28 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Kritis Membaca Kampanye Bangga Buatan Indonesia

Oleh :
Muhammad Fatih
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas 17 (Untag) Surabaya

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia aktif menggencarkan kampanye bertema “Indonesia” (BBI) melalui kanal-kanal media sosial. Kita sering menemukan tagar #BanggaBuatanIndonesia bertebaran di Instagram, TikTok, maupun X (Twitter), dibantu oleh para tokoh berpengaruh di tingkat lokal.

Sekilas, hal ini tampak menguntungkan: mengangkat rasa nasionalisme ekonomi, memperluas pasar produk lokal, dan mempertegas identitas nasional. Namun, bila kita menelaahnya dengan pendekatan studi budaya, kampanye ini jauh lebih kompleks daripada yang terlihat di permukaan.

Dengan menggunakan teori hegemoni dari Antonio Gramsci, terlihat bahwa inisiatif ini pada dasarnya merupakan taktik pemerintah bersama perusahaan besar untuk menarik dukungan masyarakat, agar masyarakat lebih mengutamakan pembelian produk lokal, meski tetap berada di dalam sistem kapitalisme yang berkuasa. Ini bukan bentuk nasionalisme yang benar-benar mengutamakan kepentingan masyarakat kecil, melainkan lebih sebagai usaha untuk menjaga kestabilan pasar domestik.

Proses hegemoni berjalan dengan sangat halus: kita merasa telah membantu para petani, pengrajin, dan pelaku usaha kecil, padahal sebagian besar keuntungan masih dinikmati oleh perusahaan digital besar, bank yang memberikan kredit usaha mikro, dan perusahaan-perusahaan yang berkolaborasi. Dalam pemikiran Michel Foucault, kampanye ini merupakan praktik wacana yang menciptakan makna: “bangga buatan Indonesia” diartikan sebagai tanda cinta terhadap tanah air. Sosial media berfungsi sebagai tempat utama untuk menyebarkan wacana ini.

Melalui video promosi, reels yang menarik, dan testimoni dari selebgram, masyarakat diiming-imingi untuk merasa bersalah apabila mereka membeli produk luar negeri. Wacana ini mengatur pandangan kita mengenai apa yang dianggap “baik” atau “benar” dalam hal konsumsi, sekaligus mengabaikan wacana lain, seperti kritik mengenai eksploitasi tenaga kerja lokal atau lemahnya perlindungan hak-hak pekerja.

Berita Terkait :  Tugu Tirta On The Road, Sapa Warga di CFD Malang

Stuart Hall mengingatkan kita bahwa cara kita merepresentasikan sesuatu membentuk identitas. Dalam kampanye BBI, identitas “Indonesia” sering kali digambarkan melalui gambar perempuan Jawa berpakaian batik, pria berkopiah, atau pemuda kota yang menikmati kopi lokal, sedangkan representasi Papua, suku-suku di daerah terpencil, bahkan pekerja migran hampir tidak terlihat. Ini merupakan proses pemilihan budaya yang menguatkan identitas nasional dalam bentuk tertentu, tetapi sekaligus mengabaikan keragaman ras, kelas, dan gender.

Dari perspektif gender, kampanye ini sering kali menampilkan perempuan hanya sebagai “ibu rumah tangga kreatif yang menjahit tas,” jarang menunjukan perempuan sebagai pengusaha besar atau inovator di bidang teknologi. Hal ini menunjukkan adanya bias gender yang halus dalam narasi seputar pembangunan ekonomi kreatif.

Namun, tradisi budaya selalu menjadi tempat terjadinya benturan makna (Hall). Kita bisa melihat adanya aksi perlawanan kecil, misalnya saat para pengguna internet membuat meme yang menyoroti harga produk “dalam negeri” yang malah lebih mahal dibandingkan produk impor, atau ketika aktivis feminisme mengecam kampanye ini karena tidak memperhatikan kenyataan bahwa banyak perempuan yang bekerja di pabrik garmen lokal mendapatkan upah yang sangat minim. Dalam istilah Dick Hebdige, hal ini dapat dipandang sebagai suatu bentuk perlawanan subkultural yang mengalihkan simbol-simbol dari kampanye menjadi bahan ejekan.
J
ika kita melihat dari sudut pandang teori kajian budaya yang dimulai oleh Gramsci, Hall, Foucault, Hebdige, hingga pandangan postkolonial, kampanye #BanggaBuatanIndonesia ini menunjukkan adanya ambivalensi.

Di satu sisi, kampanye ini dapat berfungsi sebagai alat hegemoni yang memperkuat nasionalisme dalam konteks ekonomi, memaksa masyarakat untuk memahami cinta terhadap tanah air sebagai sebuah aktivitas konsumsi.

