25 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Kampanye TOSS TBC, Hilangkan Stigma dan Berobat Tanpa Putus

Surabaya, Bhirawa
Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) bersama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur menggelar Kick-Off Kampanye Temukan, Obati, Sampai Sembuh Tuberkulosis (TOSS TBC) di area Car Free Day (CFD) Jalan Tunjungan, Surabaya, Minggu (9/11) kemarin.
Adapun dalam egiatan tersebut dihadir langsung oleh Wakil Gubernur Jatim, Emil Elestianto Dardak, Deputi II Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan Kemenko PMK, Prof. Sukardiono, Deputi II Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan Kemenko PMK dan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Jatim, Erwin Ashta hingga pejabat lainnya.
“Kita sudah bertemu dengan lima perwakilan yang sudah berobat TBC dan dipastikan bahwa mereka sudah sembuh, bahkan ada sertifikatnya.
“Hari ini, kita sudah bertemu lima perwakilan yang sudah berobat TBC dan diserahkan bahwa mereka sudah sembuh dan ada sertifikatnya. Tujuannya apa, supaya tidak ada lagi pikiran aneh-aneh bahwa TBC itu gimana sepertinya kita takut sama TBC,” terangnya.
Emil menambahkan, untuk itu tadi kita semua melepas masker karena dirasa semuanya aman. “Sehingg tidak ada lagi stigma dan rasa takut akan TBC dan pada kenyataannya kalau kalau kita mengabaikan TBC, sungkan, takut untuk berobat maka angka kematiannya jauh lebih tinggi,” ujarnya.
Untuk itu Pemprov Jatim ingin meningkatkan jumlah yng sudah diidentifikasi sudah disampaikan kepada Dinas Kesehatan dan sudah 62 persen sudah ditemukan dan selanjutnya bisa mencapai angka 90 persen.
“Acara seperti ini penting dilakukan secara rutin di Kabupaten Kota, agar orang yang menderita TBC ini bisa mengetahui bahwa TBC bisa disembuhkan asal harus konsisten dan obatnya diminum terus,” jelas Emil.
Sementara itu, dalam meningkatkan kesadaran akan TBC, masyarakat juga diajak untuk menghapus stigma negatif kepada para para penyintas TBC.
Dalam kegiatan tersebut turut dihadirkan lima perwakilan penyintas TBC yang diberikan sertifikat telah mengikuti pengobatan sampai sembuh.
Dan sertifikat diserahkan langsung oleh Wagub Emil Elestianto Dardak kepada kelima orang tersebut. Pada kesempatan itu, Emil menegaskan bahwa pasien yang sudah berobat hingga sembuh tidak lagi menularkan penyakitnya.
Selain itu, dalam kegiatan juga diperkenalkan E-Tibi, sebuah platform skrining mandiri berbasis digital. Emil menjelaskan, masyarakat bisa melakukan pemeriksaan awal hanya dengan mengisi data dan menjawab beberapa pertanyaan di situs E-Tibi.
Jika hasil skrining menunjukkan indikasi TBC, warga bisa langsung mendatangi fasilitas kesehatan terdekat untuk pemeriksaan lanjutan.
“E-Tibi itu bisa seperti website. Jadi di screening mandiri tinggal masukin identitas saja dan pertanyaan-pertanyaan akan muncul untuk diisi. Akan langsung ketahuan kemungkinannya, jadi bisa dicek ke dirinya sendiri tanpa perlu khawatir,” tutur Emil.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatakan Kualitas Kesehatan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Prof. Dr. dr. Sukadiono, M.M. mengingatkan bahwa TBC merupakan penyakit yang berisiko tinggi dan bahkan lebih mematikan dibanding Covid-19.
“Kita ini prihatin, dari posisi nomor tiga dunia kemudian menjadi nomor dua. Artinya penemuan kasus di Indonesia semakin meningkat. Rata-rata ada 1.090.000 kasus per tahun,” kata prof Sukadiono.
“Saat ini Indonesia berada di peringkat kedua dunia untuk jumlah kasus TBC terbanyak setelah India. Kalau dihitung, ada empat kematian per jam akibat TBC. Angka ini justru lebih tinggi dibanding Covid,” paparnya.
Pemerintah sendiri menargetkan penurunan kasus TBC hingga 50 persen pada tahun 2030 atau dari 387 kasus per 100 ribu penduduk menjadi 65 per 100 ribu penduduk.
“Maka Kemenko PMK bersama Kementerian Kesehatan menggencarkan kampanye TOSS TBC: Temukan, Obati, Sampai Sembuh, agar masyarakat paham bahwa TBC bisa disembuhkan,” tegasnya.
Untuk itu, Sukadiono menekankan pentingnya disiplin dalam pengobatan agar pasien tidak mengalami resistensi obat. “TBC itu kalau diobati secara teratur dua minggu saja sudah tudak menular lagi dan satu bulan itu sudah efektif. Tapi pengobatannya memang harus dijalani enam bulan penuh,” ujarnya.
Sukadiono menegaskan, pasien TBC tidak boleh berhenti di tengah jalan. Tidak boleh putus pengobatannya. “Karena kalau putus, bisa jadi TBC resisten obat. Justru makin susah disembuhkan dan waktunya lebih lama,” pungkasnya.[riq.ca]

Berita Terkait :  Jalin Kerja Sama, Rutan Situbondo Terima Kunjungan Hakim Pengawas dan Pengamat

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru