Forum legislasi bertajuk “Pemerintah Terbitkan Aturan Pelaksanaan UU Kesehatan, Langkah Cepat Lindungi Kesehatan Masyarakat” di Jakarta, Selasa siang (6/8/2024).
Jakarta, Bhirawa.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merasa tidak dilibatkan dalam pembuatan Aturan Pelaksanaan UU Kesehatan. Padahal, puluhan tahun lalu, sejak era reformasi, IDI selalu dilibatkan.
“Kami berharap IDI dan profesi lain yang terkait bisa dilibatkan. Semakin banyak yang membahas, akan semakin sempurna peraturan tersebut. Apalagi, 2 bulan lagi, masa tugas Presiden Jokowi akan berakhir. Tentunya Presiden terpilih juga punya tim yang bisa dilibatkan dalam pembahasan Aturan Pelaksanaan UU Kesehatan ini,” tutur wakil.ketua IDI, Slamet Budiarto dalam forum legislasi bertajuk “Pemerintah Terbitkan Aturan Pelaksanaan UU Kesehatan, Langkah Cepat Lindungi Kesehatan Masyarakat”, Selasa siang (6/8/2024). Nara sumber lainnya, wakil.ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena, anggita Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto.
Slamet Budiarto lebih jauh menyarankan, agar Komisi IX berjuang, anggaran kesehatan tetap menjadi mandatory, yang kemarin hilang di UU Kesehatan itu. IDI juga akan terus berjuang, karena dulu juga telah bisa memasukan mandatory spending dalam UU. Sayangnya, dalam UU Kesehatan, kemarin, dihspus. Namun IDI bertekad akan terus berjuang bersama DPR baru, agar bermanfaat untuk masyarakat.
“Aturan Pelaksanaan UU Kesehatan ini kontruksinya memang kementerian kesehatan dan kementerian pendidikan termasuk adminitratif yang kecil kecil. Di dunia, baru ada di negara Indonesia yang kementerian ngurusi pendidikan dan pelatihan dokter,” papar Slamet Budiarto.
Waka Komisi IX DPR RI Emanuel Laka Lena menyatakan; Ada semangat yang baik dari kementerian kesehatan dan kementerian pendidikan, dimsna sudah ada titik temu. Untuk menyepakati 2 pola produksi yang menghasilkan tenaga dokter spesialis yang berkualitas, yakni melalui universitas.
Tentang rencana mendatangkan dokter spesialis dari luar negeri, baik dokter WNI yang sekolah di luar negeri ataupun dokter WNA. Laka Lena memastikan, untuk mendorong distribusi kesehatan di daerah Terluar, Perbatasan dan Kecil/terpencil (TPK).
Menurut Edy Wuryanto, mandatory spending, masih diperdebatkan secara alot di rapat Panja. Karena pemerintah sudah tidak mau lagi anggaran terkotak kotak, sudah dikurangi. Amanah atau enggak, ada dasar 20% untuk pendidikan. Waktu itu Komisi IX menuntut mandatory spending diantara setengah sampai 10%, contohnya anatomi APBN menjadi lebih sulit.
“Ketahanan kesehatan masyarakat masih lemah. Karena, 90% alat kesehatan masih impor dan bahan baku obat juga masih impor 80%. Mengatasi hal ini, dituntut kemandirian bahan baku obat farmasi dan riset di pusat pusat penelitian harus didorong maju,” ungkap Edy
Disebutkan, pembiayaan kesehatan yng menjadi inti dari universe sudah berjalan dengan baik. Kepesertaan kita sudah diatas 90% namun belum.mampu meng cover semua kebutuhan kesehatan. Pertanyaan nya adalah, ketika kita ingin memasukkan asuransi kesehatan kelas khusus nya dimana ? Karena UU JKN itu semua, satu pintu di BPJS Kesehatan. (ira.hel).