DPRD Kota Probolinggo, Bhirawa
Komisi 3 DPRD Kota Probolinggo menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) di ruang Komisi 3 DPRD Kota Probolinggo. Dihadiri oleh Ketua Komisi 3 DPRD Kota Probolinggo, Muklas Kurniawan, seluruh anggota Komisi 3, Kepala Dinas PUPR Kota Probolinggo, Setiyo Rini Sayekti, serta perwakilan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk membahas sejumlah isu utama diantaranya Alokasi Anggaran Infrastruktur hingga pembongkaran kubah di area kompleks Pemerintah Kota (Pemkot) Probolinggo.
Anggota Komisi 3, Eko Purwanto, mempertanyakan dasar hukum serta sumber anggaran yang digunakan dalam proses anggaran yang sedang berjalan,
“Kami ingin mengetahui dasar dari pembongkaran ini, anggaran yang digunakan berasal dari mana, dan apakah ada perencanaan sebelumnya. Jika tidak ada perencanaan, biasanya itu bersifat urgensi. Jika tidak ada urgensi, apakah pembongkaran ini merugikan aset daerah,” tegas Eko Purwanto.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas PUPR Kota Probolinggo, Setiyo Rini Sayekti, menjelaskan bahwa pihaknya hanya menjalankan instruksi tanpa adanya perencanaan lanjutan untuk pembangunan kembali kubah tersebut.
“Kami hanya menjalankan perintah atasan, dan secara regulasi, tidak ada pelanggaran dalam pembongkaran ini. Kubah yang dibongkar merupakan aksesoris bangunan yang tidak mempengaruhi struktur utama. Anggaran yang digunakan sekitar 80 juta rupiah untuk dua lokasi, dengan nilai aset yang dibongkar di Pemkot sebesar Rp56 juta dan di lokasi lain sebesar Rp35 juta,” ungkap Setiyo Rini Sayekti.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa bongkaran yang masih memiliki nilai ekonomis dapat dijual atau dihibahkan sesuai dengan regulasi Perwali Nomor 64 Tahun 2023 tentang pengelolaan bongkaran aset milik Pemkot Probolinggo.
Namun, Eko Purwanto tetap menyoroti dampak estetika serta nilai aset yang berkurang akibat pembongkaran tersebut, “Kalau sifatnya tidak ada urgensi atau perintah resmi yang jelas, maka bisa dianggap merugikan aset daerah. Nilai pembongkarannya mencapai 80 juta lebih, ini bukan angka kecil. Saya khawatir ini menunjukkan perencanaan yang kurang matang,” ujarnya.
Beberapa poin penting yang menjadi perhatian DPRD Kota Probolinggo dalam RDP ini adalah transparansi kebijakan pembongkaran aset daerah, Perencanaan infrastruktur yang berkelanjutan, Pengawasan anggaran untuk mencegah pemborosan dan memastikan proyek pembangunan tidak mangkrak, dan perlunya kajian lebih lanjut terkait pemindahan ikon kota ke Alun-Alun agar tidak hanya memperindah kota, tetapi juga tetap terjaga dari vandalisme.
Selain membahas pembongkaran kubah, rapat juga menyinggung alokasi anggaran sebesar 40 miliar rupiah untuk perbaikan jalan dan infrastruktur. Anggota Komisi 3, Robit Riyanto, mempertanyakan bagaimana dana tersebut akan digunakan agar pembangunan tidak dilakukan setengah-setengah.
“Kami ingin tahu detail anggaran 40 miliar ini diperuntukkan untuk apa saja. Apakah ada skema yang memastikan pembangunan tidak setengah-setengah, misalnya pembangunan jalan tetapi tanpa saluran pembuangan air yang memadai,” tanya Robit Riyanto.
Setiyo Rini Sayekti menjawab bahwa anggaran tersebut dialokasikan untuk beberapa proyek utama, di antaranya, Jalan Brantas sebesar Rp23 miliar, Jalan Sunan Ampel sebesar Rp17 miliar, Jalan Mastrip sebesar 13 miliar rupiah, Saluran Drainase di beberapa titik, termasuk di Jalan Bengawan Solo.
Ia juga menegaskan bahwa proyek ini telah dirancang untuk mendukung prioritas pembangunan di Kota Probolinggo. Tambah Setiyo Rini Sayekti.
Di tengah rapat, Heri Poniman, anggota DPRD Kota Probolinggo, mengajukan usulan terkait pemindahan menara atau ikon kota ke Alun-Alun Kota Probolinggo, mencontoh konsep yang diterapkan di Kota Madiun.
“Saya ingin tahu, kalau kita mau memindahkan menara-menara yang ada dan difokuskan di alun-alun seperti di Kota Madiun, kira-kira bagaimana? Karena nantinya, di bawah kepemimpinan wali kota baru, kita ingin menonjolkan identitas khas Kota Probolinggo,” kata Heri Poniman.
Menanggapi hal ini, Setiyo Rini Sayekti, menyatakan bahwa usulan tersebut bisa saja dilakukan, tetapi perlu mempertimbangkan aspek tata kota serta kesiapan anggaran untuk pemasangan ulang.
“Secara konstruksi, pemindahan ini masih memungkinkan, tetapi membutuhkan biaya tambahan untuk instalasi ulang. Selain itu, kami juga perlu mempertimbangkan aspek keamanan barang-barang yang dipindahkan ke Alun-Alun, karena kesadaran masyarakat dalam menjaga fasilitas umum masih perlu ditingkatkan,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa keputusan terkait penataan kota juga harus melibatkan Bappeda dan berbagai OPD terkait agar perencanaan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan kota hingga tahun-tahun mendatang.
“Mengenai penataan kota tentunya akan melibatkan Bappeda dan OPD terkait ya, jadi tentunya ini akan menjadi hal yang kami bahas bersama-sama apa yang Kota Probolinggo butuhkan ditahun yang akan datang,” pungkas Kepala Dinas PUPR Kota Probolinggo. [fir.dre]