Oleh:
Rokhmat Subagiyo
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, serta Pascasarjana UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
Belakangan ini, muncul wacana tentang perguruan tinggi yang diberikan kewenangan untuk mengelola tambang. Ide ini mencuat seiring dengan pembahasan revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara oleh DPR RI. Pendukung gagasan ini melihatnya sebagai peluang besar bagi kampus untuk meningkatkan pendanaan sekaligus kualitas pendidikan. Namun, kritik juga berdatangan karena dinilai dapat mengorbankan misi utama perguruan tinggi, merusak lingkungan, dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat sekitar tambang.
Peluang yang Ditawarkan
Pendukung ide ini percaya bahwa mengelola tambang akan memberikan sejumlah manfaat besar bagi perguruan tinggi. Beberapa argumen utama yang sering dikemukakan adalah:
- Sumber Pendanaan Tambahan. Perguruan tinggi, terutama yang berstatus negeri, sering kali menghadapi kendala pendanaan. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, pada tahun 2023, hanya sekitar 20% dari total anggaran pendidikan nasional yang dialokasikan untuk perguruan tinggi. Dengan diberi kewenangan untuk mengelola tambang, perguruan tinggi diharapkan mampu menghasilkan pemasukan tambahan. Dana ini dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti pengembangan fasilitas kampus, penelitian, hingga pemberian beasiswa bagi mahasiswa.
- Kesempatan Belajar Praktis bagi Mahasiswa. Keterlibatan mahasiswa dalam pengelolaan tambang dianggap dapat memberikan pengalaman belajar langsung di lapangan. Mahasiswa tidak hanya dibekali teori di ruang kelas, tetapi juga mendapat pemahaman nyata tentang praktik kerja industri. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran lulusan perguruan tinggi pada tahun 2022 mencapai 6,89%. Program magang atau pelatihan di tambang diyakini dapat membantu mahasiswa mengembangkan keterampilan kerja yang relevan, sehingga mereka lebih siap bersaing di dunia kerja.
- Dorongan bagi Riset dan Inovasi. Akses langsung ke sumber daya tambang juga dipandang sebagai peluang besar untuk mendorong riset dan inovasi. Perguruan tinggi dapat mengembangkan teknologi baru untuk meningkatkan efisiensi pengolahan tambang dan memastikan keberlanjutan lingkungan. Sebagai contoh, Universitas Teknologi Petronas di Malaysia telah berhasil menjalin kolaborasi dengan industri energi untuk menciptakan berbagai teknologi inovatif. Jika diterapkan di Indonesia, kampus juga bisa menjadi pusat inovasi yang berperan penting dalam pengembangan industri tambang yang lebih berkelanjutan.
Namun, meskipun peluangnya terlihat menjanjikan, tidak sedikit risiko dan tantangan yang perlu dipertimbangkan dengan serius.
Risiko yang Mengintai
Di balik manfaat yang ditawarkan, banyak pihak yang skeptis terhadap wacana ini. Mereka menilai bahwa memberikan hak pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi justru akan mendatangkan lebih banyak kerugian. Berikut beberapa risiko utamanya:
- Distraksi dari Misi Utama Perguruan Tinggi. Perguruan tinggi memiliki tiga tugas utama, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Jika kampus mulai mengelola tambang, ada kemungkinan besar fokus pada misi utama ini akan terganggu. Alih-alih meningkatkan kualitas pendidikan, kampus berisiko kehilangan arah dan fungsi utamanya sebagai institusi akademik.
- Minimnya Pengalaman dalam Pengelolaan Tambang. Mengelola tambang bukanlah hal yang sederhana. Diperlukan keahlian teknis, manajerial, serta pengalaman panjang untuk menjalankan operasional tambang dengan baik. Walaupun perguruan tinggi memiliki tenaga ahli di bidang teknik tambang, itu saja tidak cukup untuk menangani kompleksitas bisnis ini. Kesalahan dalam pengelolaan dapat menimbulkan kerugian finansial yang besar serta merusak lingkungan secara signifikan.
