31 C
Sidoarjo
Thursday, September 19, 2024
spot_img

Komite III DPD RI: Sistem PPDB Jalur Zonasi Masih Menimbulkan Banyak Masalah


Jakarta, Bhirawa
Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) khususnya melalui jalur zonasi saat ini banyak dikeluhkan masyarakat dan menimbulkan banyak masalah mengingat besarnya kuota masuk jalur zonasi dibanding kuota masuk jalur lainnya.

Hal ini diungkap Wakil Ketua Komite III, Abdul Hakim, saat membuka rapat dalam rangka inventarisasi materi Pengawasan atas Pelaksanaan UU Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Terkait Penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Sistem Zonasi, di Gedung DPD RI, Selasa (20/8).

“Sistem PPDB jalur zonasi yang diharapkan dapat menjadi solusi pemerataan akses pendidikan, justru menimbulkan masalah baru,” ucap Abdul Hakim.

Abdul Hakim menjelaskan, temuan lain yang diperoleh Ombudsman RI pada PPDB tahun 2022 yang dilakukan di tingkat SMP dan SMA ditemukan adanya jalur khusus yang disediakan oleh masing-masing sekolah yang hanya diperuntukkan kepada calon peserta didik yang dititipkan oleh sejumlah pihak tertentu. Selain itu, ditemukan jalur penerimaan lain yang dipastikan tidak tercantum dalam Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta didik Baru pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK.

“Komite III DPD RI melakukan pengawasan dan menyerap aspirasi masyarakat atas pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) khususnya sistem zonasi,” tambahnya.

Masih di forum yang sama, Anggota DPD RI Sumatera Utara Dedi Iskandar Batubara menyoroti problem dalam PPDB yang sama dari tahun ke tahun dengan adanya indikasi ketidakjujuran dari semua pihak baik penyelenggara pendidikan sampai orang tua peserta didik dalam mendapatkan kuota zonasi.

Berita Terkait :  Berikan Materi Pengenalan dan Pencegahan Hiperurisemia dan Diabetes pada Warga Sukolilo

“Identitas tunggal harus disegerakan untuk jadi sistem pengawasan yang lebih baik,” kata Dedi.

Menanggapi itu, Anggota DPD RI Kalimantan Tengah, Habib Said Abdurrahman menyuarakan, bahwa di daerah terpencil banyak ditemui anak didik yang tidak melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya karena terkendala lokasi dan akses yang sulit.

“Perlu penambahan kuota dan pembangunan sekolah baru di daerah terpencil,” tukasnya.

Senada dengan itu, Anggota DPD RI asal Banten, Abdi Sumaithi, melihat pelanggaran – pelangaran yang terjadi terkait PPDB zonasi ini tidak mendapat hukuman padahal melanggar undang-undang.

“Pemerintah juga melakukan pelanggaran dengan tidak melakukan pemenuhan hak pendidikan dasar secara merata,” tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Anggota DPD asal Gorontalo, Rahmijati Jahja, melihat masalah dari sektor guru atau pendidik, menurutnya para pengajar saat ini harus punya kemampuan dan keahlian dalam mengajar.

“Guru harus mampu mengajar punya kemampuan ilmu dalam mengajar dengan menyenangkan,” sebut Rahmijati.

Lain halnya, Anggota DPD RI Bangkulu, Eni Khaerani, melihat pemerintah mempunyai pekerjaan rumah besar mewujudkan cita-cita pendidikan yang ideal. Upaya negara seharusnya tidak hanya membangun sekolah tapi juga menyediakan para guru agar dapat menciptakan sekolah – sekolah yang bermutu tidak hanya sekolah negeri tapi juga swasta.

“Masyarakat butuh tranparansi dalam proses PPDB zonasi, karena banyak keluhan,” imbuhnya.

Pada forum ini, Head of legal Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan, Mandira Bienna Elmir, memaparkan terkait akses pendidikan di Indonesia. Terkait pendidikan dasar terjadi penurunan signifikan terhadap jumlah satuan pendidikan pada setiap kenaikan jenjang menyebabkan kekurangan daya tampung pada setiap kenaikan jenjang pendidikan saat PPDB setiap tahunnya.

Berita Terkait :  SMANKA Beri Dua Stel Seragam Sekolah Gratis Untuk Siswa Tak Mampu

“Miris karena menurut data Bappenas Tahun 2001 ditemukan 302 Kecamatan tidak tersedia SMP/MTs 727 Kecamatan tidak tersedia SMA/SMK/MA,” ungkap Mandira.

Elmir mengatakan, konsistensi makna wajib belajar seharusnya diakui negara secara gentle dengan tidak hanya diatur dalam regulasi, tetapi juga mampu dilaksanakan melalui implementasi dalam pemenuhan daya tampung dan pembiayaan pendidikan.

“Saat ini wajib belajar 12 tahun belum bisa dilaksanakan merata disemua daerah karena alasan kemampuan anggaran,” tuturnya.

Sementara itu, Pakar Pendidikan Arief Rachman, menyoroti pada prinsipnya dalam penyelenggaraan pendidikan di dalam UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif.

“Konsep PPDB ini sudah cukup baik, namun diperlukan penyempurnaan dan proses kontrol pengawasan yang kuat dari para pihak terkait,” tukas Arief.

Senada dengan itu, Wakil Ketua Komite III, Muslim M Yatim menyatakan, masalah zonasi sudah ada perbaikan tapi masih jauh dari harapan masyarakat. Yang menjadi sorotan adalah bagaimana pemenuhan kuota sesuai dengan daya tampung dan jumlah anak didik di semua daerah.

“Harus disiapkan roadmap yang jelas oleh pemerintah secara berjenjang sesuai agar setiap tahap terpenuhi,” tandasnya. [ira.fen]

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img