Berita Terkait :  Kritis Membaca Kampanye Bangga Buatan Indonesia

Diskusi mengenai media dan bagaimana identitas direpresentasikan dalam kampanye ini kerap kali condong kepada kelas menengah di kota serta budaya yang berkuasa, sementara pengalaman dari kelas pekerja, perempuan yang tersisih, atau masyarakat adat sering diabaikan.

Namun, di sisi lain, langkah ini juga membuka peluang untuk kebebasan: meningkatkan kekuatan usaha kecil dan menengah, membangun keyakinan terhadap produk lokal, serta menumbuhkan kesadaran kritis tentang ketidakadilan di dunia perdagangan.

Dengan kata lain, langkah ini dapat berfungsi sebagai ruang “konflik makna”, yang menjadi arena persaingan antara dominasi dan perlawanan, antara konsumerisme yang bersifat nasional dengan solidaritas yang lebih struktural.

Memandang kampanye #BanggaBuatanIndonesia hanya sebagai ajakan untuk membeli barang dalam negeri jelas sangat sempit. Untuk mencapai nilai sosial yang hakiki, dibutuhkan kerjasama yang lebih terorganisir. Langkah pertama yang harus diambil adalah mendukung peraturan dan kebijakan yang menguntungkan produsen kecil. Ini meliputi memastikan adanya perlindungan bagi upah pekerja UMKM, memberikan dukungan untuk bahan baku agar pengrajin dapat bersaing, serta menciptakan akses yang lebih adil ke pasar digital, bukan hanya untuk merek-merek besar yang sudah memiliki dana untuk promosi.

Selain itu, masyarakat juga dapat berkontribusi dalam menciptakan kontra-diskursus melalui platform media sosial. Kita dapat memanfaatkan ruang virtual untuk menampilkan cerita para perempuan buruh di industri tekstil, nelayan skala kecil, atau pengrajin dari daerah terpencil yang sering kali tidak terwakili dalam narasi resmi kampanye pemerintah. Melalui pendekatan ini, diskusi mengenai #BanggaBuatanIndonesia tidak hanya terfokus pada aspek visual atau pandangan dari para influencer, tetapi juga menyasar berbagai masalah mendasar yang dihadapi oleh pelaku usaha di lapisan terbawah.

Berita Terkait :  Maestro Seni Rupa Kota Batu Menginspirasi Generasi Muda dalam Pameran Tunggal

Kesadaran yang tajam ini juga dapat muncul dalam bentuk gerakan konsumen yang lebih berpikir mendalam. Tidak hanya bangga menggunakan produk lokal, tetapi juga peduli siapa yang memproduksi barang tersebut, bagaimana kondisi kerja mereka, dan berapa gaji yang diterima oleh para pekerja. Inilah contoh solidaritas yang bisa dijalankan sehari-hari yang dapat menjadi tindakan emansipatoris, memperluas makna mencintai produk lokal menjadi mencintai manusia yang berada di balik produk tersebut.

Di sisi lain, sangat penting untuk membangun aliansi yang melibatkan berbagai identitas baik berdasarkan gender, kelas, ras, maupun wilayah, sehingga kampanye sejenis tidak sekadar mendekorasi citra nasionalisme ekonomi, tetapi benar-benar menjadi sarana untuk mengubah struktur yang tidak adil. Jika semua pihak, termasuk komunitas, LSM, akademisi, dan konsumen itu sendiri, terlibat aktif untuk memastikan agar kampanye ini diarahkan pada pemerataan kesejahteraan, maka potensi perubahan yang dihasilkan akan jauh lebih besar.

Alternatif teoretis juga dapat memberikan arah pada gerakan ini. Misalnya, pendekatan dekolonial tidak hanya mengajak kita untuk mengganti produk asing dengan yang lokal, melainkan juga menantang pemikiran kolonial yang masih ada dalam rantai distribusi global. Di sisi lain, perspektif ekofeminisme dapat membantu kita memahami keterkaitan antara eksploitasi lingkungan lokal dan eksploitasi tenaga kerja perempuan, sekaligus mengusulkan ekonomi berbasis solidaritas dari komunitas sebagai alternatif terhadap persaingan pasar yang bersifat eksploitatif.

Dengan pendekatan ini, kampanye #BanggaBuatanIndonesia bukan sekadar sebuah tagar atau semangat membeli, tetapi bertransformasi menjadi tindakan yang menantang sistem penindasan yang ada dan memperkuat jalan menuju keadilan sosial yang lebih merata.

————– *** —————–

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru