Wakil Ketua Komite III DPD RI Mirati Dewaningsih, Kamis (15/8/2024).
Penajam Paser Utara, Bhirawa.
Komite III DPD RI menyayangkan polemik 18 Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) putri yang melepas jilbab saat pengukuhan oleh Presiden Joko Widodo di Ibu Kota Negara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (13/8/2024) yang menyebabkan kegaduhan di masyarakat. Adanya aturan mengenai larangan penggunaan jilbab bagi Paskibraka oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), dinilai sebagai sebuah kesalahan yang fatal.
“Kepala BPIP menjelaskan lepas jilbab dilakukan secara sukarela, tetapi dia juga mengatakan di awal seleksi, para Paskibraka ini membuat pernyataan yang ditandatangani di atas materai 10 ribu perihal Pernyataan Kesediaan Mematuhi Peraturan Pembentukan Dan Pelaksanaan Tugas Paskibraka Tahun 2024. Dua pernyataan ini kan kontradiktif, kalau sukarela, kenapa ada aturannya?,” sesal Wakil Ketua Komite III DPD RI Mirati Dewaningsih, Kamis (15/8/2024).
Senator asal Maluku ini juga menyesalkan pernyataan Kepala BPIP Yudian Wahyudi yang mengatakan bahwa lepas jilbab merupakan bagian dari menghormati Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang diwujudkan dalam nilai-nilai keseragaman Paskibraka. Padahal menurut Mirati, jika ingin menghormati Pancasila dan ke-Bhinneka-an, harusnya keberagaman menjadi unsur yang harus dijunjung tinggi.
“Aturan yang tertuang dalam Keputusan BPIP No. 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka yang ditandatangani Kepala BPIP, membuktikan bahwa dirinya tidak paham Pancasila dan Konstitusi,” tegasnya.
Mirati menjelaskan, Konstitusi telah menjamin setiap warga negara untuk memeluk agamanya masing-masing dan melakukan syariat dalam berpakaian, termasuk menggunakan jilbab bagi kaum muslim. Adanya aturan BPIP yang memaksa Paskibraka pustri untuk melepas jilbabnya justru bertentangan dengan Konstitusi Indonesia, yaitu UUD 1945. Terlebih pakaian jilbab tidak menghambat Paskibraka putri dalam melaksanakan tugasnya sebagai Paskibraka.
“Indonesia merupakan negara yang terdiri dari suku dan agama yang beragam, seharusnya nilai-nilai tersebut tetap dijaga sebagai upaya dalam menjaga kebhinekaan dalam rangka kesatuan dalam perbedaan. Sangat mengherankan bila hal tersebut dilakukan oleh seorang pejabat negara yang mengepalai lembaga seperti BPIP ini,” ucap Mirati. (ira.hel).