Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Jombang, Anas Burhani saat berada di lokasi sawah petani yang terendam air di Dusun Kandangan, Desa Carangrejo, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, Sabtu sore (25/01). arif yulianto/bhirawa.
Jombang, Bhirawa.
Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jombang, Anas Burhani turun langsung ke lokasi sawah petani yang terendam air berhari-hari di Dusun Kandangan, Desa Carangrejo, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, Sabtu sore (25/01).
Di lokasi, Anas Burhani melihat kondisi persawahan yang telah ditanami Padi dan kebanjiran.
Anas Burhani juga melihat kondisi permukaan air di sungai Affoer Watudakon penyebab banjir, di sebelah utara sawah yang kebanjiran.
Anas Burhani mengatakan, pihaknya bakal meneruskan permasalahan ini kepada DPRD Provinsi Jawa Timur (Jatim) agar mendorong Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas segera menormalisasi Affoer Watudakon.
“Karena sungai ini kewenangannya ada di BBWS. Ini segera kita sampaikan ke DPRD Provinsi Jatim,” kata Anas Burhani di lokasi.
Dengan begitu, Anas Burhani berharap setelah dilakukan normalisasi, sawah petani di daerah Kesamben tidak lagi kebanjiran.
Seperti diberitakan sebelumnya, puluhan hektar tanaman Padi di Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang terendam air selama berhari-hari.
Di Dusun Kandangan, Desa Carangrejo, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, terdapat sekitar 10 hektar. Sementara di Desa Kedungmlati, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, terdapat sekitar 16 hektar, dan belum lagi di beberapa lokasi di daerah Kesamben.
Petani Desa Kedungmlati, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, Hari Purnomo menuturkan, dirinya terpaksa melakukan penanaman Padi sebanyak 3 kali, sejak Desember 2024, hingga Januari 2025 ini. Hal itu akibat sawahnya kebanjiran.
“Ini sudah 3 kali tanam. Tanam pertama banjir bulan 12 (Desember 2024), tanam kedua bulan 1 (Januari 2025), tanam ketiga tanggal 20 ini,” tutur dia, Kamis (25/01) yang lalu.
Hari Purnomo menjelaskan, untuk 1 kali tanam Padi saja di luasan 100 bata, dia menghabiskan biaya penanaman sebesar Rp. 270 ribu. Kemudian ongkos mencabut bibit sebesar Rp. 150 ribu.
“Belum benihnya. Kalau yang tanam awal benih sendiri. Tapi yang kedua dan ketiga, ya beli. Satu bentil (pocong) harganya 5 ribu, 100 bata butuh 90 bentil,” tutur dia lagi.
Menurut dia, air yang merendam tanaman Padinya berasal dari sungai di sebelah utara. Dia menyesalkan karena kejadian ini terjadi berkali-kali.
“Terus katanya mau dikeruk. Sampai sekarang ‘nggak’ ada tanggapan,” ucap dia.
Hari Purnomo berharap agar sungai penyebab banjir itu segera dinormalisasi.
“Tolong sungai itu dinormalisasi sampai Watudakon, Gongseng, itu diperlebar. Kan di sana menyempit. Banyak eceng gondok banyak kangkung itu didiamkan saja. Dan juga dangkal,” kata dia menandaskan.
Sementara itu, petani Dusun Kandangan, Desa Carangrejo, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, Sleman mengatakan, sawah yang kebanjiran di Dusun Kandangan sudah ditanami Padi.
“Sudah 2 kali tanam, banjirnya 4 kali. Yang tanam awal bulan 11 (November 2024), Yang terakhir ini sudah 1 minggu terendam air,” ungkap Sleman.
“Biaya sekali tanam habis 3. Juta seluas 300 bata,” tutur Sleman.
Dia berharap agar pemerintah bisa memberikan bantuan kepada petani yang sawahnya terendam.
“Harapan kepada pemerintah, ya meminta bantuan,” pungkas Sleman.(rif.hel)