- Kerusakan Lingkungan yang Berpotensi Serius. Pengelolaan tambang yang buruk sering kali berdampak pada kerusakan lingkungan. Contoh nyata adalah kasus di Kalimantan Timur, di mana lebih dari 1.700 lubang tambang ditinggalkan tanpa reklamasi. Akibatnya, banjir, longsor, dan pencemaran air menjadi ancaman serius bagi masyarakat sekitar. Jika perguruan tinggi yang tidak berpengalaman mengelola tambang, risiko kerusakan lingkungan dapat meningkat drastis.
- Konflik Sosial dengan Masyarakat Lokall. Banyak tambang berada di wilayah terpencil atau pedesaan yang dihuni oleh masyarakat adat. Aktivitas tambang sering kali memicu konflik lahan, hilangnya mata pencaharian, dan masalah polusi yang berdampak buruk pada kesehatan masyarakat. Perguruan tinggi, yang seharusnya menjadi pelindung nilai-nilai etika, justru dapat terjebak dalam konflik sosial jika tidak berhati-hati.
- Reputasi Perguruan Tinggi Terancam. Perguruan tinggi dikenal sebagai institusi yang netral dan berorientasi pada ilmu pengetahuan. Ketika masuk ke sektor bisnis seperti tambang, reputasi ini berisiko rusak. Kampus mungkin akan dipersepsikan lebih mengejar keuntungan daripada menjalankan misi akademik dan inovasinya.
Apakah Wacana Ini Perlu Dilanjutkan?
Melihat lebih banyak risiko daripada manfaat, wacana perguruan tinggi mengelola tambang sebaiknya dihentikan. Perguruan tinggi memiliki tanggung jawab besar untuk mencerdaskan bangsa dan mendorong inovasi, bukan menjadi pemain bisnis di sektor tambang. Fokus kampus harus tetap pada pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Solusi Alternatif yang Lebih Tepat
Untuk mendukung pendanaan dan pengembangan perguruan tinggi tanpa harus melibatkan mereka dalam bisnis tambang, beberapa langkah berikut dapat dipertimbangkan:
- Perkuat Peran Badan Profesional. Pengelolaan tambang seharusnya tetap berada di tangan badan profesional yang memiliki kompetensi dan pengalaman. Perguruan tinggi dapat berperan sebagai mitra riset untuk membantu menciptakan teknologi yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
- Tingkatkan Alokasi Anggaran untuk Kampus. Pemerintah perlu meningkatkan dukungan finansial untuk perguruan tinggi. Pendanaan tambahan bisa diarahkan pada pengembangan fasilitas, pemberian beasiswa, dan hibah penelitian. Dengan begitu, kampus tidak perlu mencari alternatif pendanaan lain yang berisiko mengganggu misi utamanya.
- Dorong Penelitian Berbasis Keberlanjutan. Perguruan tinggi dapat menjadi mitra penting dalam penelitian terkait reklamasi tambang, pengelolaan limbah, atau pengembangan energi terbarukan. Pendekatan ini tidak hanya memberikan kontribusi bagi keberlanjutan lingkungan tetapi juga memperkuat posisi kampus sebagai pusat inovasi.
Kesimpulan
Wacana perguruan tinggi mengelola tambang memang tampak menarik pada awalnya, tetapi risiko yang ditimbulkannya jauh lebih besar daripada manfaatnya. Dari potensi gangguan terhadap misi pendidikan hingga ancaman kerusakan lingkungan dan konflik sosial, ide ini tidak sejalan dengan peran perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan.
Sebagai gantinya, pemerintah dan pemangku kebijakan perlu fokus pada solusi lain untuk mendukung pendanaan kampus tanpa harus mengorbankan nilai-nilai akademik dan etika. Dengan pendekatan yang tepat, perguruan tinggi dapat terus menjalankan tugas utamanya mencerdaskan bangsa tanpa harus terjun ke sektor bisnis seperti tambang.
Waallahu a’lam bis showab.
———— *** ————–