31 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Jaminan Konstitusional Anak Telantar: Refleksi Hari Konstitusi

Oleh :
Robi Setyanegara
Penata Kelola Hukum dan Perundang-undangan di Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur

Konstitusi di Indonesia lahir ketika Undang-undang Dasar (UUD) 1945 disahkan dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945, tepat sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan oleh Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta. Atas dasar peristiwa itu, pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanggal 18 Agustus ditetapkan sebagai Hari Konstitusi melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2008 tentang Hari Konstitusi. Ini menjadi momentum penting bagi seluruh rakyat Indonesia untuk merefleksikan kehadiran konstitusi sebagai bagian dari sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ada satu hal penting di dalam UUD 1945, sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan amandemen IV, yang wajib diperhatikan hingga saat ini, yaitu ketentuan yang termuat di dalam pasal 34 yang berbunyi “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Mari kita garisbawahi frasa “anak terlantar”. Hadirnya pasal 34 ini menjadi bukti bahwa para pendiri Bangsa Indonesia telah memberikan perhatian yang serius terhadap anak terlantar, bahkan sejak 80 tahun yang lalu ketika negara ini masih dalam tahap pembentukan fondasi. Dan fenomena anak terlantar ternyata tetap relevan sampai sekarang, ketika pemerintah secara konsisten mengusung jargon Indonesia Emas 2045.

Permasalahan Anak Terlantar
Anak terlantar dapat dengan mudah ditemui di hampir semua daerah. Berbagai faktor ditengarai menjadi penyebab muncul dan bertambahnya anak terlantar, antara lain keterbatasan ekonomi, ketidaksiapan orang tua dalam merawat anaknya, ketidakharmonisan keluarga, perceraian, hingga kelahiran anak yang tidak diharapkan. Apapun faktor yang melatarbelakanginya, anak tetaplah korban dari orang-orang dewasa di sekitarnya, terutama orang tua. Sehingga, tepat sekali di dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, anak terlantar didefinisikan sebagai anak yang karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya sehingga kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar baik secara jasmani, rohani, maupun sosial.

Berita Terkait :  DPRD Gresik Dorong BiTtek Analisis Kebijakan Efisien dan Berkualitas

Anak adalah manusia baru yang belum bisa bertindak, berpikir, dan memenuhi kebutuhannya sendiri. Itu sebabnya, masih berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979, disebutkan orang tua adalah yang pertama-tama bertanggungjawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara jasmani, rohani, maupun sosial. Namun, realitanya banyak orang tua yang lalai terhadap kewajibannya dalam merawat anak. Tidak jarang anak hidup dalam kondisi terlantar, bahkan dengan eksploitasi berlebihan melampaui kemampuan di usianya. Pada titik inilah, negara wajib hadir untuk menangani permasalahan anak terlantar sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 34.

Cara Negara Memelihara Anak Terlantar

Penelantaran sesungguhnya masuk dalam kategori kekerasan dalam rumah tangga. Di dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga disebutkan bahwa yang dimaksud kekerasan itu mencakup kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga, termasuk anak. Berdasarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk yang berada di dalam kandungan. Lantas, bagaimana cara negara memelihara anak terlantar sesuai perintah konstitusi?

Peran negara dalam memelihara anak terlantar diatur di dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. Di dalam penjelasan bab umum peraturan tersebut disebutkan bahwa bagi fakir miskin dan anak terlantar seperti yang dimaksud dalam UUD 1945, pemerintah pusat dan pemerintah daerah memberikan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial sebagai perwujudan pelaksanaan kewajiban negara dalam menjamin terpenuhinya hak atas kebutuhan dasar warga negara yang miskin dan tidak mampu. Dapat disimpulkan bahwa anak terlantar mendapatkan jaminan dari negara untuk bisa mengakses kebutuhan dasarnya.

Berita Terkait :  Stop Ketersediaan Akses Kontrasepsi untuk Anak

Aturan lebih rinci mengenai penanganan permasalahan anak terlantar tertuang di dalam Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Rehabilitasi Sosial Dasar Bagi Anak Terlantar. Rehabilitasi sosial bagi anak terlantar dibagi menjadi rehabilitasi sosial di luar panti dan di dalam panti. Di dalam aturan tersebut dijelaskan mengenai kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi oleh pemerintah mencakup antara lain sandang, pengasuhan, bimbingan, dan yang lebih penting adalah akses ke layanan pendidikan dan kesehatan. Hal ini juga sejalan dengan amanat yang tertuang di dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 yang menyatakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak keluarga kurang mampu, anak terlantar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil. Dengan pendidikan yang berkualitas dan layanan kesehatan yang memadahi, anak terlantar dapat tumbuh menjadi individu dewasa yang baik serta dapat memutus rantai kemiskinan dan penelantaran.

Penanggulangan Anak Terlantar

Penelantaran anak mengandung permasalahan yang kompleks, sehingga peran negara saja tidak cukup untuk menanggulanganinya. Dibutuhkan keterlibatan segenap masyarakat untuk mencegah dan mengatasi permasalahan anak terlantar secara komprehensif. Ada beberapa pendekatan yang bisa digunakan untuk menanggulangani permasalahan anak terlantar. Pertama, penguatan edukasi bagi para calon orang tua untuk memastikan kembali kesiapan mereka sebelum memiliki anak. Orang tua yang bijaksana tidak akan secara sembarangan memutuskan memiliki anak tanpa kesiapan mental dan materi yang memadahi.

Berita Terkait :  Kadindik Jatim Lepas 25 Murid Kontingen Final OSN SD-SMP, Optimis Kontingen Mampu Harumkan Nama Jawa Timur

Kedua, pembinaan kepada para remaja untuk selalu mewaspadai segala bentuk pergaulan bebas yang berujung pada kehamilan di luar nikah. Anak hasil di luar nikah sangat berisiko menjadi korban penelantaran oleh orang tuanya yang belum siap menanggung rasa malu akibat hamil di luar pernikahan yang sah. Ketiga, penegakan hukum yang efektif terhadap pelaku penelantaran anak. Sesuai ketentuan dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014, pelaku penelantaran anak dapat dikenakan sanksi pidana penjara selama 5 tahun dan/atau denda sejumlah Rp100.000.000. Bahkan, jika penelantaran itu dilakukan oleh orang tua kandung dari anak tersebut, sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana, hukumannya pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).

Di momen Hari Konstitusi ini, kita semua jadi menyadari bahwa peran dari konstitusi sangatlah vital, tidak hanya pada tataran penyelenggaraan dan distribusi kekuasaan, tetapi juga memberikan jaminan konstitusional kepada anak terlantar sebagai generasi penerus bangsa di masa mendatang. Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah dan masyarakat, permasalahan anak terlantar dapat diatasi dengan baik.

—————- *** ——————–

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru