Hasil Audit BPKP, Kerugian Negara Rp2,4 Miliar
Kota Madiun, Bhirawa
Kejaksaan Negeri Kota Madiun menetapkan S tersangka mantan Kepala Kantor ATR/BPN Kota Madiun, HS Direktur PT Puri Larasati Propertindo (PLP) pihak pengembang dan TI Manager Operasional PT.
PLP dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait penyalahgunaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) atau Fasos/Fasum pada Perumahan PAL.
Setelah menjalani pemeriksaan hampir lima jam, ketiga tersangka langsung digiring ke dalam Lapas Kelas I Madiun selama 20 hari ke depan untuk keperluan pemeriksaan lebih lanjut. Akibat perbuatan ketiga tersangkat tersebut, menurut hasil audit BPKP, kerugian negara mencapai Rp2, 4 miliar
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Madiun Dede Sutisna didampingi Kasi Intelijen Kejari Kota Madiun, Dicky Andi Firmansyah kepada awak media, Senin (9/12) mengatakan, penetapan tersangka ini merupakan hasil dari penyidikan yang mendalam setelah penyidik memperoleh lebih dari 2 alat bukti sehingga ditemukan peristiwa pidana terkait penyalahgunaan aset negara/aset Pemerintah Kota Madiun
“Dalam hal ini, pihaknya telah memperoleh data dari total perumahan yang ada di Kota Madiun sebanyak 118 perumahan dan yang sudah menyerahkan PSU perumahan baru sebanyak 27 perumahan. Sehingga diperlukan ketegasan dalam menegakkan aturan yang berlaku agar serah terima PSU Perumahan bisa berjalan secara optimal,” katanya.
Investigasi lebih lanjut dilakukan oleh tim Penyidik Kejari Kota Madiun telah mengungkap bahwa oknum ATR/BPN Kota Madiun tersebut dan pengembang PT. PLP terlibat dalam tindakan melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp2,4 miliar sebagaimana hasil audit perhitungan kerugian negara oleh Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Timur. Adapun modus operandi yakni dengan “memanipulasi izin yang telah ditetapkan oleh Pemerintah”.
Diutarakan pula, kasus ini berawal dari pihak pengembang dalam hal ini PT. PLP mengajukan permohonan pengembangan perumahan di Jl. Pilang AMD, Kelurahan Kanigoro, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun, dengan siteplan awal yang diajukan oleh pihak pengembang yakni untuk membangun 38 unit rumah.
Berdasarkan penggabungan dua sertifikat tanah menjadi satu Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas pengajuan permohonan pihak pengembang tersebut, pihak Pemkot Madiun menetapkan hanya 35 unit rumah yang diperbolehkan untuk dibangun sesuai dalam SKRK / advice planning (siteplan) yang dikeluarkan oleh Pemkot Madiun.
Namun dalam perjalanannya pihak pengembang dalam mengajukan permohonan Pemisahan/Pemecahan sertipikat tanah di Kantor BPN Kota Madiun dan mengajukan permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), pengembang telah memanipulasi data dokumen perizinan yakni “dengan sengaja tetap menggunakan site plan versi pengembang yakni untuk 38 unit rumah” sedangkan Kantor BPN Kota Madiun menyutujui permohonan dari pengembang untuk menerbitkan 38 SHGB tersebut.
Padahal dalam ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala BPN Republik Indonesia Nomor : 1 tahun 2010 mensyaratkan dalam permohonan oleh Badan Hukun untuk menerbitkan pemecahan SHGB adalah Rencana tapak/siteplan yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Kemudian Kantor DPMPTSP Kota Madiun juga menyetujui pengajuan IMB tersebut tanpa mendasari rekomendasi resmi dari Pemkot Madiun. Selanjutnya pihak Pengembang berusaha menyerahkan Fasos/Fasum beberapa kali (2016-2021), namun tidak diterima Pemkot Madiun karena “tidak sesuai dengan advice planning/siteplan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Madiun yang mengharuskan pengembang menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Bahwa pihak pengembang telah membangun 3 unit rumah di atas lahan yang seharusnya dialokasikan untuk RTH sehingga menyebabkan kekurangan fasilitas untuk masyarakat, pengembang bahkan mengkomersilkan dengan menjual 3 unit rumah tersebut kepada konsumen dengan total nilai jual mencapai lebih dari Rp1 miliar.
Dalam proses penyidikan hingga penetapan tersangka, Kejari Kota Madiun telah memeriksa saksi- saksi dari pihak Pemkot Madiun, BPN Kota Madiun, serta Pengembang dan beberapa Ahli diantaranya Ahli keuangan negara, Ahli pidana dari UNAIR, Ahli dari BPKP, serta meminta audit perhitungan kerugian negara dari Perwakilan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Timur.
Berdasarkan hasil audit Kerugian Negara yang dilakukan oleh Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Timur, bahwa kerugian negara yang diakibatkan penyalahgunaan PSU di Perumahan PAL oleh tindakan para tersangka diperkirakan mencapai Rp2,4 miliar diantaranya Aset berupa ruang terbuka hijau yang seharusnya menjadi hak negara telah dialihkan untuk kepentingan komersial, sehingga merugikan Pemerintah Kota Madiun. [dar.dre]