Pemprov, Bhirawa
Fenomena pengunduran diri guru Sekolah Rakyat (SR) sejumlah 160 orang di seluruh Indonesia memantik perhatian masyarakat, karena pembelajaran di SR sendiri terhitung baru memasuki pekan ke dua sejak tahun ajaran baru dimulai pada 14 Juli 2025 lalu.
Persepsi publik pun tentu menanyakan kesiapan Kemensos dalam menjalankan program unggulan ini untuk membantu murid dari keluarga miskin dalam memperoleh haknya.
Menanggapi fenomena pengunduran diri ini, Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim, Aries Agung Paewai memastikan tidak ada pengunduran diri guru SR di Jawa Timur.
Aries menilai, berdasarkan hasil seleksi yang dilakukan Kemensos dan Kemendikdasmen para guru SR masih menjalankan tanggung jawabnya sebagai pengajar Sekolah Rakyat.
“Sampai hari ini guru-guru SR baik-baik saja dan masih tetap mengajar di sekolah rakyat,” tegas Aries, Rabu (30/7) dikonfirmasi Harian Bhirawa via sambungan telfon whatsapp.
Pria kelahiran Makassar ini juga mengakui bahwa memang kebutuhan guru di Jawa Timur khususnya Sekolah negeri masih cukup tinggi. Dengan di dirikannya SR, tidak menutup mata bahwa guru dan kepala sekolah yang ditarik untuk mengajar dan memimpin SRtentu mengurangi ketersediaan guru dan kepala SMS/SMK negeri di Jatim.
“Tapi pemerintah sudah berjanji untuk memberikan kuota tambahan apabila pemetaan yang dilakukan MenPAN dan Mendikdasmen sudah rampung. Janji itu terkait pemenuhan kebutuhan Kekurangan guru. Apakah lewat rekrutmen PPPK, paruh waktu atau ASN,” jelas Aries.
Tahun ini, sebut Aries, kebutuhan guru di Jatim mencapai 15 ribu orang. Data ini mengacu pada jumlah guru di Jatim sebanyak 30 ribu guru yang jika dibandingkan dengan jumlah murid Jatim mencapai 261.396, tentu tidak ideal.
“Kebutuhan (guru) kita masih cukup banyak. Tapi kita pastikan tidak ada yang mengundurkan diri di Jawa Timur,” tegasnya.
Sementara itu, menurut Pengamat Pendidikan Jatim Achmad Hidayatullah fenomena pengunduran diri ratusan guru SR bisa dilatari dari berbagai sebab. Misalnya perencanaan kebijakan yang tidak berbasis kesiapan lapangan. Faktor berikutnya, menganggap semua guru siap ditempatkan di tempat terpencil.
“Perekrutan dan penempatan yang dilakukan oleh pemerintah perlu memperhatikan identitas sosial guru, berasal dari mana mereka?
Apakah mereka memang mendaftar secara sukarela untuk ditempatkan di daerah tertentu. Jika bersedia apa jaminan yang perlu diberikan oleh pemerintah,” ujar Dayat menekankan.
Dekan FKIP UM Surabaya ini menilai pemerintah perlu memberi kejelasan di awal, misalkan terkait dukungan yang mempertimbangkan geografis. Di samping itu, pemerintah juga perlu menjami kebutuhan fasilitas dasar dan penempatan yang wajar.
Lulusan Doktoral University Of Szeged Hungary ini menyebut harusnya pemerintah membangun hubungan dengan calon guru SR di atas kesadaran kerjasama yang saling menguntungkan dan memperhatikan kepentingan yang tidak tertulis.
“Contohnya rasa dihargai, dukungan dan jaminan sosial,” tambah dia.
Terkait janji pemerintah yang menyediakan 50 ribu calon guru pengganti, pria yang akrab disapa Dayat ini menilai sah – sah saja. Namun yang perlu dilakukan selain jaminan jumlah tersebut adalah jaminan membangun ekosistem yang baik untuk guru dalam miningkatkan motivasi dan self efficacy mereka untuk mengajar di daerah tertentu.
“Tanpa jaminan tersebut, maka akan ada pengundurun diri guru edisi edisi berikutnya,”tegas Dayat.
Dalam persoalan ini, Dayat meminta agar pemerintah segera melakukan evaluasi pada model perekrutan dan seleksi. Misal memastikan kesiapan mental serta pemerintah memberikan jaminan dukungan untuk guru SR.
Sebagai informasi, sebelumnya ratusan guru Sekolah Rakyat di Indonesia mengundurkan diri. Pengunduran diri ini lantaran penempatan lokasi mengajar yang terlalu jauh dari tempat tinggal guru. [ina.gat]


