi dan berstatus sebagai kota pelajar seperti Surabaya, Malang, dan Jember menjadi lokasi dengan frekuensi deteksi tertinggi.

Menurut Hikmah, pola data ini juga dipengaruhi oleh banyaknya ODHIV dari luar daerah yang melanjutkan pengobatan di Jatim.

“Jawa Timur menerima limpahan ODHIV aktif dari daerah asalnya. Mereka datang untuk kuliah atau bekerja, lalu terhubung dengan layanan kesehatan dan komunitas di sini,” jelas politisi PKB ini.

Hikmah menekankan bahwa tingginya data bukan berarti Jatim mengalami ledakan penularan. Ia menyebut pola data HIV/AIDS serupa dengan fenomena gunung es.

“Yang muncul ke permukaan hanya mereka yang mau menerima layanan. Ketika layanan membaik, datanya ikut muncul,” katanya.

Ia juga menyoroti peran komunitas seperti Jaringan Indonesia Positif (JIP) yang berkontribusi besar dalam meningkatkan akurasi data melalui pendampingan di lapangan.

“Tanpa teman-teman ini, muskil kita bisa menjangkau ODHIV. Mereka bekerja tanpa stigma, sehingga ODHIV mau terbuka dan datanya bisa masuk,” ujarnya.

Berita Terkait :  Prajurit Kodam V/Brawijaya Dituntut Waspada Sikapi Perkembangan Situasi

Meski data menunjukkan peningkatan temuan kasus, Hikmah mengingatkan bahwa masih banyak ODHIV yang belum terdeteksi karena takut stigma.

“HIV/AIDS bukan penyakit yang mudah menular. Edukasi harus diperkuat agar masyarakat tidak lagi menghindar dari layanan,” pungkasnya.

Sementara, anggota DPRD Jatim dari Dapil Surabaya, Lilik Hendarwati menegaskan bahwa lonjakan ini bukan sekadar statistik, melainkan peringatan darurat kesehatan publik.

“Kita prihatin. Ini alarm bahwa Surabaya membutuhkan langkah lebih serius, terarah, dan menyeluruh,” ujar Lilik.

Perempuan yang juga Ketua Fraksi PKS ini menekankan bahwa pencegahan HIV tidak cukup di level layanan kesehatan, tetapi harus dimulai dari edukasi populasi usia produktif, terutama remaja.

“Pemerintah wajib memberi edukasi yang benar, jelas, dan mudah dipahami tanpa memunculkan kepanikan,” tegasnya.

Menurutnya, sekolah menjadi ruang paling strategis untuk intervensi. Literasi kesehatan reproduksi, risiko penularan, serta cara perlindungan diri harus diberikan sejak dini.

“Ini bukan menakut-nakuti. Ini memastikan generasi muda tumbuh dengan pengetahuan yang benar, agar tidak mudah terjebak perilaku berisiko,” katanya.

Lilik juga menyerukan pendekatan pentahelix berbasis humanis: pemerintah, sekolah, fasilitas kesehatan, komunitas, dan tokoh agama wajib berada dalam satu orkestrasi pencegahan.

“Kita harus bijak bertindak, tapi waspada sejak awal. Kesadaran adalah langkah pertama menuju perlindungan,” ujarnya.

Ia menegaskan, tantangan terbesar bukan hanya penularan virus, tetapi stigma dan misinformasi yang kerap melahirkan diskriminasi.

Berita Terkait :  Unesa Siapkan 11.000 Porsi Sarapan Bergizi Gratis bagi Mahasiswa yang UAS

“Dengan edukasi yang benar dan respons terkoordinasi, kita bisa menekan laju penularan HIV di Surabaya tanpa stigma dan tanpa kepanikan,” pungkasnya. [geh.gat]

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru